NE 5 - Kutub Utara Mencair

1045 Words
“Kamu ngapain di sini sendirian, Gree? Nggak dingin?” Greesa menoleh, Aksara berdiri tak jauh di belakangnya. Laki-laki tersebut berjalan mendekatinya, lalu duduk di samping Greesa. “Cari udara segar, Pak, lama nggak lihat bintang sama bulan. Pas banget dari balkon ini semua pemandangan jadi keliahatan dengan jelas,” jawab Greesa dengan menghembuskan napasnya perlahan. Aksara mengakses apartemen Greesa melewati ruang kerja mereka, ia hanya ingin memastikan jika perempuan itu baik-baik saja. “Jangan panggil saya pak kalau lagi di luar jam kantor, Gree, kesannya kaku banget. Jangan terlalu formal, anggap saya seperti teman kamu sendiri. Kamu tuh kek nggak nyaman sama saya, buat santai seperti sama Sagara.” “Nggak papa nih, Pak? Takutnya keterusan sampai nanti, jadi nggak enak.” Aksara menggelengkan kepalanya. Greesa terkekeh pelan lalu menganggukkan kepalanya. “Kenapa sih, Sa, lo mau nampung gue? Segala acara lo nyediain apartemen, padahal kita baru kenal. Lo nggak tau background hidup gue, nggak tau sifat gue kek apa, gimana cara gue hadapin masalah, kenapa dengan gampang lo ambil gue jadi sekretaris pribadi lo? Lo nggak takut sama gue ntar punya niat jahat sama lo? Nggak takut kalau gue itu ternyata bagian dari musuh lo?” “Nah gini kan enak, Gree, gue setiap hari harus formal terus jadi kaku nih lidah. Oke bakal gue jawab, sebenarnya dari awal gue lihat lo di jalan waktu itu gue ngerasa lo itu lagi banyak pikiran banget. Gue nggak pernah mikir aneh-aneh sama lo, karena gue yakin lo manusianya baik. Semisal lo jahat pun gue nggak papa, semua manusia itu punya sifatnya masing-masing kan? Tergantung kita bagaimana menyikapinya, semisal lo jahat terus gue baikin terus lama-lama lo bakal ngerasa sungkan sama gue, lo juga bakal ngerubah sifat lo dengan sendirinya. Nggak perlu lo bilang lo dari mana, sebenarnya gue udah tau.” Greesa mengerutkan dahinya. “Maksudnya apa, Sa? Lo tau gue?” “Nggak usah lo pikirin, intinya lo aman sama gue. Gue nggak berani macem-macem sama lo, Gree, kenapa lo bisa kenal sama Mahesa?” tanya Aksara, Greesa menoleh dengan melebarkan matanya sempurna. “Nggak usah panik, Gree, asal lo tau nggak semua cowok kek Mahesa. Gue takutnya lo mikir semua laki-laki di bumi ini kek Mahesa lagi, itu cuma lima puluh persen aja yang buaya.” “Sisanya apa?” “Dua puluh lima persen mantan buaya, dan dua puluh lima persen lagi calon buaya. Sekian terima gaji.” Greesa terkekeh kecil kembali dengan menatap bintang-bintang yang bertebaran di hamparan langit yang luas. “Gue tebak lo ikut yang lima puluh persennya, ya kan?” “Gue bukan dari kalangan buaya, gue mah mantan buaya. Ternyata lo asik juga ya orangnya, jarang banget gue langsung akrab sama orang baru kek lo. Apa lagi nggak kaku pakai saya-anda, gini kan lebih santai gitu. Gue sebenarnya pengen banget bebas kek orang lain, mau kemana aja tuh bebas. Pengen makan dimana aja juga bebas, sumpah sekian tahun gue terjebak dalam jiwa orang lain. Sampai sekarang gue bersyukur banget punya sahabat kek Sagara, cuma dia yang tau gimana gue sebenarnya.” “Lo bisa jadi diri lo sendiri tanpa takut dibenci orang lain, kalau lo udah jadi diri sendiri mau gimana pun orang lain mandang diri lo. Semua cuma jadi angin lalu doang, karena lo udah jadi diri lo sendiri, lo bakalan seneng. Mulai sekarang nggak usah malu buat nunjukkin sifat asli lo ke orang lain, mungkin kalau lo ragu ke anak buah lo yang di kantor. Gue bisa jadi orang kedua setelah Sagara,” jawab Greesa dengan tersenyum tulus. “Gue paham kalau gue masih terlalu baru dihidup lo, tapi nggak papa gue bakal nerima lo apa adanya kok. Kalau ada masalah pun jangan sampai lo pendem sendirian, Sa, karena semua itu cuma jadi boomerang dalam diri lo. Bisa-bisa buat lo stress kalau lo nggak bagi-bagi sama temen yang lain. Mulai sekarang kita teman, gue bukan hanya sekretaris lo. Kalau butuh apa-apa nggak usah sungkan,” lanjut Greesa dengan menatap Aksara lembut. Aksara tersenyum kecil, ia menyandarkan kepalanya di bahu Greesa. “Jujur gue kangen banget sama nyokap gue, Gree, tapi nyokap udah bahagia di surga. Gue udah lama cuma bisa mandangin fotonya, pengen peluk mama.” Greesa mengelus pundak Aksara, posisinya laki-laki tersebut sekarang berada di dalam pelukkannya. “Nangis aja, Sa, nggak usah ditahan.” “Lo boleh nangis kok, nangis sepuasnya. Tapi setelah lo nangis, lo harus kuat menghadapi semua kenyataan. Beliau di atas sana pasti sekarang lagi lihat lo, Sa, kalau lo nangis beliau pasti juga ikutan nangis. Jadi kalau nangis satu kali aja, nggak usah banyak-banyak.” Greesa mengelus puncak kepala Aksara dengan lembut. “Lo anak kuat, Sa, dari kecil lo udah ditempa dengan baik. Ibarat pisau lo udah paling tajam, tapi gue tau sekuat lo bertahan lo juga perlu pelukkan hangat dan juga dukungan. Anggap gue mama lo sekarang, nggak usah sungkan buat nangis.” Aksara menguatkan pelukkannya pada Greesa. “Aksara kuat, Aksara hebat, Aksara nggak boleh menyerah, Aksara anak yang paling membanggakan mama.” Lama kelamaan elusan tersebut membuat laki-laki itu terlelap dalam dunia mimpinya, dengkuran halus terdengar di telinga Greesa. Ia juga tak berani memindahkan tubuh Aksara ke kursi sampingnya yang masih kosong, Greesa membiarkan Aksara merasakan pelukkan dari seorang ibu, seorang perempuan. “Lo itu cuek diluar, rapuh didalam. Sekuat apa pun lo menahan semuanya, lo bakalan nggak kuat kalau nggak berbagi cerita sama orang lain. Beruntung keknya sama perempuan yang bisa luluhin hati lo, Sa,” bisik Greesa. Tangannya tetap mengelus kepala hingga punggung laki-laki itu, ia takut jika membangunkan Aksara. “Mimpi apa gue semalem ya, Sa, bisa meluk cowok seganteng lo. Mana lo itu posisinya sebagai bos gue lagi, Sa, untung banget sih gue. Makasih ya, Sa, lo udah nerima gue jadi sekretaris lo. Bahkan sampai nampung gue di apartemen kek gini, berasa spesial banget gue di hidup lo. Padahal gue bukan siapa-siapa di hidup lo,” gumam Greesa dengan menyandarkan kepalanya di kepala Aksara. Semilir angin membuat matanya ikut memberat, tak sadar jika ia ikut terlelap menyusul Aksara. ‘Harusnya gue yang di posisi itu, Gree, tapi kenapa lo malah nyaman sama Aksara? Aish, lo nggak boleh gitu sama sahabat lo sendiri.” batin laki-laki yang melihat mereka berdua dari jendela sebelah, tak ada niatan dalam hatinya untuk mengganggu momen tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD