GLSM2 Hilangnya Keperawanan

1212 Words
Renata sudah selesai dirias, dia terlihat sangat seksi menggunakan lingerie berwarna merah menyala. Dia tatap wajahnya di depan cermin. Betapa menderita, dirinya. Setelah gagal merasa bahagia atas pernikahannya dengan Alan, kini dia harus menjadi seorang jalang. "Kamu benar-benar keterlaluan, Lan. Setelah melukai hatiku, kini kamu tega menjual aku dengan laki-laki yang tak aku kenal." Renata berkata lirih dalam hati. Entah bagaimana nasibnya setelah ini. Dia sudah dibeli oleh Kenneth, sebagai pemuas nafsunya. Malam pertama yang seharusnya dia lakukan bersama Alan, kini justru akan dia lewatkan bersama laki-laki yang sudah membelinya. Malam ini akan berubah menjadi malam yang kelam untuknya. "Ayo, kita ke kamar Tuan Kenneth sekarang! Dia sudah menunggu kamu sangat lama," ujar sang pelayan yang membantunya merias. Tak ada pilihan lain untuk Renata, kini dirinya sudah masuk ke dalam perangkap Kenneth. Dia tak mungkin bisa kabur dengan mudah. Saat ini, dia dijaga ketat oleh dua orang bodyguard Kenneth. Renata dibawa oleh dua orang bodyguard ke kamar Kenneth. Kini mereka sudah berada di depan pintu kamar Kenneth. Salah seorang bodyguard, mengetuk pintu kamar Kenneth, dan mengatakan kalau Renata sudah selesai dirias. Mendengar hal itu, Kenneth langsung membuka pintu kamarnya dengan menggunakan remote kontrol. Dia melihat Renata yang sudah berdiri di hadapannya. "Cepat masuk sana!" titah sang bodyguard. Setelah itu, Kenneth langsung mengunci pintu kamarnya kembali dengan remote kontrol kembali. Meskipun Kenneth sudah mulai terlihat mabuk, dia masih bisa melihat kalau wanita di hadapannya sangat cantik dan seksi. Suasana begitu mencekam. Jantung Renata berdegup sangat cepat, dia terlihat tegang. Terlebih saat Kenneth bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan menghampiri dirinya. Aura dingin terpancar dari wajahnya, dan tercium bau alkohol dari mulutnya. "Siapa namamu?" tanya Kenneth yang kini mencengkram rahang Renata kasar. "Renata Wilona," jawab Renata ketus. "Nama yang bagus. Baiklah, sepertinya aku tak perlu berbasa-basi bicara dengan kamu. Pastinya, kamu pun sudah tahu tugas kamu di sini. Aku ingin, kamu memuaskan aku. Kapanpun aku mau. Dan ingat, tak ada cinta diantara kita! Hubungan kita hanya hubungan mutualisme, hubungan saling menguntungkan. Kamu membutuhkan uangku, dan aku membutuhkan tubuhmu untuk melampiaskan hasratku," jelas Kenneth. Perlahan dia menurunkan tali lingerie yang Renata kenakan saat itu, dan kini lingerie itu sudah jatuh ke lantai. Tubuh Renata kini sudah terlihat polos. Renata mencoba menahan rasa sedih. Hatinya begitu hancur kala itu, tubuhnya sampai bergetar. Dia tak menyangka, kalau nasibnya akan terhina seperti ini. Kenneth pun sudah terlihat polos. Dia sudah melucuti semua pakaian yang dia kenakan. Kemudian langsung menuntun Renata ke ranjang, dan mengungkungnya. Tanpa berbasa-basi lagi, dia langsung mencumbunya dengan penuh gairah. Renata hanya bisa menangis kala itu, saat tangan Kenneth menjamah tubuhnya. Terlebih Kenneth melakukan dengan sangat kasar, dengan nafsu yang begitu menggebu-gebu. Kenneth menggigit bibir bawah Renata, agar Renata membuka mulutnya untuk memudahkan dirinya menyelusuri hingga ke rongga. Miliknya pun sudah terasa menegang, terasa menusuk-nusuk pintu area sensitif Renata. Renata terlihat tak berdaya, tenaga Kenneth sangat besar. Tangannya pun dikunci oleh tangan Kenneth. Kini lidah Kenneth bermain di leher jenjangnya, dan sesekali membuat tanda merah di lehernya. Perlahan, namun pasti. Lidahnya kini perlahan turun ke bukit kembar Renata yang cukup besar dan masih terasa kencang. Kini dia menyusu seperti seorang bayi yang kelaparan. Sesekali dia menggigit dan menarik dengan kasar kedua biji kecil itu secara bergantian. Hal itu membuat Renata menjerit kesakitan. Air matanya semakin deras, membasahi wajahnya. "Puaskan aku!" titah Kenneth. Kenneth sudah semakin mabuk, kepalanya terasa pusing. Hingga akhirnya dia memilih untuk membaringkan tubuhnya di ranjang, dan meminta Renata yang melayaninya. Dia meminta Renata memanjakan miliknya dengan mulutnya. Namun, Renata menolaknya. Membuat dia sangat marah. Hingga dia melakukannya dengan kasar, menarik rambut Renata, dan mengarahkannya. "Argh, nikmat Baby. Ya, seperti itu! I like it," ucap Kenneth. Dia terlihat begitu menikmati, tak memikirkan apa yang dirasa Renata. Baginya yang terpenting, kepuasan untuknya. Semakin lama dia pun semakin mempercepatnya. Tak sampai di sana saja. Kenneth semakin tak sabar, untuk mempertemukan miliknya dengan milik Renata. Dia langsung bangkit, dan mendorong Renata dengan kasar ke ranjang. Dia yang akan memimpin permainan. Lidahnya kini bermain di bukit kembar Renata, dan jari tangannya bermain di bawah sana dengan kasar. "Sakit!" pekik Renata. Renata merasakan sakit keduanya. Seakan biji kecil di bukit kembarnya terlepas, dan juga merasa sakit di area sensitifnya. Kenneth melebarkan kedua pangkal paha Renata, dan bermain di sana. Jari tangannya masih terus mengobrak-abrik area sensitif Renata. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Dia sudah tak sabar. Dia pun mulai mengarahkan miliknya. Wajah Renata terlihat tegang dan pucat, dia begitu ketakutan. Kenneth dapat melihat ekspresi wajah Renata. "Rileks! Nikmati saja! Agar kamu tak merasa sakit. Lagi pula, sakitnya hanya di awal saja," jelas Kenneth dan Renata hanya menganggukkan kepalanya. Menolak pun rasanya tak mungkin. Dia sudah tak berdaya. Renata menatap wajah tampan Kenneth. Tak dapat dia pungkiri, kalau Kenneth begitu mempesona. Kenneth pun mulai menggesek-gesekkan miliknya di depan pintu area sensitif Renata. Perlahan dia mulai mengarahkannya. Percobaan pertama, dia gagal. Namun, tak membuat dia menghentikannya. Dia masih terus berusaha. Sampai akhirnya Renata menjerit kesakitan. "Sakit ...." Kenneth berhasil membobol pertahanan milik Renata. Darah segar mengalir dari area sensitifnya. Renata terlihat meneteskan air matanya. Kenneth mencium bibir Renata, untuk menenangkan. Perlahan dia mulai menggerakkan pinggulnya, memompanya secara perlahan. "s**t! Nikmat sekali rasanya," umpat Renata. Milik Renata begitu menggigit. Dia merasa begitu nikmat. Dia pun semakin menggila, semakin mempercepat permainannya. Tangannya asyik meremas-remas bukit kembar milik Renata. Renata mencoba menggigit bibir bawahnya, agar tak mendesah. Perlahan, dia pun menikmatinya. "Sekarang kamu yang di atas!" pinta Kenneth. Kini posisi mereka berubah. Renata yang memimpin permainan. "Aku harus bagaimana? Aku tak mengerti," ucap Renata dengan polosnya. Kenneth tahu, kalau Renata belum pernah melakukannya. Dia mengarahkannya, agar Renata bisa memuaskan dirinya. Renata mengikuti perintah Kenneth dengan baik. Dia tak ingin membuat Kenneth marah kepadanya. Renata mulai memompa naik turun, menggoyahkan pinggulnya. Kenneth pun membantu memegang pinggul Renata, untuk mengarahkannya. "Ya, begitu. Faster, Baby!" Ujar Kenneth. Dia juga memukul b****g Renata agar Renata semakin bersemangat. Renata semakin mempercepatnya, dan Kenneth sudah berada di titik klimak. Hingga akhirnya dia berhasil menumpahkan cairan hangat ke rahim Renata. Renata beranjak turun dari atas tubuh Kenneth, dia terlihat lemas, dan merasa sakit di area sensitifnya. Tak ada kecupan mesra dari Kenneth setelah merenggut kehormatannya. Dia harus menerimanya, karena Kenneth memang tak mencintainya. Kesadaran Kenneth semakin menurun, hingga akhirnya dia tak sadarkan diri. Dia langsung tertidur pulas. Berbeda halnya dengan Renata yang kini sedang menangis di bawah guyuran air shower. Air matanya semakin mengalir deras. Dia juga memegangi dadanya yang terasa sesak. "Daddy, Mami, Rena sudah tak sanggup. Bawa aku dari dunia ini. Aku ingin ikut bersama kalian saja." Rena berkata lirih. Renata meremas-remas rambutnya. Dia merasa hidupnya sangat hancur. Kesombongan dirinya di masa lalu, kini menghancurkannya. "Aku benci kamu, Alan! Sampai kapanpun, aku tak akan pernah memaafkan kamu," ucap Renata. Dia juga meremas tangannya, dan terlihat kebencian diwajahnya. Renata baru saja selesai mandi. Dia keringkan tubuhnya, dan keluar hanya menggunakan bathrobe. Tubuhnya terasa lelah. Dia baringkan tubuhnya di sofa yang berada di kamar itu, hendak tidur, dan berharap apa yang terjadi padanya hanyalah sebuah mimpi. Berbeda halnya dengan Alan yang justru masih terjaga sampai saat ini. Dia sedang termenung di kamarnya, sambil menikmati wine. Dia terlihat mabuk. Sama halnya dengan Renata, Alan pun merasa hancur. Kala mengingat, Renata akan dijamah oleh laki-laki lain. Namun, tak lama kemudian, perasaan itu hilang. Rasa dendam membuat dia tak ingin mengubah keputusannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD