Bab 1. Rayuan Bos Mes*m

1571 Words
“Ouhh … ahh,” desah seorang gadis cantik yang saat ini berada di bawah tindihan seorang pria tampan. Gadis itu bernama Zealova Elex Steward. Gadis bertubuh ideal yang disukai banyak pria diluar sana, hanya saja ia selalu menjaga keperawanannya dan tidak membiarkan siapa pun menyentuhnya. Namun, kali ini berbeda, semua hal yang ia pertahankan, ia lepas begitu saja seakan tak bisa membantah perintah sang bos. “Sakit, Tuan. Aku nggak kuat …,” lirih Zea mengerang kesakitan. Wajar saja, kali pertama dialaminya. “Tenang aja, Sayang! Sakitnya cuma sebentar, setelah itu kamu akan merasakan kenikmatan yang luar biasa.” Benar seperti yang dikatakan pria itu, rasa sakit yang Zea rasakan perlahan berganti kenikmatan yang membuatnya sampai mendesah berulang kali karena permainan pria yang merupakan atasannya di kantor. “Menikahlah denganku!” Di sela permainan panasnya, pria bernama Tristan itu berucap. Mengatakan dengan sadar tanpa pengaruh alkohol. *** Beberapa menit sebelum adegan panas itu terjadi, Zea terlihat sedang mengikuti langkah Tristan-bosnya menuju sebuah kamar hotel bintang lima yang berada di pusat kota Las Vegas. “Ayo masuk!” Tiba-Tiba perintah itu terdengar mengejutkan. Zea seketika gugup. Bagaimananya tidak seharusnya gadis itu masuk ke kamar sang bos. “Tapi, Tuan … kamar saya ada di lantai 2. Tadi Tuan Roland sudah memberikan akses card kamar saya,” jawab Zea memberi tahu bahwa asisten pribadi Tristan sudah menyiapkan kamar untuknya di lantai berbeda dengan sang bos. “Tidak masalah. Masuk saja!” Mendapatkan perintah dari sang bos, Zea tak mampu membantah. Meski ragu, gadis itu pun melangkah masuk. Gugup karena ia tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam nanti. Terlebih lagi jika mengingat status Tristan yang merupakan atasannya. Pria adalah seorang CEO dari perusahaan keluarganya yang bergerak di bidang industri otomotif, seluler, dan juga perbankan terbesar di kota New York. Jadi, bagaimana mungkin seorang Zea bisa tidur dengan bosnya? “Baik, Tuan.” Mengingat sikap Tristan yang cukup dingin dengan bawahannya saat di kantor, Zea pun tak bisa menolak jika sang bos sudah memberi perintah. “Tidurlah denganku!” Baru saja keduanya masuk ke dalam, perintah selanjutnya sudah diucapkan Tristan. Pria itu benar-benar to the point dan tidak basa basi. “Dasar bos m***m!” Zea tidak terlalu kaget mendengarnya. Sesuai dugaannya, sang bos pasti akan meminta hal yang sangat dihindarinya itu. Susah payah menjaga kesuciannya selama ini, tidak mungkin Zea melepaskan begitu saja. “Maaf, Tuan, saya tidak bisa,” jawab Zea setelah sempat mengumpat karena tawaran sang bos. “Kenapa, Zea?” Tristan bertanya sambil menatap gadis itu yang secara terang-terangan menolak ajakannya. “Saya belum pernah, Tuan. Apa kita harus melakukannya?” “Iya, harus dan kamu tidak punya wewenang untuk membantah perintah saya!” “Tapi, Tuan–” “Kamu takut?” tanya Tristan menatap Zea dan berjalan pelan menghampirinya. “Aku tidak tahu apakah ini benar,” kata Zea mengalihkan pandangan. “Semua akan baik-baik saja, kamu hanya perlu mengikuti apa yang kuinginkan. Setelah selesai, kamu bisa mendapatkan uang dan semua yang kamu inginkan. Seharusnya mereka berada di sini untuk urusan bisnis, ia dan Tristan harus bertemu dengan klien esok hari. Namun, siapa sangka bosnya itu malah mengambil kesempatan dengan menyuruhnya tidur bersamanya. Dan, bodohnya lagi, Zea yang awalnya sempat menolak, akhirnya tak kuasa menolak tawaran dari pria yang nyaris sempurna di matanya. Bukan hanya memiliki wajah yang rupawan, pesona Tristan memang sulit diabaikan oleh wanita mana pun. “Apa tidak masalah jika kita melakukannya, Tuan?” “Apa yang membuatmu takut? Kamu takut aku akan meninggalkanmu?” tanya Tristan. Zea menunduk. “Jangan takut!” ucap Tristan coba meyakinkan Zea. Tristan pun memutar tubuh Zea agar menghadapnya, lalu mulai memagut bibir ranum gadis itu tanpa izin kepada sang pemiliknya. Awalnya hanya sebuah ciuman biasa. Namun, berubah menjadi pagutan liar yang tak bisa dihentikan seolah candu pada bibir Zea. Tristan melangkah maju membuat Zea bersandar pada dinding kaca dengan pemandangan indah di luar, Tristan masih terus memagut bibir Zea, menggigitnya dan membuat gadis itu mulai mengerang. Malam yang indah dengan pemandangan kota Las Vegas, membuat Zea dan Tristan menikmati malam panas mereka. Tristan menggendong Zealova ala bridal style dan menurunkannya di atas peraduan terakhir, Zea dengan wajah merah merona hanya bisa menikmati hal itu. Gadis itu telah menyeret dirinya sendiri secara paksa dalam hasrat tak terbendung yang disuguhkan Tristan. Ia tak bisa menarik dirinya untuk kembali sadar karena hasratnya pun tengah membara. Tristan seketika membuka seluruh pakaian Zea, tubuh polos gadis itu pun terekspos jelas hingga membuat hasratnya tak dapat lagi terbendung. Mereka pun menghabiskan malam panas itu sampai dini hari. Bagi Zea sendiri, pengalaman ranjang bersama sang bos sungguh di luar dugaannya. Ternyata terpilihnya dia bukan hanya untuk menemani Tristan dalam pertemuan bisnisnya, tetapi juga sebagai penghangat ranjang. *** Pagi menunjukkan pukul 9, semburat cahaya terang memasuki kamar saat ini karena dinding kaca terekspos di depan mereka, pemandangan pagi pun tak kalah indahnya. Zea membuka pejaman matanya dan menoleh melihat Tristan yang masih tertidur pulas dengan pemandangan d**a yang indah. Zea turun melihat bagian bawah tubuh pria itu, gadis yang sudah tak lagi perawan itu pun memekik. Namun, dengan cepat ia menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara apa pun, terlebih saat kedua matanya melihat Tristan hanya mengenakan boxer ketat yang membentuk bagian inti tubuhnya. Beberapa saat kemudian, Tristan bergerak gelisah, Zea segera menutup matanya kembali karena tak mau ketahuan baru saja menikmati tubuh dengan pahatan yang nyaris sempurna milik Tristan. “Zea, bangun, sudah jam 9, pertemuan dengan klien jam 10, ‘kan?” Tristan memaksakan bangun, walau masih sangat mengantuk dan duduk di sebelah Zea. “Tuan, aku kesakitan, pe-rih ….” Keluhan santai itu lolos begitu saja dari mulut Zea. Tak lagi dengan bahasa formal, Zea menjawab seolah lupa bahwa Tristan adalah atasannya. “Tahan dulu, ya! Nanti saya akan minta Roland untuk membelikan obat buat kamu.” “Apa? Tuan Roland? No. Jangan, aku mohon!” Zea menggeleng kuat. “Lalu kamu maunya apa? Apa aku yang membelinya?” tanya Tristan menoleh melihatnya yang masih berbaring. “Bukan itu … aku hanya malu, Tuan.” “Sudah tidak perlu malu. Pokoknya nanti saya akan meminta Roland untuk membelikan obat buat kamu dan kalau kamu tidak bisa ikut pertemuan denganku, kamu istirahat saja, aku dan Roland yang akan mengurusnya.” “Apa tidak apa-apa kalau aku tidak hadir?” tanya Zea bingung. Bukankah kedatangannya ke Las Vegas untuk menemani pertemuan bisnis itu. “Tidak apa-apa,” jawab Tristan. “Maaf, ya,” lirih Zea. “Sudah. Jangan minta maaf. Lagian juga kamu bisa seperti karena sudah memuaskanku semalam.” Zea pun mengangguk membenarkan ucapan sang bos. Gadis itu hanya menatap Tristan yang mulai turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi. “Zea, Zea, enak banget hidupmu. Enggak harus kerja dan bisa tidur di kamar semewah ini.” Zea bermonolog sendiri. Menatap sekitar kamar yang sudah pasti tidak bisa ia sewa meski dengan gajinya setahun. *** Beberapa menit kemudian, suara bel terdengar, Zea pun turun dari atas ranjang untuk membuka pintu kamar. Langkahnya begitu tertatih. Rasa sakit masih terasa perih di setiap pijakannya. “Ini obatmu,” ujar Roland begitu pintu terbuka. Pria itu langsung menyodorkan obat salep kepada Zea yang langsung diambil gadis itu dengan cepat. Ada rasa malu yang mengusiknya. Tidur dengan Tristan pastinya akan membuat dirinya dicap murahan oleh asisten sang bos. Tak lama kemudian, Tristan tampak keluar dari kamar ganti dan sudah berpakaian lengkap. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna dongker. Membuat pesona Tristan semakin sulit ditampik oleh Zea. Entah kenapa, tidak ada penyesalan dalam diri gadis itu karena telah menyerahkan keperawanan yang selama ini ia jaga pada Tristan. “Roland, kamu sudah membeli obatnya?” tanya Tristan memastikan. “Sudah, Tuan. Saya sudah memberikannya pada Zea,” jawab Roland. “Bagus, ayo kita jalan!” Tristan sejenak menoleh melihat Zea yang masih menunduk malu. Gadis itu hanya mematung diam di tempatnya. Masih menahan malu karena keberadaannya di kamar sang bos. “Minumlah obatmu! Nanti malam kita akan kembali ke New York!” Zea pun mengangguk pelan. Mengiakan perintah Tristan sebelum pria itu pergi bersama Roland yang sempat melirik sinis ke arahnya. “Gadis itu sungguh menggemaskan.” Baru saja keluar dari kamar president suite yang ditempatinya, Tristan terdengar memuji Zea. “Tuan, apa Anda melakukannya?” “Tentu saja. Kami bersenang-senang semalam.” “Tapi, Tuan, bukankah sebentar lagi Anda akan menikah?” “Tidak masalah. Aku akan tetap menikah dan aku juga akan bersenang-senang dengan Zea. Lagian juga Zea ternyata masih perawan. Jadi, aku harus bertanggung jawab padanya.” Sambil terus melangkah menuju lift yang ada di ujung koridor Tristan mengatakan itu dengan santai. “Apa Anda yakin, Tuan?” “Aku menyukai tubuh Zea. Jadi, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?” Tristan menoleh sesaat melihat Roland. Roland pun mengangguk dan tak bisa membantah. "Jangan katakan pada siapa pun tentang Zea." Tristan melanjutkan. "Baik, Tuan." “Ada apa denganmu? Kenapa melihatku seperti itu?” tanya Tristan saat melihat tatapan yang tak biasa dari asistennya. “Apa ada sesuatu di wajahku?” “Anda tidak lupa mengenakan pengaman, ‘kan?” “Kenapa kamu mengkhawatirkan itu? Aku lupa menggunakan pengaman.” “Bagaimana kalau Zea sampai hamil, Tuan? Bagaimana dengan pernikahan Anda? Anda pasti akan–” “Tidak usah ikut campur urusan pribadiku! Ingat batasanmu, Roland!” Tristan mengatakan itu dengan penuh penekanan. Membuat sang asisten langsung mengucap maaf, lalu memilih diam dan terus mengikuti langkah Tristan yang baru saja masuk ke dalam lift.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD