Desert Pagi

1815 Words
Gemuruh di perut, membuat Raisa terbangun dari tidurnya. Apalagi matahari sudah masuk ke sela-sela jendela kamar. Dia melihat ke sekeliling kamar yang tak asing baginya, kamar Dika yang dia tempati kali ini membuatnya mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam. Seketika Raisa memeriksa tubuhnya, pakaiannya masih utuh seperti semula tanpa ada jejak tertinggal di tubuhnya. "Hahh, syukurlah dia tau batasan!" seru Raisa dengan nafas leganya. "Batasan apa?" Pertanyaan Dika mengejutkan Raisa menoleh ke arahnya yang berjalan menghampiri gadis itu. Duduk di samping Raisa yang menahan diri untuk bicara. Dika menatap wajah pagi gadis itu dengan senyum tipisnya. "Tidakah kamu malu harus bangun dari tidurmu karena perutmu yang bergemuruh minta makan?" Raisa mengerutkan dahinya mendengar ucapan dari Dika, tatapan tajam ya melihat kearah Dika yang berbicara dengan wajah datarnya melihat kearahnya. "Batasan seperti apa maksudmu, yang tidak aku tahu?" tanya Dika mendekatkan wajahnya di hadapan Raisa yang mengerutkan tubuhnya. "Hah, apa?" "Apakah batasan dengan jarak seperti ini?" "Aku ...." "Atau ... Kamu kecewa karena aku tidak melakukan apapun padamu semalam?" sela Dika. Tatapan tajam Raisa semakin kesal mendengar ucapan Dika. "Tatapan ini sangat cantik," ucap Dika. "Kamu ini mengejekku tapi memujiku!" tatap Raisa. "Tidak ada, bibir ini memang manis dn juga cantik," elak Dika. "Tidak guna kamu mengatakannya, kamu bukan siapa-siapa." Rais hendak berdiri, tapi Dika menarik tangannya dan merebahkan Raisa di atas tempat tidur dan menatapnya sangat dekat. "Aku tidak sembarang berbicara, ini memang cantik dan juga sangat manis." Dika sama sekali tidak membiarkan Raisa protes, dia menekan gadis itu dan mendaratkan bibirnya mencicipi bibir ranum Raisa yang dia tahan sedari malam tadi. Mencium juga melumatnya, Dika lakukan kepada Raisa yang hanya tertegun dan membiarkan Dika melakukan ciumannya. Melepas pautan itu, Dika menatap wajah Raisa dengan senyum tipisnya. "Kamu sudah pandai untuk tetap bernafas," ucap Dika. Saat Raisa hendak menjawabnya, gemuruh di perutnya kembali terdengar semakin jelas kali ini. Membuat Dika tertawa tertahan mendengarnya. "Gadis nakal, perutmu memang tidak bisa di bohongi oleh ciuman. Bersiaplah, kita akan keluar!" seru Dika bangun dari tubuh Raisa. "Kemana?" "Menyenangkanmu." "Kesenanganku?" "Cepatlah!" pukulan ringan mendarat di dahi Raisa, Dika lakukan setelah itu dia berdiri dan pergi ke ruang pakaian di sudut kamarnya. Raisa tertegun dia melihat Dika yang kini sudah pergi masuk ke dalam ruang ganti tanpa mencoba untuk mendengar ucapannya mesti seperti dia kembali menyentuh bibirnya yang sempat di cium oleh Dika. Tapi dia tidak memahami apa yang di katakan oleh pria itu mengatakan bahwa dia sangat mencintai istrinya, dia juga tidak menyukai istrinya itu. Mengerutkan dahinya, Raisa berjalan ke arah kamar mandi sembari sesekali dia melihat ke arah ruang ganti teringat akan Dika. "Dia aneh," gumam Raisa. Berada di dalam kamar mandi berdiri di bawah rintikan air shower Raisa mencoba untuk membersihkan tubuhnya kali ini. Namun masih terpikirkan tentang Dika dan juga ucapannya yang sama sekali tidak dimengerti olehnya. "Apakah dia menyukaiku atau hanya menjadikanku sebagai pelampiasan nya saja? Tapi meski seperti itu aku tidak akan menghiraukan karena yang ku perlukan adalah status juga perlindungan dari nya," gumam Raisa. Meski terdengar tidak masuk akal Raisa kan tetap mencoba untuk mendapatkan dirinya bisa menjadi istri Andhika Pratama, apalagi pria itu sudah merenggut kegadisannya meski tanpa didasari saling menyukai. Prinsip yang Raisa miliki adalah hanya ada 1 pria yang dapat menyentuhnya dan pria itupun yang harus menjadi suaminya. Meski Raisa tidak tahu darimana asal prinsip seperti itu begitu melekat di dalam dirinya. Namun dia tetap yakin dengan keputusannya dan dan apapun akan dia hadapi meski hanya sekedar sebagai istri kedua Dika. "Memang terdengar sangat bodoh, tapi hanya itu yang bisa aku lakukan meski tidak memiliki suami yang seutuhnya tapi setidaknya aku menjalankan pendirianku," gumam Raisa. Dia mengakhiri aktivitas mandinya meraih jubah mandinya untuk menutupi tubuhnya yang tanpa helaian benang itu, dengan tetesan air yang tersisa dari aktivitas mandinya. Keluar kamar mandi dan menutup pintunya Raisa terkejut ketika melihat Dika yang duduk di hadapannya, di tepi ranjang dengan pakaian rapi nya tersenyum tipis menatap ke arahnya sembari menopang salah satu kakinya dengan kaki lainnya. "Tidak bisakah, kamu jangan selalu membuatku terkejut!" protes Raisa. "Salahkan dirimu yang selalu memiliki keterkejutan berlebihan dengan kehadiranku, kau tahu ada banyak wanita di luaran sana yang mengharapkan aku selalu ada di hadapan mereka, terutama istriku itu dan kamu cukup beruntung karena bisa melihat suamimu ini setiap saat di hadapanmu," ucap Dika. "Tapi aku bukan istrimu! Dan kamu terlalu meninggikan dirimu sendiri!" acuh Raisa, dia berjalan pergi tanpa menghiraukan dika yang tersenyum tipis. Namun Raisa berhenti sejenak dan berbalik arah menatap tajam ke arah Dika. "Siapa yang kamu maksud suamiku? Kamu terlalu percaya diri!" gerutu Raisa, dia pergi tanpa menunggu Dika berbicara kepadanya. Raisa tetap masuk ke dalam ruang ganti, dia menghentakkan kakinya, dia tersenyum tertahan ketika mendengar penuturan Dika yang mengatakan bahwa dia adalah suaminya. "Pria tidak tahu malu!" seru Raisa tertawa tertahan dan berjalan mencari pakaian yang akan dia kenakan. Dika mengangkat sebelah alisnya, berjalan menghampiri balkon kamarnya, dulu dia selalu seorang diri tanpa mencoba untuk berdiri apalagi duduk di kursi balkon kamar. Dia hanya menghabiskan waktu sendirinya di vila ini. Tapi kali ini, ada Raisa yang tinggal di vila yang selalu berharap hadirnya. "Ayo! Aku lapar." Suara Raisa terdengar nyaring setelah keluar dari ruang pakaian. Terlihat cantik saat dia hanya mengenakan gaun yang di belikan Ben. Di balas angguka Dika, mereka kini keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga. Tapi Raisa terdiam saat mendapati mereka tidak pergi ke dapur dan sarapan. Raisa mengikuti Dika yang berjalan keluar dari vila. "Apa tidak sarapan?" tanya Raisa. "Sarapaan." "Tapi ini ...." "Kita makan di luar." "Di luar, kenapa?" tanya Raisa. "Ikut saja." "Hmmm," memajukan bibirnya Raisa mencoba menahan perutnya yang sudah sakit menahan lapar. "Pagi pun aku tetap harus menahan lapar," gerutu Raisa. "Siapa suruh kamu tidak memakan masakan yang ku buat." "Tidak bisa menahan kantuk," bela Raisa. "Sudah tidur seharian masih tetap mengantuk," tatap Dika. "Memang kenapa jika seperti itu," gerutu Raisa. "Masuk tukang tidur!" tarik Dika meraih tangan Raisa masuk dan duduk di kursi mobil. Duduk di samping Dika, Raisa menatap tajam pria yang duduk di sampingnya. Dia bahkan sama sekali tidak protes meski gemuruh di perutnya semakin nyata terdengar. Lajuan mobil dengan kecepatan sedang mereka pergi di pagi hari ke sebuah restoran pagi yang biasanya cukup ramai. "Biasanya, jika hari libur disini akan ramai anak muda yang sarapan pagi dengan kekasihnya," jelas Dika duduk di kursi dan memanggil pelayan restoran. Raisa menatap tajam ke arah Dika yang memasang simpul senyum di wajahnya melihat restoran yang ramah lingkungan dengan daya tarik yang menyenangkan hati di pagi hari. "Sepertinya tuan muda sangat terbiasa datang ke restoran ini, sampai tersenyum secerah ini," ucap Raisa. "Tentu saja, ini karena pertama kalinya aku mengikuti aturan restoran. Datang bersama dengan pasangan wanitaku di pagi hari," balas Dika menatap Raisa yang tertegun mendengarnya. "Kamu ... Aku tidak percaya ini pertama kalimu!" elak Raisa memastikan debaran jantungnya beraturan mendengar hal manis dari Dika. "Kau akan tahu segera." "Ini pertama kali nya Anda datang bersama dengan seseorang, apalagi gadis cantik di pagi hari," seorang pria berjas hitam datang menyapa mereka. Dika hanya tersenyum menanggapinya. "Menu sarapan yang special," ucap Dika. "Pelayanku akan menyiapkannya,k angguk Galih. "Akan menjadi keuntungan besar jika kau seperti ini terus setiap hari," ucap Dika. "Bukan inginku, jika bukan karena wanita. Aku tidak mau bangun pagi buta hanya untuk memperhatikan restoran ini," gerutu Galih. "Kau harus berterimakasih pada gadis itu!" seru Dika. "Kau benar, aku akan memiliki kesempatan bertemu dengannya! Terimakasih Bro, dan wanitamu sangat cantik!" seru Galih bersemangat srtelah menyapa Raisa dan pergi begitu saja. Raisa tersenyum tipis melihat dan mendengar tingkah Galih seperti seseorang yang berwibawa. Tapi terlihat begitu menyenangkan ketika berbicara kepada Dika. "Kau tidak diizinkan untuk tersenyum kepada pria lain!" seru Dika. Raisa tertegun mendengar penuturan Dika, tapi saat dia hendak protes akan ucapan Dika. Seorang pelayan datang menghentikan Raisa yang akan berbicara, dia begitu bersemangat kali ini ketika melihat beberapa makanan ada di hadapannya tidak memikirkan kembali berucap Andika, dia memilih untuk memakan sarapannya di pagi hari memanjakan perutnya yang sudah berteriak sedari tadi. Dika hanya tersenyum tipis melihat Raisa begitulah lahap memakan dan menghabiskan sarapannya saat gadis itu menyadari apa yang dilakukan oleh Dika, dia mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah Dika yang sama sekali belum memakan sarapannya. "Kenapa kamu tidak memakannya? Jangan bilang kamu sudah sarapan," tanya Raisa. "Aku akan memakannya, tapi aku rasa seseorang akan meminta tambahan makanan jika aku memakannya," balas Dika. "Aku tidak akan meminta milikmu, jika aku menginginkannya aku kena masanya lagi," elak Raisa. "Ya lakukanlah suka-suka hatimu jika kau sanggup membayarnya," ucap Dika. Raisa tertegun dia tidak percaya jika jika akan ber itu begitu perhitungan kepadanya. "Dika ... aku tidak punya uang sepeserpun untuk membayar makanan ini," ucap Raisa dengan ragu-ragu. "Ya, aku akan membayarnya untukmu. Tapi itu semua tidak cuma-cuma aku juga akan meminta bayaran darimu," ucap Dika. Raisa mengangguk bersemangat, dia tidak peduli hal apa yang diinginkan oleh Dika, memang Raisa sudah menetapkan kehidupannya kepada Dika termasuk sebuah sarapan pagi mengingat dirinya tidak memiliki apapun untuk kehidupannya juga hanya sekedar makanan saja. Dika berdiri dari duduknya dia pergi tidak jauh dari keberadaan Raisa dan mengangkat panggilan telepon dari sekretarisnya yang mengatakan jika proyek yang diambil alih oleh Ben sudah berjalan dengan sangat baik. Dika tersenyum tipis dan mematikan kembali panggilan telepon dari sekretarisnya itu berbalik dan melihat ke arah Raisa yang masih memakan makanan yang ada di hadapannya, dia tersenyum tipis dan menyentuh pelipis bibir Raisa yang tersisa sedikit makanan di sana. "Hanya makan saja kamu begitu tidak bisa melakukannya dengan baik." Ucapan Dika membuat Raisa tertegun ketika melihat Dika berada tepat dihadapannya, dengan jarak wajah mereka saling bersitatap satu sama lain. "Lain kali aku akan memakan mu jika cara makanmu masih tidak elegan!" ancam Dika, dia menekan dahi Raisa dengan telunjuknya membuat gadis itu tampak kesal setiap kali Dika melakukan hal seperti itu kepadanya. "Yaya, salahkan dirimu yang membuatku sampai kelaparan seperti ini! Saat aku terbangun di pagi hari itu juga aku sangat kelaparan hingga kehabisan tenaga karena ulahmu." Gerutuan Raisa membuat Dika tersenyum, dia tahu hal itu setelah pelayan memberitahu dirinya saat Raisa pertama kali bangun dari tidurnya dan melihat-lihat villa miliknya, menghabiskan makanan yang ada di meja makan dan merutuki pemilik Villa sedari awal. Setelah selesai sarapan di sebuah restoran Dika mengajak Raisa ke sebuah pusat perbelanjaan dan memberikan beberapa pakaian untuk gadis itu duduk di kursi sebuah toko pakaian, Dika menunggu Raisa mencoba beberapa pakaian untuk dia kenakan. Tapi saat Duka mendengar suara yang tak asing bagi dirinya, dari kejauhan hingga dia memilih untuk bangun dari duduknya dan berjalan melihat ke arah suara itu. Saat melihat Nuri bersama dengan beberapa temannya tertawa dan berjalan dari kejauhan hingga mereka duduk di kursi sebuah restoran di pusat perbelanjaan itu. "Beruntung sekali kamu dapat menikah dengan Dika, si pria tampan dengan segala kesuksesannya!" seru salah satu teman Nuri. "Ya, aku rasa dia yang jauh lebih beruntung mendapatkan ku, itu adalah bayaran setimpal karena dia dapat menikahiku dan harus memanjakan ku seperti ini," seru Nuri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD