Chapter 6

1450 Words
         Setelah pulang dari kedai kopi tadi, Edgar dan Rachelta terlibat perdebatan, Edgar yang tidak suka jika Istrinya bergaul kembali dengan mantan kekasihnya pun menjadi mendiamkan Rachelta. Saat di dalam mobil tadi siang, Edgar hanya diam saja dan menatap tajam jalan di depannya sambil menancap gas dengan kencang. Saat sampai di apartemen ia juga langsung meninggalkan Rachelta begitu saja, lalu saat makan malam pria itu masih diam saja dan setelah selesai dengan makanannya ia langsung pergi ke kamar. Saat Rachelta masuk kamar sehabis mencuci piring, ia menemukan Edgar dengan wajah dinginnya sedang duduk di depan meja kerjanya sambil menghadap laptop. Rachelta berjalan ke meja belajarnya yang tepat di samping meja kerja pria itu, lalu memulai belajar karena sebentar lagi ia harus menghadapi ujian. Sejenak melupakan masalahnya dengan sang Suami karena kejadian tadi siang. "Kak." panggil Rachelta canggung. Tapi Edgar tidak merespon sama sekali. Pria itu menutup laptopnya lalu beranjak dari kursinya, dan setelah itu memilih untuk tidur. Rachelta yang melihat tingkah Suaminya pun menjadi semakin frustrasi lalu mengacak rambutnya kasar. Jika seperti ini ia tak akan bisa fokus untuk belajar.   Pukul: 05. 10             Edgar menggeliat pelan dalam tidurnya, ia membuka matanya sedikit untuk melirik jam lalu berbalik dan mendapati Rachelta yang masih tertidur. Edgar mendekat lalu memegang wajah Rachelta dan mengelusnya pelan. Mengingat sikapnya kemarin yang jika dipikir-pikir kekanakan membuatnya merasa bersalah. Merasa terusik Rachelta pun mengerakkan tubuhnya sedikit lalu membuka matanya perlahan, ia sedikit terkejut saat mendapati wajah Edgar tepat di depannya. Pria itu tersenyum lembut lalu mendekatkan lagi tubuhnya. Menjajarkan kepalanya di depan Rachelta. "Maaf, tidak seharusnya aku marah seperti kemarin." ucap Edgar. "Aku mengerti, mungkin kau cemburu tapi aku tidak ada niatan untuk dekat dengan Ghazy." jelas Rachelta. Edgar menarik tubuh Rachelta, lalu memeluknya dengan erat. Ternyata tidak saling berbicara membuatnya merasa rindu. "Maaf sudah mengacuhkanmu, aku hanya merasa cemburu dan kesal melihatmu bersama dengan mantan kekasihmu." jujur Edgar lembut. "Dia yang mendekatiku dan aku sudah sebisa mungkin untuk menghindarinya." balas Rachelta. "Saat aku mencintaimu, itu artinya tidak boleh ada laki-laki lain yang mendekatimu, hal itu tidak akan aku biarkan." ucap Edgar lembut sambil mencium rambut Rachelta. "Aku akan menjaga kepercayaanmu, aku janji." ucap Rachelta sambil mendongak agar bisa melihat Suaminya. "Sebenarnya aku tidak terlalu mencintai Ghazy, bahkan saat kami berpacaran pun aku tidak mau melakukan hal macam-macam, kita hanya sebatas bertemu. Rasanya perasaan ini tidak bisa berkembang meskipun sering bertemu, berbeda denganmu, kenapa aku lebih mudah jatuh cinta? Apa ini yang dinamakan takdir." ucap Rachelta. "Cinta bisa tumbuh karena adanya kebersamaan, tapi cinta akan ada selamanya untuk orang yang tepat. Mungkin kita memang sudah berjodoh." ucap Edgar sambil tersenyum. Rachelta juga ikut tersenyum melihat pria itu. Lalu Edgar mencium bibirnya yang sudah sangat ia rindukan sejak kemarin itu, menciumnya dengan perasaan. Sampai hal itu terjadi. Menumpahkan perasaan mereka masing-masing dengan cara mereka sendiri. "Terima kasih, Kak." ucap Rachelta sambil mengecup sekilas bibir Edgar. "Untuk apa?" tanya Edgar heran. "Untuk semuanya yang sudah Kakak lakukan padaku. Membantu keluargaku, dan membiayai kuliahku yang tidak murah." balas Rachelta. "Itu sudah kewajibanku, sayang." ucap Edgar lembut. Rachelta sungguh harus berterima kasih pada keluarga dan juga Edgar karena sudah mau menolong keluarganya, mereka juga memperlakukan dirinya dengan baik. "Kakak tidak bekerja?" Rachelta mengangkat tubuhnya tapi langsung ditarik lagi oleh Edgar, ia ambruk di atas tubuh pria itu lagi. "Tetap di sini, aku ingin seperti ini lebih lama bersamamu." ucap Edgar sambil menghirup aroma tubuh khas Istrinya itu. "Tap-" "Kau ingin apa untuk menebus kesalahanku karena sudah mengacuhkanmu kemarin?" potong Edgar sambil melihat mata Rachelta. "Aku hanya ingin Kakak tetap bersamaku dan jangan pernah mengacuhkanku lagi." pinta Rachelta. "Tentu. Apa tidak ada yang lain? Contohnya meminta sesuatu atau ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Edgar heran, setahunya wanita akan meminta hal yang sangat banyak jika sedang di tawarkan permintaan seperti ini tapi ternyata Istrinya ini berbeda dari wanita yang lain. Membuat Edgar percaya bahwa Rachelta memang wanita spesial yang hanya khusus diciptakan untuknya. "Yang aku butuhkah cuma cinta tulus dari orang yang aku cintai." jawab Rachelta sambil mencium bibir Edgar sekilas. "Tanpa kau minta aku juga akan mencintaimu dengan tulus." balas Edgar. Pria itu merapatkan pelukannya lagi, seakan-akan jika ia tidak memeluknya dengan erat maka Rachelta akan pergi dan meninggalkan-nya, ia tidak mau semua itu terjadi dan dirinya hanya ingin bersama wanitanya ini selamanya.                                                                                               ***            Semenjak kejadian itu hubungan mereka menjadi semakin dekat dan sangat baik. Tapi karena Rachelta akan mengikuti ujian akhir, ia dan Edgar sepakat untuk tidak terlalu dekat karena wanita itu harus benar-benar fokus untuk belajar. Sebenarnya Edgar tidak setuju tapi harus bagaimana lagi, Rachelta sangat memaksanya dan mau tidak mau ia harus menurutinya. Mereka hanya bisa dekat saat akan tidur sampai bangun tidur dan untuk rencana mereka yang ingin mempunyai anak, mereka masih melakukan-nya tapi tidak serutin sebelumnya, hanya waktu sabtu dan minggu mereka bisa melakukannya karena di hari itu Edgar dan Rachelta sama-sama libur. Edgar sangat memanfaatkan kesempatan itu karena ia sangat merindukan wanitanya dan begitu juga dengan Rachelta. Sampai berbulan-bulan lamanya mereka melakukan peraturan itu dan sekarang hal itu sudah berakhir karena Rachelta telah wisuda. Rachelta mendapatkan hasil yang cukup baik, ia sangat senang dan berterima kasih pada Edgar yang mau mengerti dan sabar selama ini. Saat wisudanya tadi pagi, seluruh keluarga hadir untuk memberikan selamat pada Rachelta hanya saja ada dua saudaranya yang tidak hadir yaitu Kakaknya Edo dan Adiknya. Edo harus pergi ke Amerika karena Adik bungsunya juga beberapa hari ke depan akan melakukan wisuda. Tapi ia juga tidak lupa untuk memberika selamat untuk Rachelta. Sekarang ini mereka sedang berkumpul di rumah keluarga Anthony, terkecuali Ibu nya Rachelta yang sudah memilih pulang terlebih dulu. Edgar duduk bersama Papanya sedangkan Rachelta duduk di depannya bersama dengan Mama dan Zoya. "Sekarang aku memiliki anak seorang Dokter" ucap Papa Edgar yaitu Vardy sambil tersenyum. "Benar sekali" balas Viola sambil tersenyum ke arah Rachelta yang berada di samping kirinya. "Kak Rachel, ingin bekerja atau tetap di rumah?" tanya Zoya yang ada di sebelah kiri Rachelta. "Aku akan beker-" "Kau tidak boleh bekerja, dan akan tetap di rumah." sela Edgar cepat. "Tap-" "Aku bilang tidak." potong Edgar sekali lagi. "Edgar, kau tidak boleh begitu." tutur Vardy. "Iya nak, jangan buat Rachel tertekan jika ada di rumah terus." Viola pun juga ikut menuturi anaknya. "Jika aku jadi Kak Rachel, aku tidak akan mau menuruti Kak Edgar yang keras kepala." cibir Zoya. "Kalian semua sama saja. Jika aku bilang tidak ya tidak!" ucap Edgar kesal lalu memilih pergi ke kamarnya di lantai atas rumah orang tuanya. "Anak ini tidak berubah, tetap saja keras kepala" ucap Vardy yang sudah hafal dengan sikap Edgar yang tidak mau di bantah. "Aku akan menyusulnya." ucap Rachelta lalu berdiri. "Jika dia masih marah kau tidak perlu takut, dan kalau bisa merajuklah, pasti dia langsung kalah." saran Vardy. "Itu seperti Papa dan Mama jika sedang bertengkar." ucap Zoya sambil tertawa, membongkar aib orang tuannya. "Kalau begitu aku akan menemuinya." ucap Rachelta. Rachelta pun berjalan mengikuti arah perginya Edgar, ia membuka pintu kamar pria itu lalu masuk ke kamar dan mendapati Edgar sudah berbaring di tempat tidur, dengan hanya penerangan lampu kecil di samping ranjangnya. Pria itu memang sudah mematikan lampu utama dan membiarkan kamarnya redup hanya dengan lampu kecil di samping ranjangnya itu. Rachelta mengunci kamar pria itu, lalu menaiki ranjang samping Suaminya. Ia memeluk Edgar dari belakang sambil menciumi pipinya. "Apa kau sudah tidur?" tanya Rachelta pelan. Edgar membuka matanya dan berbalik menghadap Rachelta dengan muka datar andalannya. "Apa aku membangunkanmu?" tanya Rachelta lagi, sebenarnya ia selalu takut jika di tatap seperti itu oleh Edgar. Rachelta bertanya lagi tapi Edgar tetap saja bungkam, sampai ia ingat pesan Papa mertuanya tadi. Mungkin mencobanya tidak ada salahnya. "Jika Kakak tetap seperti ini, lebih baik aku pulang saja ke rumah Ibu. " ucap Rachelta sambil menegakkan duduknya. Belum sempat berdiri, Edgar sudah terlebih dulu menarik tangan wanita itu lalu menindihi tubuhnya, ia menciumi bibir Rachelta dengan kasar sampai-sampai membuat wanita itu tersedak, karena merasa terkejut dan tidak siap menerima ciuman dari Edgar. Setelah itu Edgar melepaskan ciumannya dengan mata yang sudah memerah. Menatap Rachelta tajam sambil merapatkan rahangnya. Membuat Rachelta sangat takut sekarang. Wanita itu tidak bisa menatap mata Edgar dan lebih memilih menunduk. "Tatap Mataku!" ucap Edga tajam. "I...Iya." jawab Rachelta takut sambil mendongak menatap Edgar. Edagr tersentak saat mendapati mata Istrinya sudah berair. Seketika itu membuat pertahanannya runtuh. "Maaf." ucap Edgar khawatir sambil mengusap mata Rachelta. Edgar turun dari badan Rachelta dan langsung menarik tubuh wanita itu pelan untuk dipeluk. "Maaf, tidak usah menangis." ucap Edgar. "Janji tidak marah?" tanya Rachelta. "Aku tidak marah." balas Edgar. Karena memang dirinya tidak marah, hanya saja ia tidak suka jika hidupnya harus diatur-atur oleh orang tuanya terlalu jauh, karena ia juga punya pilihan sendiri, jadi lebih baik pergi daripada menimbulkan perdebatan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD