MENTAL BREAKDOWN

1284 Words
Indra tidak menyangka bahwa ternyata jumlah peserta yang turut ikut dalam workshop nanti sangatlah banyak. Pantas saja diadakan di Anyer dan diperbolehkan untuk membawa kerabat terdekat, rupanya ini sama saja dengan big workshop yang hanya akan diadakan dalam satu tahun sekali saja. Tidak percuma Indra ikut mendaftar. Ia rasa, materi yang akan disampaikan oleh pembicara di workshop nanti pasti akan sangat berbobot serta berguna untuk kemudian ia aplikasikan di bidang usahanya. Sungguh Indra menjadi tidak sabar untuk segera mengikuti acara seminarnya dua hari mendatang. Walau di hari pertama dan kedua, Indra masih bisa bersantai bahkan menemani Maura bermain di sekitar penginapan, tapi tentu saja yang Indra nantikan adalah inti dari acara yang akan berlangsung di hari ketiga nanti. Di tengah Indra yang sedang sibuk merapikan seprai tempat tidurnya, tiba-tiba saja pintu pun diketuk oleh seseorang. Dalam sekejap, pria itu sigap menoleh ke sumber ketukan seiring dengan dirinya yang juga menghentikan kegiatannya selagi ia mulai beranjak untuk membuka pintu. Pada detik pintu kamar yang sudah Indra tarik terbuka, rupanya Maura lah yang menjadi pelaku pengetuk pintu sesaat lalu. Untuk sesaat, membuat pria itu refleks menghela napasnya pelan dan memandang lurus ke arah sang gadis. "Maura, aku kira siapa yang ketuk pintu barusan. Ada apa, hem? Kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Indra kemudian diiringi dengan kedua tangan yang terlipat di dadanya. "Eng, anu, ini Maura kelupaan sesuatu pas packing barang-barang yang mau dibekal tadi. Padahal, Maura kira semuanya udah Maura masukin ke dalam satu wadah sebelum akhirnya risleting koper ditutup. Tapi pas barusan Maura cek ulang, kayaknya Maura gak keburu masukin sesuatu ini juga deh. Em, kira-kira, kita bisa pulang dulu gak ya buat sekadar ambil barang Maura yang ketinggalan?" cicit sang gadis menerangkan. Sementara itu, Indra yang sudah mendengarkan perkataan gadis itu pun hanya bisa berkali-kali mengernyitkan dahinya saja. Membuat ia dirundung rasa penasaran, hingga tanpa bisa dicegah, Indra pun lantas bertanya, "Memangnya apa yang ketinggalan? Aku pikir pas kamu tadi agak lama berkemas, semua hal yang kamu perlukan selama di sini udah kamu kemas dengan apik. Tapi nyatanya masih aja ada yang kelupaan. Coba beri tahu aku saja, barang apa yang kamu lupa masukin ke dalam kopermu itu, hem?" Namun dibanding menjawab dan memberitahukannya pada Indra, justru yang ada Maura malah sibuk menggigiti kuku-kuku tangannya. Sepertinya, ia merasa ragu untuk memberitahu pria di hadapannya. Mengingat Indra yang sudah tidak mau mengakuinya lagi sebagai anak, maka kecanggungan pun lantas mendera diri gadis ini. "Maura, kenapa diam? Memangnya apa yang lupa kamu bawa? Apa barang itu gak bisa kita beli di sekitaran sini saja? Soalnya kalo harus balik lagi ke rumah, perjalanan dari Anyer ke rumah kan cukup makan waktu, Ra. Ya masa kita harus mendadak pulang cuma buat bawa barangmu yang ketinggalan," ujar Indra membuang napas. Rasanya tidak etis andai mereka harus pulang lagi di saat seharusnya keduanya sama-sama beristirahat setelah sebelumnya menempuh perjalanan yang cukup jauh. Indra pun sejujurnya merasa lelah dan mengantuk. Di siang hari seterik ini, sangatlah cocok bagi dirinya untuk tidur sebelum waktu sore datang. Maka jika barang yang tertinggal itu bisa dibeli secara dadakan, ada baiknya kalau Maura mengatakannya saja kepada Indra. Supaya setidaknya, dia bisa membelikan yang baru dan tak perlu pulang lagi ke rumah. Untuk sesaat, Maura hanya bisa menggigit bibir bawahnya saja. Sungguh ia merasa tidak enak apabila memberitahukan pada Indra perihal sesuatu yang kelupaan dibekalnya ini. Akan tetapi, mungkin usulan Indra ada benarnya juga. Selama barang itu masih bisa dibeli baru, maka tidaklah dianjurkan untuk mereka pulang lagi ke rumah. Dan apa yang Indra katakan sangatlah benar. Mereka tidak mungkin kembali menempuh perjalanan yang cukup jauh hanya untuk mengambil barang milik Maura yang tertinggal di atas kasurnya. Membuat sang gadis pada akhirnya berniatan memberitahukan Indra, walau sejujurnya ia sangat tidak yakin jika Indra akan bersedia untuk membelikannya yang baru. *** Indra harus menelan ludahnya susah payah ketika Maura akhirnya mengatakan juga mengenai barangnya yang tertinggal. Walau memang masih bisa dibeli di toko busana yang tersedia di sekitar penginapan, tapi tetap saja Indra harus menanggung malu jika dirinya membelikan pakaian dalam wanita seorang diri. Mengingat Maura tidak mau ikut serta dan gadis itu pun tak berani beli sendirian juga, maka mau tak mau Indra harus turun tangan sendiri untuk membelikan beberapa potong pakaian dalam wanita yang ukurannya sendiri sudah sempat Maura sebutkan. "Mimpi apa gue semalem! Siang bolong begini, gue malah harus masuk toko busana hanya demi buat beli pakaian dalam wanita atas bawah? Ya Tuhan... Kalo aja bukan Maura yang minta, mungkin gue bakalan nolak keras dan gak mungkin juga gue beli pakaian dalam wanita sendirian. Huh, tapi apa boleh buat? Kasian juga Maura kalo dia gak bawa dalaman buat dipakai besok dan lusa. Tapi masalahnya, kenapa juga dia gak mau beli sendiri? Alhasil, gue sendirilah yang harus terpaksa masuk ke toko busana khusus wanita itu!" gerutu Indra tak hentinya mendecak. Langkah kakinya bahkan mendadak terasa berat ketika ia diharuskan terus berjalan menuju toko busana yang menjulang di seberang gedung penginapan peserta workshop. Setibanya Indra di depan pintu masuk, mula-mula ia hanya menarik napasnya dalam-dalam. Setelah itu, ia pun berdoa semoga tokonya tidak sedang dalam keadaan ramai. Sebab jika sampai toko itu sedang banyak pembelinya, maka Indra akan sangat malu karena tujuannya hanya ingin membeli jenis pakaian dalam untuk kaum wanita. "Tuhan... Jangan biarkan harga diriku jatuh hanya karena aku perlu membeli pakaian dalamnya Maura. Semoga semasuknya aku ke dalam, keadaan toko ini lagi kosong melompong," gumam Indra memanjatkan doa. Lalu setelah mengaminkan doanya sendiri di dalam hati, barulah pria itu pun bergerak masuk ke dalam toko tersebut dengan hati yang berdebar tak keruan. Saat pertama kali pintu didorong terbuka, Indra pun sempat memejamkan kedua matanya sebelum akhirnya ia membukanya kembali seiring dengan kakinya yang juga mengayun masuk ke dalam toko itu. Hal pertama yang dilihatnya ketika membuka mata adalah, betapa banyaknya para perempuan dari berbagai generasi yang nyatanya sedang anteng memilih jenis pakaian dengan selera pilihannya masing-masing. Dalam sekejap, wajah pria itu memucat seiring dengan Indra yang bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri saking terkejutnya ia dengan pemandangan di sekeliling. "Poor, Indra! Entah dosa apa yang telah gue lakukan di masa lalu, sampai-sampai doa gue yang barusan aja gak dikabul Tuhan," desis Indra mendesah gusar. Mendadak pula, Indra pun seperti baru saja kena mental dengan dihadapkan pada situasi sememalukan ini. Hanya saja, untuk putar balik dan tak jadi meneruskan langkah pun sepertinya tidak memungkinkan. Sebab di detik Indra melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko tersebut, seorang pelayan yang tidak sedang melayani pengunjung lainnya pun sudah keburu melihatnya dan mengangguk santun sembari bergegas melangkah menghampirinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sapa pelayan berambut kepang itu dengan ramah. Membuat Indra tercenung diam, karena sesungguhnya ia sangat malu untuk menyebutkan barang yang akan dibelinya dari toko ini. "Silahkan, Pak. Mungkin mau lihat-lihat dulu jenis pakaian yang model terbarunya? Kebetulan, toko kami sedang mengadakan diskon 60% loh khusus di hari ini dan dua hari ke depan. Ini spesial untuk para peserta workshop yang baru saja datang mengisi penginapan di seberang. Semua item di toko ini pun akan dapat potongan harga jika total belinya lebih dari tiga item. Mari, Pak... Saya bisa tunjukkan mana mana saja yang sedang mendapatkan diskon 60% nya. Kira-kira, Bapak mau cari pakaian jenis apa? Pasti untuk istrinya ya, Pak? Manis sekali... Saya jadi merasa bersemangat untuk memberikan rekomendasi kalau-kalau bapak memang mau memberikan kejutan untuk diberikan pada istrinya. Ayo silakan ikuti saya, Pak," tutur pelayan itu mengomando. Padahal tanpa pelayan berambut kepang itu tahu, tujuan Indra datang ke toko ini justru hanya akan membeli pakaian dalam wanita saja. Namun entah bagaimana caranya Indra mengatakannya. Hingga membuat pria itu kelabakan sendiri, di tengah ia yang mulai berjalan mengekori perempuan berambut kepang itu sembari mencari-cari kesempatan dan kalimat yang tepat untuk kemudian ia lontarkan pada si pelayan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD