8. Dissapointed

1071 Words
Ara POV Jujur aku belum bisa melupakan kejadian tadi, tapi entah apa yang terjadi semua amarah, kekecewaan dan semua u*****n yang aku rancang menghilang ditelan tatapan Alex. Hingga akhirnya aku hanya dapat  terdiam dan mendengar setiap apa yang Alex ucapkan. Mungkin memang benar jika Cinta itu buta dan tuli, tapi apakah harus bisu juga? Entah apa yang cinta lakukan hingga merubah ku bertekuk lutut di hadapanya. Aku beranjak pergi meninggalkan apartemen Alex, tanpa sepengetahuannya. Entah pergi kemana dia, aku hanya sedang tidak ingin menatap wajahnya, aku butuh sahabatku. Rere. Dengan menggunakan taksi aku pergi menuju rumah Rere, karena hanya dia yang bisa sedikit membuatku tenang dengan meluapkan segala isi hatiku, dia sahabatku. Beberpa menit ku lalui di perjalanan dengan memainkan kelima jariku, hingga sampailah aku di rumah Rere. Ting..tong...ting...tong..!! Aku menekan bel dan menunggu hingga ada seseorang yang didepan pintu. "Ara, masuk yuk mau ketemu Rere kan?" tanya Tante Mourin, Ibu dari Rere. "Iya Tante, makasih ya Tan." "Kamu langsung ke kamarnya aja yah, Tante mau pergi keluar dulu sebentar." Ujar Tante Mourin. "Iya Tan, hati-hati!" Ucapku. Setelah tante Mourin menghilang dari pekarangan rumahnya, aku langsung bergegas menuju kamar Rere. "Re..Rere...! REEE!" Panggilku sedikit berteriak. "Kenapa sih-eh kamu Ra, kenapa? Mau curhat? Iyaa, boleh yah? Boleeh..." "Ihh paan sih Lo, gue masuk yah." ucapku, dan Rere pun mengangguk. Di atas tempat tidur, bermodalkan bantal untuk menopang tangan, aku langsung memulai cerita. Aku menceritakan semua yang terjadi, setelah Rere pergi meninggalkan ku bersama Alex. "Oh jadi gitu, terus kalo lo udah maafin dia, kenapa Lo curhatin lagi ke Gue, Ra?" Bingung Rere pada ku. "Sebenarnya, gue masih sakit hati." Jawabku dengan mata yang kembali berkaca-kaca. "Dia bohongin gue, dia bilang ada urusan penting tapi-- hiiksss..." "Jangan nangis juga kale, kenapa lo maafin dia sih?" Tanyanya padaku. Bahkan aku pun tidak tahu kenapa aku langsung memaafkan Alex saat melihatnya menangis. "Gue..gak tauu..." Jawab ku sambil menelusupkan kepala ke bantal. "Terus lo mau nya apa?" "Ap..apa gue putus aja ya Re, hikss..?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku. "Lo apa-apaan sih, inget jangan maen-maen sama kata PUTUS, gue gak mau Lo nyesel." Ucap Rere mengingatkanku. "Tapi cewek itu tinggal sat... Satu rumah sama Alex, Re...!!!" Racau ku bingung. "Alex gak mungkin selingkuh Ra, gue percaya." "Maksud lo?" "Ya gitu, Alex gak bakalan selingkuhin lo!" "Tapi gue cemburu Re, gue sakit hati liat mereka, ap... apa lagi satu rumah Re..." Rengek ku. Rere mengangguk paham. "Sabar aja dulu," Aku hanya terdiam. "Dan kalo pun Lo bisa putus terus move on, Alex gak bakalan pernah ngelepasin Lo, karena dia sayang dan cinta sama lo." Lanjutnya. "Gue denger denger dari tadi, Lo terus belain Alex, Re." tuduhku dengan menatapnya. "Gue gak ngebela Ra, tapi asal lo tau, Lo cemburu aja sakit kan? Apalagi kehilangan orang yang kita sayang." Jelas Rere. "Heuh, tau darimana Lo rasanya kehilangan?" ucapku tersenyum miris. "Lo apaan sih, jadi sinis kayak gini sama gue?" tanya nya yang sudah mulai terpancing emosi dengan ucapanku. "Gak pa-pa, gue cuma sensi aja Re, Gue pamit pulang yah! daah see you!" Setelah mengeluarkan semua yang menjadi unek-unek, aku pamit pulang. Di dalam taksi menuju pulang, aku terus berpikir apa yang harus aku lakukan, melupakan dan memaafkan, atau memaafkan lalu tinggalkan, hanya itu yang berkecamuk dalam ingatanku. Ckiiiittt....ckiitttt... Dughh "Aduh!" pekiku ketika jidat ku terkena jendela taksi. "Ada apa pak?" tanyaku pada supirnya. "Maaf Mba, sepertinya ada yang ingin menemui Mba-nya." ucap sopir tersebut. Saat aku keluar dari taksi, taksinya pun berlalu pergi sesuai permintaanku. Namun benar-benar diluar dugaan, aku kira Alex yang ingin menemuiku tapi ternyata, bukan. "We need to talk, Ra." Ucap Keyla yang entah ingin membicarakan apa. Karena penasaran dengan hal yang ingin dibicaran. Aku pun menurutinya, dan duduk di kursi taman tepat di hadapanya. "Gue, Keyla, sahabat Alex." ucapnya menyodorkan lengan dan aku pun membalasnya. "Gue tau kok." singkatku, "apa yang mau Lo omongin?" Lanjut ku. "Gue minta Lo jauhin Alex." Itu permintaan atau sebuah perintah. "Maksud lo?" "Lo tau kan Ra, gue sahabatan sama Alex itu udah dari kecil, lo pasti pernah denger tentang sahabat jadi cinta. Itu yang gue alami." Jelasnya. Dan aku paham akan hal itu. "Tapi Alex enggak. Percuma juga kalau gue ngerelain Alex, dianya yang gak mau. Kalau dia emang punya perasaan sama lo, dia pasti bakalan nembak lo dari dulu." Ucapku yang secara tidak langsung menolak permintaannya. "Gue mohon Ra..." Mohonya padaku. Ya tuhaan apa yang harus aku lakukan kenapa dia memohon padaku. Dan kau tau aku tidak bisa melihat seseorang memohon padaku seperti ini. Bingung, itu yang aku rasakan. "Gue gak bisa Key, Gue sayang sama dia gue cinta sama dia dan gue belum siap buat kehilangan dia. ucapku. "Tapi lo udah pernah ngerasain milikin dia Ra, sedangkan gue kehilangan seseorang yang belum pernah kita miliki itu sakit Ra, mau kita cegah segimanapun caranya, itu gak bakalan ngaruh..." Ucapnya lagi dan semakin membuat ku bingung antara iba dan kesal karena dengan seenaknya dia menyuruhku meninggalkan Alex. "Gue mohoon Ra, hikkss..." mohonya lagi yang kini dengan tangisan. "Gue bener-bener gak bisa Key, sorry..." Mendengar ucapanku, Keyla langsung menyeka Air matanya dan berkata. "Lo bakal nyesel sama keputusan Lo, tanpa Lo setuju gue bisa jauhin Alex dari lo! INGET ITU." Tekannya. Aku sangat terkejut mendengar ucapanya, aku kira dia tulus memohon padaku tapi ternyata, tidak. Tiinn...tiinn...tinnn... Suara mobil siapa itu? Aku pun langsung berbalik. "Ara!" Ternyata itu Alex "Al... Alex kamu--" ucapku gugup. Melihat dari tatapan dan diamnya, aku sudah bisa menebak bahwa dia marah karena aku pergi tanpa memberi tau nya. Namun bukanya menjawab, Alex justru beralih memandang Keyla. "Key, kamu bareng Ara?" "Emh? Eh iya, kebetulan aku ketemu Ara di depan apartement kamu, jadi ya aku anterin aja sekalian." jawab Keyla dengan senyum manisnya. Aku sangat membenci wanita ini. Sangat. "Kenapa diem? Masuk ke mobil Ra." Tanpa banyak bicara, aku pun masuk ke dalam mobilnya. Apa yang harus aku lakukan. Memberitahu Alex apa yang Keyla katakan? Jika aku melakukan itu, apakah Alex akan percaya. Tentu saja tidak, bukan begitu. Sahabat adalah sahabat, sahabat itu hadir sebelum aku datang. Alex pasti akan sulit untuk mempercayaiku. Aku butuh bukti. Alex mulai menjalankan mobilnya. "Kenapa pulang gak bilang-bilang?" Tanya Alex. "Tadi, tadi aku buru-buru takut ke maleman." Jawabku berbohong. Alex tersenyum. "Buru-buru atau menghindar?" Aku terdiam. Dari mana Alex tau itu? "Rere udah ceritain semuanya," ucap Alex. Rere? Aku tidak percaya, tapi jika buka dia, dari siapa lagi. Karena hanya Rere yang mengetahui hal itu. Aku harus menanyakannya nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD