Chapter 8

1910 Words
Pukul: 17. 00   "Kak Rachel." panggil seseorang yang baru masuk ruangan inap Rachelta. Dia menghampiri Rachelta yang sedang duduk bersandar, ia tersenyum lalu memeluk tubuh wanita itu erat begitu juga dengan Rachelta yang juga membalas pelukannya. Rachelta mengecup kedua pipi orang itu dan begitu sebaliknya, mereka berdua tersenyum bersama. "Aku sangat merindukanmu Kak." ucapnya manja "Aku juga." balas Rachelta sambil tersenyum. Rachelta melihat ke arah Suaminya yang sedang menatapnya dengan tajam dan rahang yang mengeras. Tapi Rachelta mengalihkan lagi pandangannya dan tidak memperdulikan Edgar. "Kau terlihat semakin tampan." puji Rachelta. "Benarkah? Kak Rachel, juga tambah cantik." balas orang itu sambil tersenyum malu. Sedangkan Edgar, dia tidak usah di tanya lagi yang jelas ia merasa tubuhnya sudah terbakar menahan marah dan cemburu, apalagi Rachelta yang juga mengabaikan-nya, jadi sekarang komplitlah amarah Edgar. "Apa kau datang sendiri?" tanya Rachelta. "Iya, Kak Edo tidak bisa mengantar." "Kapan kau pulang?" tanya Rachelta sekali lagi, ia sedikit melirik Edgar yang sedang mengepalkan tangannya kuat. Sepertinya menyenangkan untuk sedikit mengerjai Edgar. "Tadi pagi." balas orang itu. "Kau pasti lelah." ucap Rachelta kasihan. "Tidak. Apa itu Suami Kak Rachel?" tanyanya saat baru sadar ada seseorang di kursi jenguk samping Rachelta. "Iya." jawab Rachelta sambil tersenyum. Orang itu berdiri lalu mengulurkan tangannya kepada Edgar sambil tersenyum ramah. Sedangkan Edgar menatapnya tidak suka, ia membalas uluran tangan orang itu dengan kuat lalu berdiri. "Edgar Anthony, Suami Rachelta." ucap Edgar sambil sedikit menekan kata Suami. "Aku tahu. Perkenalan aku Dirga, Adiknya Kak Rachelta." jawab Dirga sambil tersenyum. Rachelta menahan tawanya saat melihat perubahan raut wajah Edgar yang sedikit membelalakkan matanya. "Apa?" tanya Edgar. "Dia yang pernah aku ceritakan Kak." jelas Rachelta sambil terkekeh. Edgar yang melihat Rachelta sedang terkekeh pun mengerti bahwa wanita itu memang sengaja membuatnya kesal dan marah. Edgar duduk kembali sambil menatap Rachelta kesal, sedangkan yang di tatap malah cengengesan. "Edgar, Rachelta." panggil Viola saat baru membuka pintu. Mereka bertiga menoleh untuk melihat siapa yang datang. Edagr tersenyum lalu berdiri. "Masuklah Ma." jawab Edgar. Viola, Vardy dan juga Zoya masuk dengan senyum yang mengembang sempurna. Di tangan Zoya terdapat banyak makanan yang ia bawa untuk Kakak Iparnya. "Edgar sudah memberi tahu kami. Selamat untuk kalian berdua." ucap Viola sambil mengusap rambut Rachelta sayang. "Selamat nak." ucap Vardy sambil tersenyum bahagia. "Kak Rachel, dan kak Ed, selamat." ucap Zoya sangat semangat lalu memeluk Edgar dan Rachelta bergantian. "Terima kasih semua." balas Rachelta sambil tersenyum bahagia. "Kak Rachel, ini siapa?" tanya Zoya sambil menunjuk Dirga dengan dagunya. "Ini Dirga. Adikku." jawab Rachelta. "Dirga, Adiknya  Kak Rachel." ucap Dirga sambil menyalami ketiga orang yang baru datang. "Zoya. Adik Kak Edgar." ucap Zoya semangat sambil menjabat tangan Dirga. "Iya." jawab Dirga membalas senyum Zoya. Mendengar pintu yang diketuk, Edgar pun berjalan untuk membuka pintu ruangan itu. Ternya yang mengetuk pintu adalah Dokter yang akan memeriksa Rachelta. Dokter itu masuk dan mulai memeriksa keadaan Rachelta. Ia tersenyum melihat ekspresi wajah semua orang yang tampak sangat bahagia. "Apa anda Suami nyonya Rachelta?" tanya Dokter itu pada Edgar. "Iya." jawab Edgar singkat. "Aku harus memberi tahu sesuatu pada kalian semua terutama Suami nyonya Rachelta. Kandungan nyonya Rachel masih sangat muda dan lemah, jadi kalian harus menjaganya dengan hati-hati karena di masa ini kandungannya masih rentan untuk mengalami keguguran." jelas Dokter. Mendengar kata keguguran membuat semua orang di sana diam seribu bahasa, terutama Edgar dan Rachelta. Mereka tentu saja tidak mau hal mengerikkan itu terjadi. "Untuk sementara karena kendungan nonnya Rachelta masih rentan, kalian bisa menjaga kegiatan Suami Istri terlebih dulu untuk kebaikan janin nyonya Rachelta." lanjut Dokter itu. Bahkan jantung Edgar masih belum normal setelah mendengar kata keguguran, dan sekarang ia harus menerima kenyataan pahit yaitu tidak bisa berhubungan dengan Rachelta dulu. Ayolah bahkan Edgar sudah jarang berhubungan saat Rachelta harus fokus dengan pendidikannya, dan saat dia baru ingin senang-senang dengan Istrinya malah ada ujian lagi untuk dirinya. "Kak Edgar, berhenti terlihat bodoh." ucap Zoya saat melihat tampang Kakaknya yang sedang menatap kosong ke arah ranjang Rachelta. "Itu saja, jadi saya permisi." ucap Dokter tersebut lalu keluar. "Ada apa?" tanya Edgar saat semua orang sedang melihatnya. Rachelta memegang tangan Edgar erat, wanita itu tersenyum sangat lembut pada Edgar yang tampak sangat kelelahan dan lemas. Pria itu memang belum istirahat sama sekali sejak tadi siang, ia lelah? Itu benar, ia sedih? Itu benar dan ia juga bahagia? Itu juga benar. Perasaan Edgar sudah tercampur aduk sekarang dan tak bisa lagi diucapkan dengan kata-kata.                                                                                               ***   Pukul: 21. 00   Karena hari semakin malam, semua orang pun memutuskan pulang dan sekarang tingallah Edgar dan Rachelta di ruangan itu. "Tidurlah." suruh Edgar sambil menggenggam tangan Rachelta erat. "Apa Kakak lelah?" tanya Rachelta pelan. Ia sungguh tidak tega melihat wajah tampan Suaminya itu yang tampak sangat lelah. "Tidak. Sekarang tidurlah." ucap Edgar. "Wajahmu tidak bisa berbohong Kak." balas Rachelta. Rachelta memiringkan tidurnya lalu memundurkan tubuhnya dan menepuk tempat di sebelahnya. Mengisyaratkan Edgar untuk tidur di sana. "Tidurlah sendiri untuk malam ini." ucap Edgar sambil mengelus rambut Rachelta. "Tapi aku ingin tidur denganmu." rengek Rachelta manja. "Baiklah, tapi nanti kalau tidak nyaman kau harus bilang." ucap Edgar yang tidak tega menolak permintaan Istrinya. Edgar menaiki ranjang Rumah Sakit yang kecil itu, ia berbaring menghadap Rachelta yang sedang tersenyum lebar padanya. "Aku masih tidak menyangka kalau aku sedang mengandung sekarang." ucap Rachelta antusias, sedangkan Edgar hanya tersenyum menanggapinya "Apa Ibumu tidak kesini?" tanya Edgar. "Ibu dan Kak Edo masih mengurus pekerjaan yang sedang ada masalah." jawab Rachelta sedih. Edgar bisa menangkap nada kesedihan dari ucapan Rachelta, dan ia harus bisa membuat wanita ini melupakan kesedihannya. Pria itu tersenyum dan mengecup bibir Rachelta lama. Ia hanya menempelkan saja sambil menarik pinggang wanita itu mendekat. Edgar melepaskan ciumannya lalu menatap Rachelta dalam diam sambil tersenyum lembut bercampur lelah. "I love you." ucap Edgar pelan bahkan menyerupai bisikan. "Aku juga mencintaimu." balas Rachelta  lembut. Rachelta merapatkan tubuhnya ke d**a Edgar, ia mengelus pelan d**a pria itu sambil tersenyum. "Jangan menggodaku." ucap Edgar. Membuat Rachelta mendongak menatap Edgar, tapi tangannya masih belum berhenti dari aktivitasnya. "Aku tidak menggoda, aku hanya menyukai ini." balas Rachelta tanpa bersalah. "Hentikan." ucap Edgar sambil menatap Rachelta dalam. Rachelta menghentikan aksinya lalu berganti meletakkan kepalanya di d**a bidang pria itu, membuat Edgar tersenyum. Ternyata Istrinya ini sangat penurut. "Tidurlah kau harus banyak istirahat." ucap Edgar sambil mencium rambut Rachelta. "Kakak juga." balas Rachelta. "Iya. Selamat malam Istriku." ucap Edgar. "Selamat malam juga Suamiku." sahut Rachelta.          Mereka tersenyum bersama lalu memulai tidur dia atas ranjang yang sepit itu sambil berpelukan erat. Ranjang yang jauh berbeda dari ranjang mereka di apartemen yang berukuran besar dan mewah. Tetapi meskipun begitu ranjang sempit ini masih dapat membuat mereka melepaskan lelah dan menyatukan kebahagiaan mereka melalui pelukan yang sangat hagat dan nyaman.                                                                                               ***   Pukul: 01. 20           Di jam yang masih menunjukkan dini hari, Rachelta menggeliat dalam tidurnya, ia semakin merapatkan pelukannya pada tubuh Edgar dan bergerak gelisah di d**a bidang pria itu. Edgar yang merasa terusik mulai membuka matanya pelan, ia melihat Rachelta yang sedang bergerak gelisah di sampingnya. "Rachelta, kau kenapa?" tanya Edgar lembut, dengan wajahnya yang masih sangat mengantuk. Rachelta mendongak melihat Edgar dengan tampang yang masih mengantuk, ia semakin merapatkan tubuhnya lagi. "Dingin." ucap Rachelta manja. Edgar menarik selimut di bawahnya sampai menutupi tubuhnya dan Rachelta hingga sampai leher, ia juga merapatkan tubuhnya dan mengelus punggung wanita itu lembut untuk memberikan kehangatan. "Apa sudah hangat?" tanya Edgar. "Sudah lebih hangat." gumam Rachelta. "Sekarang tidurlah." suruh Edgar lembut. Rachelta menurut dan mulai tidur kembali karena dia juga masih mengantuk. Tapi tidak dengan Edgar yang harus tetap mengelus punggung Istrinya itu untuk memastikannya agar tetap hangat. Setelah memastikan jika Rachelta sudah tidur, Edgar pun memutuskan untuk kembali tidur.   Pukul: 06. 30            Edgar membuka matanya perlahan dan melihat Rachelta yang masih tidur dengan pulas, ia tersenyum dan mengusap pipi wanitanya itu dengan lembut. Tapi hal itu malah membuat Rachelta menggeliat pelan lalu membuka matanya perlahan, wanita itu menatap Edgar yang sedang tersenyum melihatnya. "Pagi." ucap Rachelta, membalas senyum Edgar. "Pagi." balas Edgar. Edgar mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Rachelta lembut, tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya, bahwa bukan hanya mereka saja yang ada di ruangan itu. Mereka adalah Viola dan Zoya yang masih setia melihat aksi Edgar dan Rachelta. Bahkan Ibu dan anak tersebut sudah menunggu Edgar dan Rachelta sebelum mereka berdua bangun. Rachelta mendorong d**a Edgar pelan, untuk mengatur nafasnya yang tidak beraturan. "Morning kiss." ucap Edgar. Edgar kembali mengecup sekilas bibir Rachelta lalu tersenyum lagi, pria tersebut merasa sangat-sangat bahagia sekarang. "Ehm." deheman Viola terdengar, sebelum mereka melanjutkan aksinya lagi. Edgar dan Rachelta menoleh saat mendengar suara Viola. Mereka bisa melihat jika Viola dan Zoya sedang duduk manis di sofa ruang tunggu di kamar itu. Sungguh Rachelta sangat malu saat ini, tertangkap basah saat sedang berciuman.         Sedangkan Rachelta yang menahan malu sambil menundukkan wajahnya. Edgar malah santai-santai saja menanggapinya, bagi pria itu hal ini wajar terjadi pada pasangan Suami Istri, apalagi mereka sedang berbahagia sekarang. Edgar mengubah posisinya menjadi duduk dan diikuti juga dengan Rachelta di sampingnya. "Mama datang pagi sekali." ucap Edgar. "Mama membawa sarapan untuk kalian." balas Viola sambil menunjukkan barang bawaannya pada Edgar Rachelta. "Terima kasih, Ma." ucap Edgar, ia ingin berdiri tapi lengannya di pegangan kuat oleh Rachelta. "Kakak mau ke mana?" tanya Rachelta. "Kamar mandi." jawab Edgar. Rachelta melepaskan pegangannya dengan terpaksa, entah kenapa tapi ia ingin selalu bersama dengan Suaminya. "Kau aneh hari ini." ucap Edgar. "Itu karena dia sedang hamil, Edgar, biasanya ada dua sifat yaitu ingin dekat dengan Suami dan ada juga yang ingin jauh dari Suami" jelas Viola. Edgar hanya mengangguk menanggapi, ia berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Rachelta menatap sarapan yang tadi di bawakan suster untuknya, ia sama sekali tidak ingin memakan sarapan ini, bahkan mencium baunya saja sudah membuatnya mual apa lagi memakannya. "Jangan hanya dilihat. Makanlah." suruh Edgar saat sudah keluar dari kamar mandi, ia sudah selesai mandi dan terlihat lebih segar dari sebelumnya. "Apa makanannya tidak enak?" tanya Edgar. "Aku tidak bernafsu." jawab Rachelta. "Mama sudah membujuknya untuk makan masakan Mama saja tapi dia bilang memang sedang tidak bernafsu makan." sahut Viola. "Ingat jika di dalam tubuhmu sekarang ada seorang anak yang juga butuh makan." ucap Edgar membujuk Rachelta dengan selembut mungkin. Rachelta terdiam sambil melihat makanan di tangannya, sungguh ia tidak ingin makan tapi dirinya juga tidak boleh egois karena benar yang dikatakan Edgar bahwa ia tidak sendiri, di dalam perutnya sekarang ada anak dari buah cintanya dan pria itu, jadi ia harus menjaganya. Edgar mengambil mangkuk di tangan Rachelta, lalu meletakkan di atas nakas. Pria itu mengambil masakan yang sudah Mamanya bawakan untuk dirinya dan juga Rachelta, lalu ia menyuapkan sesendok ke depan Rachelta, tapi wanita itu hanya melihatnya saja, sungguh dia sangat mual mencium baunya tapi harus bagaimana lagi, ia harus tetap memakan-nya dan dengan terpaksa ia pun membuka mulut. Edgar tersenyum melihatnya. Rachelta tidak banyak mengunyahnya dan dengan terpaksa harus menelan makanan itu dengan cepat. Begitu seterusnya sampai dia merasa sudah tidak kuat. Rachelta mengatakan jika terus dipaksakan untuk makan, dirinya bisa muntah. Edgar pun mengeti dan mengerikan kegiatannya menyuapi Rachelta. Setelah itu Edgar memakan sarapannya setelah Viola menyuruh putranya itu. "Kak, aku kan tidak sakit. Jadi kapan aku bisa pulang dari sini?" tanya Rachelta. "Nanti sepertinya sudah bisa pulang, sepertinya memang tidak harus berlama-lama di sini, pasti kau juga tidak nyaman." ucap Viola. "Iya Ma, aku tidak mau di sini lama-lama." ucap Rachelta. "Nanti akan aku tanyakan pada Dokter." ucap Edgar. Selagi menunggu Edgar yang sedang makan, Viola dan Rachelta terus berbicara mengenai urusan wanita yang terkadang sedikit tidak bisa dipahami oleh Edgar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD