Bab 7. Alun-alun

1236 Words
Danial datang kerumahku saat habis magrib sambil membawa gitar saat itu Gim juga ada dirumahku kami baru saja selesai makan malam. Alasan kenapa Gim selalu muncul dirumahku adalah ayahnya jarang pulang saat dinas sebagai salah satu anggota dewan alhasil cowok itu selalu tinggal dirumahku persis seperti kakak kandungku sendiri. “Alun alun yuk” ajak Danial. “Bentar ya aku ganti baju dulu” kataku, kedua cowok yang udah kece meski cuman pake baju kaos dan celana jeans itu mengangguk. Setelah selesai ganti baju aku dan kedua cowok tinggi itu berjalan kearah alun-alun yang kebetulan bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar tiga puluh menit. Alun-alun saat malam seperti ini banyak anak muda yang datang dan aku beserta dua sahabat terbaikku ini sering datang ketempat ini untuk kumpul-kumpul bareng sekedar bercanda ria dan bermain gitar. Kami bertiga duduk bersila diatas rerumputan lalu Danial memposisikan gitar diatas pangkuannya tak lama alunan petikan senar terdengar. “Dan” “Hm” jawab Danial sembari mengencangkan senar gitarnya agar menghasilkan suara yang lebih bagus “Kenapa?” lanjutnya. “Pacar kamu gak marah tuh liat aku deket sama kamu” tanyaku. “Enggak lah mereka udah aku bilangin kok kalau kamu cuman temen aku gak lebih nanti kalau mereka berani nyakitin kamu, kamu tinggal bilang aja sama aku” Aku tersenyum kaku sambil berkedip kedip. Selalu mirip seperti yang Gim katakan. “Danial benar. Kami akan selalu ada buat jagain princess” sahut Gim sambil mengusap rambutku, aku merasa sangat sangat beruntung memiliki mereka. Danial mulai memainkan senar gitarnya lalu tersenyum kearahku dan Gim. “Beres nih. Ada yang mau request lagu gak” katanya kemudian. “Oh bentar kemarin aku gak sengaja denger lagu kebetulan lagunya enak didenger” Sahutku sambil membuka youtube mencari lagu yang aku maskud dari salah satu anak band indonesia ‘Eclat’ dengan lagunya “Bentuk Cinta” “Kalau ini aku sudah tau dari beberapa minggu yang lalu. Jadi fix yang ini ya kebetulan banget ini lagu ada mirip miripnya sama kamu?” Jawab Danial sambil terkekeh pelan. Aku memanyunkan bibirku sambil memukul pelan lengan Danial, Danial kemudian kembali memetik tali senar gitarnya lalu kami bertiga bernyanyi bersama meski Gim hanya akan ikut bernyanyi sesekali. “aku tak tau apa yang lain darimu hari ini” “apa itu sepatu flatmu? atau kukumu yang baru kau warnai” “pernahkah kau bertanya” “seperti apa bentuk air tanpa wadah?” “pernah kah kau mengira” “seperti apa bentuk cinta?” “Rambut warna warni bagai gulali” “imut lucu walau tak terlalu tinggi” “pipi chubby dan kulit putih” “senyum manis gigi kelinci” “membuatku tersadar” “bentuk cinta itu ...... Ya kamu.. “ Beberapa pengunjung taman alun-alun berhenti untuk melihat kearah kami bertiga karena entah suara aku yang merdu atau kedua sahabatku yang keren. Yang jelas kami bertiga selalu menikmati saat saat seperti ini. Lantunan nyanyian keluar dari suara kami, kami bertiga mengabaikan para pengunjung yang melihat permainan gitar Danial dan nyanyian yang kita keluarkan seakan kami sedang mengadakan konser tunggal. Saat Danial menyudahi permainan gitarnya beberapa orang bertepuk tangan dan kami hanya tersenyum lalu melanjutkan ke lagu lainnya. Aku tau saat ini ada seseorang sedang menatapiku jengkel dari sudut lain diantara banyak pengunjung yang datang. Aku tidak tau dengan jelas siapa orangnya namun dari aura auranya dia menanam benci untukku. “Dan, Gim. Aku cari minuman dulu ya, ah iya kalian mau soda atau yang lainnya” tanyaku karena bernyanyi juga membuat tenggorokan kering. “Aku Es bubble” sahut Danial. “Kalau kamu Gim?” tanyaku pada Gim. “Soda aja” katanya dan aku mengangguk lalu berdiri untuk membelikan kedua sahabatku minuman. Aku berjalan kearah salah satu penjual yang tiap malam selalu buka didekat pinggiran jalan untuk membelikan Es bubble pesanan Danial sambil menunggu pesanan itu jadi aku pergi membeli soda untuk Gim dan untuk diriku sendiri. Dijalan menuju pesanan Danial seseorang menahan lenganku saat aku menoleh aku melihat Lalisa menatapiku dengan mata nyalang kayak orang mau makan ayam hidup hidup. “Hai kakak kelas” kataku menyapa dengan ramah namun cewek yang lebih tinggi dariku itu malah menamparku. Pipiku terasa perih aku perlahan mencoba balas menatap cewek didepanku ini. “Aku salah apa kenapa aku ditampar kayak gini?” tanyaku. Cewek yang aku kenal bernama Lalisa itu meremas lenganku, aku meringis kesakitan ingin melawan tapi kedua tanganku masing-masing membawa kaleng soda. “Eh sakit tau ini kamu kenapa sih. Aku ada salah apa sama kamu?” Aku bertanya lagi tapi cewek gila itu malah semakin meremas tanganku. “Salah apa? Kamu masih bertanya dimana kesalahan kamu? Gak sadar ya kalau Danial itu cowok aku ngapain kamu deket deket sama dia dasar bit*h” Umpat Lalisa. Hadeh jadi ini pacarnya Danial toh pantes aja kayak gini. Kok mulutnya tajem banget ya habis diasah atau gimana?. Aku terkejut saat cewek itu mendongak kebelakang sambil mengaduh kesakitan. “Aw!” “Kamu diapain sama dia?” Tanya Gim yang ternyata menjambak rambut Lalisa dari belakang. “Dia nampar aku barusan” Aku menunjukkan bekas tamparan Lalisa diwajahku, bukan maksud mau adu domba karena kasian dombanya gak salah kok di adu. Gim mendorong kepala Lalisa, cewek itu meringis kesakitan menatap Gim jengkel. Gim menatap Lalisa penuh peringatan “Jangan pernah ganggu adikku atau aku akan balas kamu lebih kejam lagi” katanya. Wow wow wow ini Gim yang aku kenal kan, wih keren banget! “Ada apa Gim, Sun!” Danial ikut menghampiri. Lalisa tiba-tiba berubah sok cantik saat melihat Danial datang “Nial cowok ini barusan jambak rambut aku, kan sakit” katanya. Ih amit amit jijik banget aku liat mukanya. Danial natap Gim lalu aku bergantian. “Beneran?” tanya Danial pada kami berdua, sontak saja aku dan Gim mengangguk. Lalisa terlihat tersenyum sumringah. “Tuh kan dia jujur. Kamu harus balas perbuatannya masa kamu rela aku digituin sama dia” Lalisa menunjuk Gim. Aku pengen muntah liat mukanya Lalisa yang sok kecentilan bahkan tangannya gelandotan ditangan Danial kayak monyet lagi gelantungan dari satu pohon kepohon yang lain. Danial melepaskan tangan Lalisa dari lengannya “Dia ngapain Sun emang?” Tanya Danial pada Gim namun dengan wajah bertanya takut Sun terluka gara-gara Lalisa bukan karena Lalisa dijambak oleh Gim. “Tanya aja tuh sama cewek kamu masa gak ada hujan gak ada mendung dia nampar aku. Nih liat cap tangannya aja masih nempel di pipiku” Aku nunjuk nunjuk wajahku sebagai bukti. Danial menghela nafas lalu natap Lalisa “Sebelum jadian kan aku udah bilang Hafsun itu sahabatku kamu juga harus baik sama dia tapi liat, baru juga kemarin dibilangin udah kayak gini” Danial geleng-geleng, Lalisa menyentuh tangan Danial yang langsung dihempaskan oleh cowok itu. “Kita putus, mulai hari ini kita gak ada hubungan apapun. Ingat ya sekali lagi aku liat kamu berani gangguin Hafsun, bukan cuman Gim aja yang jambak rambut kamu tapi aku juga bakal jedukin kepala kamu biar kamu sadar berbuat jahat pada orang itu gak baik” Danial menggandeng tangaku dan Gim “Ayuk pergi aja dari sini” ajaknya. “Danial! Ih kamu kok malah mutusin aku sih” teriak Lalisa dimana teriakannya menarik perhatian orang orang yang lewat. Dasar cewek alay. Rasain tuh jadi cewek bar-bar amat sih siapa suruh lawan aku haha. Gak liat apa bodyguard ku every where?. Gim menyuruhku duduk disalah satu kursi yang tersedia di alun alun itu sambil memeriksa wajahku “Sakit?” katanya. Gak sakit sih cuman perih aja. Aku menggeleng. Gim mengambil kaleng soda dingin yang aku bawa lalu menempelkan dipipiku, rasanya langsung mak cess.. Danial melepaskan jaketnya untukku yang hanya pakai kaos putih berlengan pendek “Maaf ya Sun, gara-gara aku kamu ditampar kayak gini” Danial ikut melihat pipiku yang ditampar Lalisa tadi. “Gak papa kok Dan, lagian ini juga bukan yang pertama kalinya” Aku tertawa garing sampai Gim menekan kaleng soda ke pipiku. “Napa sih nih anak kayaknya nyimpan dendam tersembunyi ya?” kataku pada Gim. “Kamu udah di perlakuin kayak gitu masih aja cengengesan gak jelas” Ucap Gim menyentil keningku gemas. Ya ampun mereka perhatian banget sih, kalau bukan sahabat udah aku embat salah satunya. Tapi aku tetap bersyukur mereka adalah sahabat paling the best yang aku miliki karena segala perhatian mereka rasanya lebih diperuntukan untukku ketimbang harus menjadi pacar nya. Pacar rasanya tak berguna diantara hubungan persahabatan kami. _____ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD