Pemilik Surai Hitam

1300 Words
"Wah, kau akan menghancurkan mental seseorang dengan surat itu." DEG! Suara yang berasal dari balik punggungnya membuat Senora spontan berbalik. Siluet seseorang terbentuk di balik lapisan putih horden. Postur tegap dengan proporsi ideal. Senora punya firasat buruk tentang ini! "Kau!" ujar Senora. Hembusan angin menerpa surai rambut hitam. Manik sehitam malam itu mampu membuat siapa pun menunduk patuh. Seseorang yang tak bisa dianggap remeh di kekaisaran ini. "Isandro Agares Lionel," gumam Senora. Jendela yang terbuka menambah keyakinan Senora bahwa laki-laki ini masuk dari sana. "Salam Yang Mulia-" "Ssst!" sergap Agares. Mengatup bibir Senora dengan telunjuknya. "Kita tidak sedang dalam acara formal. Simpan saja salam mu." Senora terkekeh, "Yah, kau benar. Mana ada tamu undangan yang datang lewat jendela. Dari pada acara formal, mungkin lebih tepatnya reuni antara pencuri dengan korbannya." Tak elak, Agares pun terkekeh sinis. "Pencuri? Kau salah jika menganggap demikian. Aku hanya ingin mengunjungi mu untuk 'bermain'," tekannya pada satu kata. Seulas senyum tipis mengembang samar. Ini adalah rahasia kelam yang menjadi titik balik hidup Senora. Memang dari mana kehormatan itu Senora dapatkan? Dua tahun yang lalu ia hanyalah gadis biasa dengan banyak luka lebam di sekujur tubuhnya. Berkat pertemuan tidak terduga di acara debutante (acara pendewasaan) waktu itu. Uluran tangan yang ia suguhkan sangat lembut hingga membuat air mata Senora merembas keluar. Seolah Dewa menghadirkannya sebagai bentuk pertolongan. Tapi, itu hanya pikiran konyol yang tercipta dari keputusasaan. Sosok Agares adalah bentuk lain dari iblis berwajahkan malaikat. Menggiring Senora untuk bergantung padanya. Mengikis jiwa Senora hingga potongan terakhir. Cinta? Oh ayolah, hubungan mereka tak sedalam itu. Senora memanfaatkan Agares untuk kepentingannya. Sedangkan Agares memanfaatkan Senora untuk kebutuhannya. Jangan tanyakan kenapa Senora mempertaruhkan harga dirinya untuk hal hina ini. Karena tidak ada yang tahu bagaimana rasanya berada di posisi Senora. Dendamnya semakin membuncah saat mengetahui fakta bahwa sakit yang di derita Ibunya bukanlah kebetulan belaka. Melainkan ada campur tangan manusia kotor yang menyebut dirinya sebagai kepala keluarga Vermilion. Di liputi amarah, Senora mengambil tindakan tegas. Harga dirinya bukanlah masalah. Nyawa pun akan ia beri untuk menghancurkan Ayahnya sendiri. Mereka adalah definsi simbiolisis mutalisme. Yah, setidaknya untuk saat ini. Karena Senora mulai merasa gelisah saat Aslan mengumumkan pernikahan di meja makan tadi. "Lady of Lionel ternyata berhati kejam ya?" singgung Agares. Laki-laki berpawakan kokoh itu mengikis jarak hingga nafas segarnya terasa di ceruk leher. "Kalau tidak kejam. Aku sudah mati dari dulu. Dan kau tidak akan menyusup diam-diam untuk memenuhi kebutuhan biologis mu." "Hahaha. Kau benar. Aku bersyukur gadis ku punya sisi seperti itu. Jadi...." Agares melirik amplop putih dengan segel bunga wisteria sebagai simbol keluarga Vermilion. "Kenapa kau tidak memanfaatkan ku untuk menghancurkan adik tiri mu? Justru memilih surat tidak berguna ini," raih Agares pada amplop itu. "Aku ingin melakukannya sendiri!" dengus Senora seraya menimpa tangan Agares agar ia menaruh kembali amplopnya. Dalam surat ini tertulis permohonan untuk mengganti posisinya sebagai tamu undangan kepada Delina. Kurang baik apa Senora? Ia sudah mengabulkan keinginan adiknya yang ngotot ingin datang. Senora yakin besok pagi ia akan kegirangan karena berhasil melancarkan rencana yang jelas-jelas sudah gagal. Delina akan pergi menggantikan Senora tanpa menyadari satu hal! Acara tea party yang diadakan Marquis Adler tidak lain dan tidak bukan adalah untuk merayakan gelar kehormatan Senora sebagai Lady of Lionel. Bayangkan jika seisi tamu undangan akan dibuat kecewa dengan tidak hadirnya Senora. Dan justru digantikan oleh adik tiri yang sejatinya berasal dari rakyat jelata. Para bangsawan haus pengakuan itu pasti akan geram dan Delina akan berdiri di sana menerima kekesalan mereka. Seringai Senora mengembang tanpa terkendali. Agares memperhatikannya. Ia pun ikut menyeringai. "Itu sebabnya aku menyukai mu. Kau dan aku sama. Kita punya sesuatu yang orang lain tidak punya." Gigi rapih itu menampakkan sedikit wujudnya. Bibirnya menyungging sebelah ketika Agares memeluk erat tubuh Senora. Menyukai ya? Ah, ungkapan itu tidak bisa diartikan secara harfiah. Sebab, Senora paling tahu kalau laki-laki yang mendekapnya ini tak memiliki perasaan khusus selain memanfaatkannya sebagai mainan. Ya, Senora sudah khatam dengan sifat tersembuyi Agares. Laki-laki yang punya senyum ramah di depan banyak orang ini ternyata sosok gila yang akan melakukan apapun demi tujuannya. Tak terkecuali Senora. Ia yakin dirinya hanyalah salah satu bidak catur sang putra mahkota. "Hei...." sahut Senora. Agares menghentikan aksinya. Bekas kemerahan tertinggal saat ia bergeser dari posisinya yang berada di ceruk leher Senora. "Butuh sesuatu?" tanya Agares. khatam dengan kebiasaan Senora yang memanggil ketika mereka tengah melakukan hubungan intim. Hanya ada dua hal, Jika bukan permohonan maka itu akan menjadi pertanyaan. Seperti yang sudah-sudah. "Jika kau menjadi Kaisar. Menurut mu siapa yang cocok menikah dengan ku?" ujar Senora datar. Jujur ungkapan Aslan tadi membuat Senora kepikiran. Agares mengernyit. "Tumben sekali kau minta pendapat ku. Biasanya kau hanya ingin bertanya terkait ambisi mu saja." "Yah, karena saat ini aku lebih memerlukan teman bicara." Agares beralih. Ia mengambil posisi berbaring di samping Senora seraya menjadikan tangannya sebagai tumpuan. "Emh.... kalau yang kau tanya siapa yang cocok menikah dengan mu. Ku pikir itu tidak ada." Senora langsung menoleh dan mendapati wajah tengil Agares. "Haha, wajah mu seperti bertanya 'kenapa?'," ejek Agares. "Yah, karena laki-laki mana pun tidak ada yang mau dengan wanita bekas." DEG! Sakit! "Tapi.... kalau pertanyaan diubah jadi, 'siapa yang cocok menikahi seorang Lady of Lionel' maka jawabannya adalah...." Agares sengaja menggantung kalimatnya. Ia menyaksikan wajah penasaran gadis pemilik mata hazel ini. "Siapa?" desak Senora tidak sabar. "Emh.... akan ku beritahu setelah kau melayani ku." "Tck!" decak Senora. Selalu seperti ini! Walaupun begitu, baju yang tadi masih menempel sempurna kini telah luruh ke lantai. Teronggok menyaksikan kegiatan panas pemiliknya. *** Dress putih dengan kain tipis menerawang membalut tubuh Senora. Setelah kegiatan panas itu ia tertidur pulas sampai lupa menanyakan jawaban Agares. Saat ia membuka mata, sosoknya telah tiada dengan jendela terbuka lebar. Rembulan bersinar terang. Bintang pun tak mau kalah memancarkan sinarnya. Kaki Senora mendekati jendela itu. Menerawang jauh ke halaman depan mansion dari ketinggian lantai dua. "Datang seenaknya pergi pun seenaknya. Dasar!" dengus Senora. "Hah, kira-kira siapa yang akan menjadi pasangan ku? Akan susah jika dia orang seperti si b******k Aslan." Senora mendekap tubuhnya sendiri. Semilir angin malam baru saja menyentuh kulit lengannya. Membuat pori-porinya terbuka dan tubuhnya merinding. "Ku harap dia bukan orang yang menyebalkan.... hm?" jeda Senora. Fokusnya terpatri pada secarik kertas yang ditimpa botol tinta di atasnya. Bola mata Senora bergerak dari samping kiri ke kanan secara perlahan. Ia mengikuti alur tulisan di kertas. Tulisan familiar dari seseorang yang baru saja mengerang di atasnya. Kira-kira isinya seperti ini. "Hei, kau pasti kesal karena aku tiba-tiba pergi tanpa memberi jawaban. Tenanglah! Aku bukan tipe orang yang akan kabur sebelum membayar." "Cih! Tapi bukan itu masalahnya! Dia benar-benar tidak punya sopan santun!" dumel Senora. Ia melanjutkan bacaannya. "Kedatangan ku tadi sebenarnya ingin menyampaikan perihal perjodohan mu yang samar ku dengar dari Kaisar. Dan tak ku sangka aku keduluan Count Aslan. Itu sebabnya kau bertanya seperti itu kan?" "Senora, Calon suami mu adalah Duke Rion Alastair. Seorang pahlawan perang berjasa." "Hemm. ternyata orang itu...." gumam Senora mulai paham. "Lalu.... akan ku katakan ini di awal. Berhati-hatilah padanya!" DEG! Berhati-hati? Seorang Agares ternyata memiliki ketakutan juga ya? Batin Senora. Ah, itu tidak penting sekarang. Yang harus Senora cari tahu adalah kenapa Agares meminta Senora untuk berhati-hati? Senora memandang datar kemudian kertas itu ia remat hingga kusut. Ia berjalan ke arah perapian dan membuang kertas itu ke sana. "Duke Rion Alastair ya?" "Hemm.... sepertinya aku tidak punya ingatan tentang orang itu." "Ah! Punya!" "Aku sempat berpas-pasan dengannya saat acara debutante dulu. Yah, mungkin dia tidak akan mengingat gadis kurus dengan baju lusuh seperti ku." "Seperti apa dia? Kenapa Agares meminta ku berhati-hati?" Malam semakin larut. Senora kembali ke ringkukakannya. Matanya semakin berat sampai akhirnya tertidur pulas. Just Fyi Jadi posisi Agares sama Rion itu tinggian Agares ya. Karena dia Putra Mahkota. Penerus kekaisaran. Kalau ada yang tanya gelar Senora. Gelarnya Viscount. Ngikut Bapaknya. Jadi keliatan banget kan rentangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD