BAB 9

1008 Words
Jeslyn saat ini berada di kamar sendirian, ia berharap pangeran iblisnya itu datang ke kamarnya dan mengajaknya berbicara, namun sikap Alston berubah ketika melihat Paman dan bibinya datang, saat itu juga Alston kebanyakan diam dan menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Ingin rasanya Jeslyn tau apa yang sedang di pikirkan pangeran iblisnya, ia ingin menemani Alston ketika saat-saat seperti ini, tapi ia tak ingin terlalu mengikuti kata hatinya jika hal itu akan membuat Alston marah kepadanya. Bisa saja ia terlena dengan kata hatinya sampai tak membatasi sikapnya. Jeslyn melangkah keluar kamar dan menuju ruang kerja pangeran iblisnya itu, ia mengintip dan melihat Alston sedang duduk di atas sofa seraya meminum minuman keras yang berada di atas meja. Sangat terlihat Alston seperti punya banyak masalah. Alston sangat terpukul dengan kedatangan Paman dan bibinya, sampai saat Ini Alston berubah menjadi lebih pendiam dan lebih menyendiri. "Masuklah. Jangan mengintip terus nanti kutusuk matamu," ujar Alston yang ternyata menyadari jika sejak tadi Jeslyn sedang mengintipnya. Jeslyn lalu membuka pintu ruang kerja Alston dengan pelan dan menghampiri Alston di sofa, ketika hendak duduk, Alston malah menarik lengan Jeslyn dan membuat Jeslyn duduk di atas pangkuannya itu. Jeslyn tercengang dengan sikap manja Alston kepadanya. "Turunkan aku," kata Jeslyn. "Maafkan kedua orang itu yang sudah menghinamu tadi, mereka itu memang seperti itu," kata Alston. "Okay. No problem. Kamu sudah mengatakan hal itu berkali-kali, dan aku mulai bosan mendengarnya," kata Jeslyn. "Jangan pernah meninggalkanku, Jeslyn." Untuk kedua kalinya Alston menyebutkan namanya dengan lembut. "Apa kamu memiliki masalah? Kenapa setiap gerakanku selalu saja kau anggap bahwa aku akan kabur dan pergi meninggalkanmu? Aku di sini saja kau masih menganggapku akan pergi." Jeslyn menggeleng. "Karena aku mencintaimu, Jeslyn. Selain itu setiap orang yang ku cintai selalu saja meninggalkanku, karena itu aku takut jika kamu juga akan meninggalkanku," kata Alston, seraya merangkul pinggang Jeslyn dan memeluknya dari belakang yang masih berada di pangkuannya. "Ibu dan ayahku terbunuh," sambung Alston. Jeslyn terkejut mendengar apa yang di katakan Alston. Ternyata Alston anak yatim piatu, pantas saja ia tinggal di mansion sendirian dan terlihat sangat kesepian. Jeslyn ikut sedih atas apa yang menimpa Alston. "Kamu yang sabar, kamu 'kan masih punya Paman dan bibimu," ujar Jeslyn seraya mengusap tangan Alston yang berada di pinggangnya. "Aku juga tak tau mereka orang seperti apa, selama orang tuaku meninggal karena terbunuh tak satu pun orang yang ku percaya setelah itu. Hanya kamu yang ku percaya saat ini, Jeslyn," kata Alston semakin mengeratkan pelukannya. Jeslyn beranjak dari pangkuan Alston, lalu duduk di samping pangeran iblisnya itu. Alston lalu menidurkan kepalanya di paha Jeslyn yang sedikit terbuka karena wanita cantik itu hanya mengenakan rok yang begitu pendek. Jeslyn membelai rambut Alston yang saat ini sedang galau dan bersedih, Jeslyn tak tau harus menenangkan pangeran iblisnya itu dengan cara apa. Alston lalu memejamkan matanya dan tertidur di atas paha Jeslyn yang begitu putih sampai noda pun tak ada. Alston merasakan dinginnya paha Jeslyn saat ini, tapi ia tak sanggup bangun dan beranjak dari pembaringannya saat ini. Alston tidur terlentang dengan cara menghadap ke wajah Jeslyn yang saat ini sedang menatapnya penuh rasa kasihan. Pria tampan itu membuka matanya dan melihat kecantikan Jeslyn dengan bibir yang begitu merah. "Biarkan aku sejenak berbaring di pangkuanmu, aku benar-benar lelah hari ini," kata Alston. "Apa aku boleh bertanya?" tanya Jeslyn "Tanyakan saja apa yang ingin kamu tanyakan, aku akan menjawab apa pun itu," kata Alston. "Paman dan bibimu itu keluarga yang seperti apa? Apa mereka baik sama kamu?" tanya Jeslyn, seraya mengelus puncak kepala Alston. "Aku tidak suka pada mereka," jawab Alston. "Kenapa?" "Mereka sejak dulu selalu menentang kedua orangtuaku, mereka tidak pernah ada dipihak orangtuaku," jawab Alston. "Jadi ... karena itu kamu tidak suka terhadap mereka?" "Yeah. Aku memang tidak suka pada mereka, aku lebih mempercayaimu dibandingkan mereka." Alston kembali memejamkan mata. "Bolehkah aku menciummu?" tanya Alston Jeslyn mengangguk. "Aku sangat kecanduan dengan bibirmu, Jeslyn," kata Alston. Dengan cepat Alston memagut bibir tipis Jeslyn. Jeslyn membiarkannya dan tak melepaskan diri dari pelukan Alston yang begitu erat saat ini. Jeslyn hanya dapat membalas pagutan itu, pagutan liar milik Alston yang berusaha membuka mulutnya lebar agar Alston dapat menjelajah di dalam sana, Rasanya sangat manis. "Tidak hari ini ya?" Pintah Jeslyn di sela pagutan Alston. Namun, Alston sudah terlanjur b*******h. Jadi tak memperdulikan perkataan Jeslyn. "Aku mohon kali ini biarkan aku," kata Alston seraya membuka kancing baju milik Jeslyn dan meninggalkan dua gundukan yang sedang terbalut Bra berwarna merah, sungguh cocok digunakan dengan kulit putih Jeslyn, Alston melayang melihat keindahan tubuh Jeslyn dihadapannya. Cahaya di ruang kerja milik Alston hanya lampu temaram membentuk dua siluet manusia sedang bergerak gelisah. Setelah beberapa menit bercinta, Alston tersenyum merasai kenikmatan luar biasa yang membuatnya sangat bahagia. Jeslyn tersenyum seraya mencium telinga pangerannya. "Kamu sudah membangunkannya lagi," bisik Alston seraya menciumi leher Jeslyn. "Kita lanjutkan ini di kamar," kata Alston seraya menggendong Jeslyn masuk kedalam ruangan yang berada di belakang meja kerjanya, ternyata ada kasur disana. Tempat Alston beristirahat. Tak ada yang mampu menahan aksi kedua insan yang sedang jatuh cinta saat ini, merasakan dunia hanya milik mereka berdua dan tak perduli akan kebisingan sekitar. "I love you," bisik Alston mesra mampu membuat Jeslyn melayang. Jeslyn tersenyum, melihat senyum tampan pangerannya itu. Ia tak ingin terbangun dari mimpi indah ini, entah mengapa perasaannya seketika senang ketika Alston meraung di dekatnya, mencumbunya, memeluknya semua terasa nyaman, Walaupun pertemuan mereka ada kesalapahaman, namun Jeslyn berusaha bangun agar tak sampai terjatuh ketika dia benar-benar melewati batasnya. Salahkah ia mencintai? Mencintai seseorang diluar batas kemampuannya, pria yang memiliki banyak aset dan harta, pria idaman semua wanita, pria yang akan membuat siapa pun yang ia cintai bahagia. Jeslyn sangat mensyukuri hal itu, dicintai oleh pria sesempurna Alston, pria yang mampu memberikan segalanya untuknya. Meski semua maid di sini tak sopan padanya, namun Jeslyn tak merasa tak aman berada di mansion ini, ia sangat bahagia, karena Alston di sini ada untuknya. Dewi Fortuna kali ini memang menunjuknya untuk menikmati semua ini. Awalnya ia membenci Alston pria iblis yang menghancurkan segala angannya tapi Alston mampu membuat dia bahagia. Bahagia yang tidak pernah ada kesedihan. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD