4. Terciduk

641 Words
Danisha mengerjabkan mata berusaha menyingkirkan rasa pusing dikepala. Begitu matanya terbuka sempurna yang ia lihat untuk pertama kali adalah wajah seorang lelaki yang begitu dekat dengan wajahnya. Sepertinya dia tidak asing dengan wajah ini.  "Aaaaaa!" Refleks dia berteriak seakan baru tersadar jika posisi mereka berdua sangat dekat. Dan Danisha menyadari jika sedang berada di dalam mobil berdua dengan lelaki asing. ‘Apa aku sedang diculik ataukah___’ Ingatan Danisha berputar akan kejadian lima tahun silam. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Dia menggelengkan kepala, dia takut ... sungguh takut. Bayangan lengan-lengan kekar yang menggerayangi tubuhnya berputar seperti kaset rusak. Dansha mulai gelisah dalam duduknya. "Mbak ... Mbak kenapa? Mbak enggak apa-apa, kan?" Tangan lelaki itu menyentuh lengannya. Danisha semakin ketakutan tak berani melihat, tetapi justru lelaki itu semakin menggoyang-goyangkan lengannya. Seketika Danisha histeris, panik, takut semua campur aduk menjadi satu. Tangannya mulai memukul apa saja yang ada di hadapannya. Termasuk lelaki itu entah sudah berapa kali kena pukulan dan tendangannya. Danisha tak dapat mengontrol dirinya sendiri. Dia ketakutan. "Jangan sentuh aku! Lepaskan aku brengsekk!" Danisha terus meracau tidak jelas. Katakan jika dia ini gila. Entahlah, Danisha benar-benar ketakutan saat ini. Bayangan tubuh kekar bertato yang sedang mengerubunginya, tangan-tangan kasar yang mulai menjamahnya, mengoyak bajunya dan___ "Tidak ... tidak ... jangan lakukan itu!" Danisha menarik baju pria itu, menjambak rambutnya, mencakar kulitnya. Entah apa lagi dan Danisha tak peduli. Baginya yang penting dia bisa menyelamatkan diri saat ini. Jangan sampai ada lelaki asing yang berani melecehkannya seperti dulu kala. Dan laki-laki itu yang tak lain adalah Ken, tak kalah panik berusaha menenangkan Dansha. Kedua tangan Danisha dicekalnya. Membuat gadis itu semakin berontak tak terkendali. Ken memelunya agar tubuhnya tidak meronta-ronta demi bisa menenagngkan gadis itu. Justru karena sentuhannya itu yang membuat Danisha semakin ketakutan. Danisha menangis, menggelengkan kepalanya berusaha melepas pelukan yang semakin menyesakan d**a. Ken memeluk Danisha semakin erat. "Tenanglah. Jangan seperti ini. Hei ... aku bukan orang jahat. Tenanglah? Kamu aman bersamaku." Ken masih mencoba menenangkan gadis itu. Tiba-tiba ada yang mengetuk kaca mobil. Sekali lagi Ken masih berusaha menenangkan Danisha. Dilihatnya dua orang berseragam satpam yang sedang berdiri di depan dan samping mobil. Terdengar lagi ketukan yang kali ini lebih keras membuat Danisha pada akhirnya berhenti meronta. Melihat Danisha yang sudah lebih tenang, Ken melepaskan pelukan dan tangan gadis itu yang tadi dicekalnya. Lalu Ken membuka pintu mobil dan berbicara dengan satpam yang menunggunya di luar mobil. "Selamat malam, Pak. Kalau boleh kami tahu sedang apa kalian berada di sini?" Seorang satpam bertanya ketika saling berhadapan dengan Ken. "Ah, itu saya sedang mencari alamat." Ken menjawab jujur. "Mencari alamat?" Satpam yang berbadan gemuk mengernyit tak percaya. "Boleh kami periksa ke dalam mobil Anda. Saya rasa ada yang tidak beres. Dari tadi kami perhatikan Anda sedang berbuat sesuatu di dalam mobil." Satpam satunya lagi menimpali. "Maksud bapak-bapak ini apa, ya?" Ken yang tak mengerti ke mana arah pembicaraan merekapun bertanya. "Maaf, Pak. Kami harus memeriksa mobil Anda." Tidak menjawab apa yang Ken tanyakan, justru satpam tadi sudah bersiap memeriksa mobil. Ken menggeser tubuhnya memberi jalan kepada seorang satpam untuk memeriksa mobilnya. Dan Satpam itu melihat Danisha dengan membelalakan matanya serta menggelengkan kepala. Danisha kembali menunduk tak berani menatap siapa pun saat ini. Tiba-tiba saja air mata Danisha jatuh. Ya, dia menangis. Menangis sesenggukan. "Bapak sebaiknya ikut kami ke pos." Satpam berkata dengan ekspresi wajah kaku. Danisha masih bisa mendengar salah seorang satpam berbicara pada Ken dan dia sempat melihat jika Ken melirik kearahnya sebelum akhirnya kembali berbicara pada satpam. "Ke pos? Untuk apa, Pak?" "Maaf, Pak. Tapi sepertinya kami melihat hal yang tidak beres di sini,"  ujar pak satpam lagi. Sekali lagi Danisha memperhatikan Ken yang masih berdiri di sisi mobil saat dia mendengar dengan jelas suara satpam itu yang baginya serasa bagai sebuah tuduhan. "Maksudnya?" Ken mengernyitkan dahinya tak mengerti. "Sebaiknya kita bicarakan di pos security saja." Satpam satunya menimpali.     Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD