Jeslyn terbangun seperti biasa di atas ranjang yang sudah menjadi temannya selama berada di mansion milik Alston.
Jeslyn terkejut ketika melihat tubuhnya terbalut selimut dan di balik selimut ia mendapati tubuhnya tak mengenakan apa pun, Jeslyn memutari otaknya mencoba mengingat kejadian semalam yang membuat tubuhnya seperti ini.
"Apa yang ku lakukan?" tanya Jeslyn kepada dirinya sendiri, lalu mengacak rambutnya frustasi.
Jeslyn lalu kembali memutar ingatannya, mencoba mengingat kejadian terakhir di kamar ini, setelah mengingatnya dan membayangkannya Jeslyn memukul kepalanya dengan sangat keras karena sudah berbuat seperti jalang yang kehausan, ia tak ada bedanya dengan wanita penghibur lainnya di luar sana.
"Aku memang jalang." Jeslyn mengatakan hal itu kepada dirinya sendiri dan mengacak-ngacak rambutnya berantakan tak karuan, Jeslyn mengucek-ngucek matanya membuat dirinya kembali ke alam sadarnya.
"Kamu bukan jalang," ujar Alston yang ternyata sejak tadi duduk di atas kursi santai tepat di samping ranjang dan melihat tingkah seorang gadis yang ada di sampingnya, Alston sedang memegang gelas berleher tinggi berisi wine dan memainkan dengan jarinya, pria tampan itu masih memakai jubah berwarna putih agar menutupi tubuhnya yang juga tak mengenakan apa pun.
Jeslyn dengan cepat menutupi tubuhnya.
"Jangan menyembunyikannya, aku sudah melihatnya dengan jelas," ujar Alston dengan nakal.
"Kau—" Jeslyn kesal.
"Hem? Ada apa?" tanya Alston.
"A-aa-ku—" Jeslyn begitu malu mengatakan sepata kata pun di hadapan pria yang sudah membeli hidupnya, karena perbuatannya semalam benar-benar membuatnya malu.
"Kamu tak perlu mengatakan apa pun, Nona Jeslyn," kata Alston.
"Aku malu," ucap Jeslyn seraya kembali merebahkan tubuhnya, dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Alston tersenyum kecil karena tingkah Jeslyn yang begitu kekanak-kanakkan.
Pria tampan itu lalu menghampiri Jeslyn dan mengecup wanita yang sudah berhasil memberikan kebahagiaan, meski terhalang selimut yang tebal.
Jeslyn merasakan kelembutan dari sang pangeran iblisnya, membuatnya mampu melayang tak jaruan.
Pangeran iblis yang saat ini sedang berada tepat di sampingnya memang benar-benar menggodanya.
Jeslyn lalu membuka selimutnya dan kembali duduk, dengan posisi yang lebih dekat dengan pangeran iblisnya itu.
"Apa aku sudah mulai mencintainya? Oh ... tak mungkin, aku membenci pria ini, dia yang telah menghancurkan hidupku," batin Jeslyn.
Alston membelai rambut wanita yang ia cap miliknya dengan oembut, Jeslyn terkejut dengan tingkah Alston yang berubah menjadi lembut bukan lagi pria iblis yang sering ia katakan, namun sudah berubah menjadi malaikat tak bersayap. Benar-benar lembut, mampu membuat Jeslyn melayang.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Jeslyn, ia keheranan.
"Selama ini aku mencari jawaban dari pertanyaanku sendiri, kenapa aku begitu mempertahankanmu? Mengapa diriku tidak rela jika kau di tatap orang, mengapa aku begitu takut jika kamu pergi dari rumah ini dan mengapa aku begitu nekad membuatmu tinggal di rumah ini dengan mengancammu menggunakan keluargamu, menyuruhmu membayar hutangmu sedangkan aku tak membutuhkannya, akhirnya aku mendapatkan jawabannya, alasan kemarahanku pun aku sudah tau, hanya ada satu jawaban dari pertanyaanku selama ini, bahwa aku mencintaimu.....I LoVe you Jeslyn MarioLine Henzie....." Alston begitu panjang lebar mengungkapkan isi hatinya, Jeslyn seperti tersedak minuman, Dadanya terasa panas mendengar pernyataan Alston, Jeslyn berusaha memutari Pikirannya agar tak sampai terjebak.
Jeslyn menatap Alston dengan tatapan penuh pertanyaan, ia terkejut saja ketika Alston mengatakan cinta kepadanya dan terkejut mendengar Alston menyebutkan nama lengkapnya yang sebelumnya tak pernah ia dengar sebelumnya.
"A-aku—" Jeslyn dengan gugupnya tak tau harus menanggapi kejujuran hati Alston dengan jawaban seperti apa.
"Aku tak membutuhkan jawabanmu, yang kubutuhkan hanya hadirmu di sisiku, kamu akan menyadari perasaanmu setelah kamu berada selalu di sisiku," kata Alston dengan mendaratkan kecupan di bibir mungil Jeslyn.
Kali ini Jeslyn tak lagi meludahi wajah pria iblisnya itu, ia sudah terbiasa dengan perlakuan Alston yang begitu tiba-tiba mengecupnya dan memagutnya.
"Mandilah, aku akan ke kamarku dan mandi, aku ada urusan di kantor, jadi aku akan ke kantor tanpa sarapan dahulu," kata Alston seraya mengacak-ngacak rambut Jeslyn, membuat Jeslyn benar-benar melayang menerima sikap itu.
"Tapi—" Jeslyn membuat langkah kaki Alston terhenti dan berbalik.
"Ada apa?" tanya Alston.
"Aku—"
"Ada apa, Jeslyn? Aku tak membutuhkan jawabanmu."
"Kau 'kan belum mendengar apa yang ingin ku katakan." Jeslyn begitu gugup.
"Ya sudah kamu mau bilang apa?"
"Hati-hati," kata Jeslyn, Alston lalu berbalik dan menghampiri Jeslyn dengan senyum simpul, ia mengecup kening wanitanya, ya wanitanya itu kata Alston, Jeslyn merasa sangat bahagia dan nyaman.
"Gunakan ponsel itu mulai sekarang, dan buang ponsel bututmu itu, hubungi aku jika kamu ingin berpergian dan satu lagi jangan sampai mabuk berat seperti semalam karena itu akan membuatku agak tertekan," goda Alston dengan senyum dibibirnya sembari melangkah keluar dari kamar Jeslyn.
Jeslyn merasa sangat bahagia entah apa yang telah merasukinya, ia bahagia dan tak mampu berkata ketika seorang pangeran idaman wanita memperlakukannya dengan baik, tidak sampai ke pikirannya, namun ternyata semua ini nyata.
Jeslyn lalu meraih ponsel yang ada di nakas dan melihat ponsel terbaru yang sempat ia idam-idamkan itu.
Semuanya berubah ketika pertama kali mengenal Alston, dari penampilannya, gaya hidupnya dan semuanya, Jeslyn pun merasa sangat lega ketika Alston mengurus Ayah dan kedua adiknya dengan baik.
Suatu kebanggaan bagi dirinya mengenal sosok pria yang sangat dikenal di negeri ini, Tn. Alston Daylon Leonard, dan menjadi wanita yang dia cintai, itu suatu kebanggaan yang menguntungkan baginya. Namun, tujuan Jeslyn bukan menguasai rumah serta aset milik pria tampan itu tapi ia bertujuan untuk membuat keluarganya makmur dengan jalan ini walaupun sebenarnya jalan ini salah.
Jeslyn beranjak dari duduknya dan masuk kedalam kamar mandi yang bernuansa sangat menarik, membuat Jeslyn merasa nyaman dan hangat berada di ruangan ini.
Semuanya lengkap di kamar tak ada yang perlu Jeslyn cari seperti waktu ia masih di rumahnya.
Pertama kali masuk ke mansion ini, kamar mandi ini begitu biasa saja tapi sejak ia menempatinya Alston merubahnya dan mendekornya ulang agar Jeslyn nyaman berada di mansionnya dan tak dapat dipungkiri pemilik mansions ini sudah mencintainya sesuai apa yang di ungkapkan Alston barusan.
Jeslyn tersenyum bahagia, tak ada yang mampu membuatnya sebahagia ini, selain kecupan dan pengakuan cinta dari sang pangeran.
Ya tuhan, bangunkan aku dari mimpi ini. Aku tak akan sanggup bangun jika aku terjatuh. Batin Jeslyn.
Setelah mandi, Jeslyn keluar dari kamar dan berjalan ke ruang makan, sampai di ruang makan, tak ada makanan di atas meja. Hanya ada maid yang melap meja.
"Nona," panggil Jeslyn.
"Ada apa?" tanya maid ketus.
"Apa tak ada makanan tersisa?"
"Tidak ada. Kamu mau makan? Cari saja sendiri," ujar maid itu kesal, memang tak ada yang menyambut kedatangannya.
"Ada apa ini?" tanya Vileks kepala maid.
"Nyonya, wanita ini mau makan."
"Kamu mau makan? Apa kamu berharap akan kami siapkan makanan untuk kamu? Jika kamu mau sarapan, urus saja sendirian, itupun kalau ada sisa, jangan mencoba memberi perintah kepada semua maidku, karena aku tidak berhak," ujar Vileks dengan tatapan mengintimidasi.
"Tapi, aku—"
"Kamu bukan siapa-siapa di sini, kamu hanya seorang pelayan, kamu tak berhak ada di sini, Tuan memang sudah di butakan oleh wanita seperti kamu, luar biasa."
"Apa maksud anda, Nyonya?"
"Bukankah kamu kemari hanya untuk menumpang hidup? Membuat Tuanku di butakan olehmu? Kamu siapa sih? Sampai pantas berada di sini?"
"Jangan mengagapku serendah itu, Nyonya. Anda tak tau apa yang terjadi antara aku dan Tuanmu, kenapa mengatakan hak yang tak pantas seperti itu? Anda kepala maid, bukan? Seharusnya anda tau siapa yang lebih berhak dan tidak?"
"Lebih sopan lah padaku, jangan mengajakku bicara seakan akan aku ini temanmu, jika kamu tak mau terkena masalah, " ancam Vileks.
"Aku di tuntut sopan pada anda yang begini? Bagusnya anda di mana? Sampai mengatakan hal serendah itu padaku?" tanya Jeslyn mulai kesal.
"Kau—" Vileks hendak menampar Jeslyn tapi dengan cepat Jeslyn mengenggam lengan Vileks yang hampir saja nengenai wajahnya.
"Jangan menyentuhkan tanganmu padaku, Nyonya, dan jangan pernah berpikir serendah itu tentangku," ujar Jeslyn kesal lalu menghempaskan tangan Vileks.
Jeslyn melangkah dan menaiki tangga menuju ke kamarnya.
Vileks menatap Jeslyn penuh intimidasi, rasanya Vileks harus membalas perbuatan Jeslyn kepadanya. Ia tak pernah rela tuannya membawa wanita yang tidak pantas di cintai seperti itu.
Tbc