Bab 5. Sakit Hati

1144 Words
“Apa dia mengatakan siapa kekasih barunya?” Devon balik bertanya. “Tidak. Kenapa? Apa kamu orangnya?” sahut Arion dengan kening mengernyit. Devon diam dan masih memandang Arion. ‘Kenapa Izzy tidak menyebutkan namaku?!’ sungutnya dalam hati. “Aku bahkan tidak pernah bicara dengannya selama ini. Kenapa kamu malah mengatakan hal seperti itu?” balas Devon menghindar. Arion mengangguk lalu berbalik ke arah layar yang cukup besar di depannya. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” desah Arion pasrah. Ia bahkan belum tidur semalaman gara-gara masalahnya dan Mila. “Bagaimana kamu dan Mila bisa dekat sehingga kamu bisa berselingkuh darinya?” Devon melontarkan pertanyaan yang membuat Arion mengernyit. “Aku tidak berselingkuh dengannya,” potong Arion lagi. “Tapi kamu pacaran dengan Izzy. Itu namanya selingkuh!” Arion terdiam pada kalimat ketus yang diucapkan Devon. “Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang.” “Mengakulah pada Bryan Alexander!” “Apa?!” sahut Arion kaget. Devon mengangguk lagi. “Datang dan mengakulah pada ayahnya jika kamu yang menghamili Mila.” “Tapi aku belum tahu apa itu anakku atau bukan!” elak Arion masih bersikeras. “Apa kamu bangun di sebelah Mila dan kaget ternyata itu bukan Izzy? Apa kamu merasa sudah tidur dengan Izzy dan bukan Mila? Apa kamu mau memainkan drama seperti itu di depanku? Ayolah teman. Aku tahu kamu tidak sebodoh itu!” tukas Devon makin memojokkan Arion. Arion menelan lagi ludah pahitnya pada kenyataan yang diungkapkan oleh Devon. Memang benar jika dirinya seharusnya mampu membedakan mana Izzy dan Mila. Secara penampilan saja mereka berbeda meski kembar. “Tidak ada yang membenarkan perbuatan menghamili seorang gadis, Arion. Itu sebabnya mengapa kita selalu membawa kondom. Kamu bukan remaja, Teman. Kamu itu pemuda berusia 24 tahun sama sepertiku!” tambah Devon lagi. “Maafkan aku.” Devon berdecap kesal dan membuang mukanya. Ia masih ingin mengerjai Arion yang sudah melibatkannya dalam urusan ranjangnya dan si kembar. Sementara ada sisi cemburu yang tak ingin diakuinya dirasakannya kini. Bagaimana Arion bisa mendapatkan Izzy dan Mila sekaligus? sedangkan saat Devon bertemu Izzy saja, gadis itu malah membencinya. Sangat tidak adil. “Sebaiknya nanti saja aku bicara lagi dengan Izzy ...” “Lalu kamu akan meninggalkan Mila?” potong Devon pada Arion yang sudah berdiri. “Aku belum tahu. Kami belum sempat bicara soal kehamilan itu. Entahlah, mungkin aku akan memilih opsi aborsi,” jawab Arion sekenanya. Kening Devon sontak mengernyit dan kaget dengan perkataan Arion. “Apa!” Arion mengedikkan bahunya sekali lagi dan pergi meninggalkan Devon yang masih tertegun di sana. “Gila! Dia malah mau melakukan aborsi,” gumam Devon tak percaya. Devon kembali berkutat dengan layar dan grafik di depannya sembari memikirkan Izzy. Padahal baru semalam, ia bertemu dengan Izzy dan kini malah mencemaskannya. Devon merogoh ponselnya dan baru ingat jika dirinya tidak menyimpan nomor Izzy sama sekali. “Ah, dasar bodoh!” umpatnya pada diri sendiri. Di rumahnya Izzy hanya melamun dan tidak berminat melakukan apa pun. Selain karena kakinya masih cedera, ia tidak memiliki semangat sama sekali. Bunyi bel berkali-kali di apartemennya membuyarkan lamunan Izzy kemudian. Ia menarik napas panjang sebelum berjalan tertatih dengan sebelah kaki masih terbalut untuk membuka pintu. Izzy tertegun di depan pintu apartemennya kala melihat bagian lain dari dirinya berdiri dengan wajah pucat dan mata bengkak sisa air mata semalam. “Mila?” sebut Izzy pelan. Mila menundukkan matanya sekaligus kepalanya. Ia berdiri dengan kedua tangan memegang sebuah tas tangan kecil, rambut tergerai indah dan mengenakan mantel jaket berwarna krim. Ia bahkan masih sangat cantik sekalipun wajahnya muram. Sedangkan Izzy memilih tampil lebih santai dengan rambut dicepol asal, mengenakan kaos kebesaran dan celana yoga melewati lutut berwarna hitam. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Izzy karena Mila tak kunjung bicara. “Aku mau bicara denganmu.” Mila menyebutkan alasan kedatangannya. Izzy sempat membuang pandangannya sejenak. Hatinya belum siap berhadapan dengan Mila saat ini. Meski sedarah, Mila sudah menyakitinya begitu dalam. Namun, rasa sayang tak bisa membuat dua gadis kembar itu untuk saling menyakiti. Harus ada yang mengalah dan mendengar. Izzy-lah yang mengambil peran itu. “Masuklah,” sebutnya membuka pintu lebih lebar. Izzy berjalan lebih dulu meski dalam kondisi berjingkat. Mila ikut masuk dan menutup pintu. Saat ia melihat pergelangan kaki Izzy terbalut dan ia berjalan berjingkat, Mila langsung menghampirinya cepat. “Kamu gak pa-pa?” tanya Mila bahkan berjongkok di lutut Izzy untuk memeriksa kaki kembarannya. Izzy ikut terkesiap dan otomatis menarik kakinya yang sakit ke atas sofa. Ia sedang tidak ingin dipegang. “Iya,” jawabnya singkat. “Kapan cederanya? Sudah diperiksa? Kita ke rumah sakit ya?” tawar Mila lagi masih dengan suara dan raut memelas. “Gak usah!” sahut Izzy sambil membuang muka. Mila menyadari sikap ketus dan dingin dari Izzy. Ia pun mengangguk dan masih berlutut di depan Izzy. “Duduk ....” Mila menggeleng dengan kepala tertunduk. Izzy mendengus kesal dan membuang muka. Ia sungguh tidak siap sama sekali. “Maafkan aku. Aku benar-benar sangat bersalah padamu.” Mila akhirnya mulai bicara setelah ia diam sebelumnya. Izzy masih tidak mau menjawab. Ia bahkan memilih menyandarkan punggungnya di sofa dengan sebelah tangan memegang dagunya sembari menolehkan pandangannya ke arah lain. “Aku benar-benar sudah melakukan kesalahan besar. Aku gak bermaksud seperti itu. Aku tahu kamu pacaran sama Arion. Aku ...” “Kamu uda tahu tapi kamu masih deketin pacarku!” hardik Izzy dengan suara lembutnya. Mila menaikkan pandangannya dan menggeleng pelan. Air mata mulai jatuh dari mata membuat garis lurus di pipinya. “Aku gak bermaksud deketin Arion. Aku hanya meminta tolong agar dia menemani aku ke Medieval. Hanya dia yang aku kenal di sana. Maksudku ....” Mila mulai memberikan alasannya. “Jangan bohong, Mil. Jujur sama aku, kamu suka Arion atau enggak?” desak Izzy lagi. Ia menahan getir di hatinya akan jawaban Mila nantinya. Sedangkan Mila tampak gusar harus jujur atau kembali menghindar. Bola matanya yang berkaca-kaca menyiratkan penyesalan. Hati tak bisa memilih siapa yang harus ia cintai bukan? “Aku ...” “Jawab Mila! Iya atau enggak?” Mila kembali menunduk lagi dan Izzy menarik napas dari isaknya yang tertahan. “Kenapa kamu gak pernah bilang, Mil? Kenapa kamu memilih menusuk aku dari belakang seperti ini?” isak Izzy akhirnya pecah. Mila yang juga ikut menangis lantas memeluk lutut Izzy. Ia memohon maaf atas kesalahan yang dilakukannya. “Maafkan aku. Maafkan aku.” “Terlambat, Mil! Kamu tega menyakiti aku seperti ini!” Izzy makin memojokkan rasa bersalah itu pada Mila. Mila tak berhenti menangis lalu menggelengkan kepalanya. “Aku akan gugurin janin ini. Tolong jangan putus sama Arion, anggap saja ini tidak pernah terjadi!” pinta Mila menaikkan pandangannya pada Izzy yang tercengang dengan kalimat tersebut. “Apa?” “Papa dan Mama juga belum tahu dan kehamilanku baru empat minggu. Aku masih bisa aborsi ....” Mata Izzy seketika membesar dengan raut wajah syok.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD