Chapters 3 [Kucing danTikus]

1195 Words
TENG TENG TENG TENG TENG… Bel pulang sekolah berbunyi dengan lantang, menandakan waktu untuk siswa SMA TUNAS BANGSA kembali ke rumah masing-masing. Para murid berhamburan keluar dari kelas, membawa tas dan senyum lega setelah seharian belajar. Namun, tidak demikian dengan Kinan, Hikmah, Yula, dan Rabiatul. Mereka masih duduk di dalam kelas, dengan wajah-wajah yang penuh kelelahan, kantuk, dan sedikit kesal. Yula menghela napas panjang, meletakkan kepalanya di atas meja sambil melirik keluar jendela. "Gue malas banget pulang ke rumah. Sampai di rumah pasti disuruh cuci pakaian, cuci piring, masak, ngepel, dan terakhir pasti jagain Yuna. Kayak mesin serba guna gue di rumah." keluhnya. Kinan, yang duduk di sebelahnya, mengangguk penuh simpati. "Apa lagi gue. Gue bahkan belum sempat ganti baju atau lepas sepatu, suara mami dan mimi kecil s****n udah kedengeran dari luar rumah. Mereka teriak-teriak kayak sirene kebakaran. Sampai-sampai tetangga yang lagi sakit gigi dan pengen tidur siang datang bawa ember, kirain ada kebakaran! Kebayang enggak sih?" ucapnya sambil mengepalkan tangan dengan ekspresi kesal. Rabiatul yang duduk di depan mereka ikut menghela napas panjang. "Aku juga sama kayak kamu, Nan. Baru buka pintu rumah, belum sempat taruh tas, udah disambut sama sapu dan kemonceng. Aku kayak anak tiri yang disiksa sama para nyonya rumah. Kadang aku mikir, mereka itu jahatnya ngalahin emak-emak yang sen kanan belok kiri." Yula menegakkan tubuhnya, menatap Rabiatul dengan raut yang penuh kesepahaman. "Iya, lo benar. Gue jadi ngerasa hidup di dunia Cinderella, cuma minus pangeran gantengnya." jawabnya sambil tertawa kecil, meskipun matanya terlihat lelah. Sementara itu, Hikmah tampak berbeda. Ia beberapa kali menguap, menutup mulutnya dengan tangan. Wajahnya terlihat tenang dan nyaris puas. "Gue malah bahagia di rumah." katanya sambil tersenyum tipis. "Kenapa?" "Soalnya orang tua gue lagi kerja ke luar kota. Jadi gue cuma tinggal sama Agra. Kayaknya gue bisa tidur sepuasnya abis ini, soalnya Agra pasti main di taman sama Kira." Mendengar nama Kira disebut, Kinan langsung menatap Hikmah dengan serius. "Kira... itu adik gue, kan?" tanyanya sambil memperhatikan ekspresi Hikmah yang mulai sayu karena kantuk. Hikmah mengangguk pelan, masih setengah menguap. "Iya, kenapa?" Yula ikut menoleh ke arah Kinan, merasa ada yang aneh dengan pertanyaan temannya itu. "Emang kenapa, Kin?" tanyanya, ingin tahu alasan di balik raut serius Kinan. Kinan menghela napas panjang, lalu menatap ketiga sahabatnya satu per satu. "Lo tahu enggak..." katanya dengan nada serius. "Agra sama Kira pasti lagi ngerencanain sesuatu. Dan gue yakin, mereka akan ngebuat kita berempat sengsara." Yula dan Rabiatul saling melirik, sementara Hikmah yang awalnya terlihat santai, sekarang mulai memperhatikan Kinan lebih serius. "Maksud lo apa, Kin?" tanya Hikmah. Kinan melipat tangannya di depan d**a. "Gue tahu adik-adik kita itu, mereka kalau lagi barengan pasti ada rencana usil. Terakhir kali mereka berdua bersekongkol, kita semua harus ngerjain PR Matematika mereka empat hari berturut-turut. Dan kali ini, gue yakin bakal lebih parah." Yula langsung menegakkan tubuhnya, merasa alarm waspada di dalam dirinya mulai menyala. "Lo serius, Kin? Gue enggak siap mental kalau harus ngurusin keusilan mereka lagi." Rabiatul mengangguk setuju. "Iya, aku juga. Aku baru aja selesai ngerjain tugas-tugas rumah dan enggak ada energi lagi buat ngurusin rencana gila adik-adik kita." Hikmah, yang awalnya tenang, sekarang mulai merasa gelisah. "Eh, tapi kan Agra bilang dia cuma mau main di taman sama Kira. Apa mungkin mereka enggak berbuat macam-macam kali ini?" Kinan menggeleng tegas. "Jangan percaya sama mereka. Setiap kali mereka kelihatan tenang, pasti ada sesuatu yang mereka rencanain. Dan gue yakin kali ini bakal lebih parah dari sebelumnya." Yula, Hikmah, dan Rabiatul langsung terdiam, memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi jika adik-adik mereka benar-benar sedang merencanakan sesuatu yang mengerikan. *** "Assalamu’alaikum! Kepada yang terhormat mami ku tersayang dan papi yang paling aku sayang, serta musuh bebuyutanku, Kira si mimi s****n. Gue pulang!" teriak Kinan dengan suara lantang begitu dia melangkah masuk ke rumah. PLAK! Belum selesai Kinan meluapkan energinya, sebuah bantal terbang menghantam kepalanya diikuti bunyi keras. BRUAK! Kinan merasakan pusing di kepalanya, yang membuatnya tersandung kursi dan jatuh terjerembab di lantai. "Aduh, Mami! Ampun, kenapa aku dipukul? Apa salahku, jiwa dan ragaku ini milikmu, Mami!" Kinan merintih sambil memegangi kepalanya, tatapannya langsung tertuju pada Kira yang duduk di tangga dengan seringai licik. Kinan balas menatap adiknya dengan pandangan tajam. "Kamu itu ya! Mami lagi sakit gigi, eh kamu datang teriak-teriak kayak di hutan belantara penuh binatang buas. Lagian, kamu bukan Tarzan, jadi nggak usah teriak-teriak kayak gitu!" ucap maminya sambil memegang rahangnya yang terasa nyeri. Kira, yang duduk nyaman di anak tangga, menyambung dengan nada mengejek. "Bener tuh, Mi. Datang ke rumah biasa aja kali, nggak usah pakai toa segala. Toa masjid aja masih bagus, nggak minta diganti yang baru." Mata Kinan menyipit tajam. "Eh, Mimi s****n, yang mukanya lebih jelek dari pada gue dan jahatnya ngalahin nenek sihir jubah hitam dengan badan pendek, diam lo! Gue nggak ada urusan sama lo. Lagian lo tuh punya teman yang otaknya nggak bisa diam di tempatnya." serang Kinan sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Kira. Kira, bukannya tersinggung, malah tersenyum lebih lebar, seolah menikmati setiap kata yang keluar dari mulut Kinan. "Sama aja kayak teman lo si koala, cantiknya jauh di bawah gue, dan gombalannya receh semua. Segila-gilanya teman gue, masih gilaan teman lo." "APA LO BILANG?!" teriak Kinan sambil maju satu langkah mendekati Kira. Namun, sebelum ia bisa bertindak lebih jauh. PLAK! Dan lagi, sebuah tamparan pelan dari maminya kembali mendarat di pundaknya. "Udah, Mami bilang jangan teriak-teriak kayak Tarzan. Rumah kita bukan hutan. Sana, ganti baju kamu. Pulang-pulang basah kuyup. Nggak ada hujan, nggak ada petir, tapi kamu datang dengan baju basah kayak abis nyebur ke got, kamu dari mana sih?" Kinan mendesah panjang, membuat drama dengan merajuk. "Teganya Mami padaku. Aku ini anak Mami. Apa bedanya aku sama dia? Rajin, masih rajinan aku. Pintar, masih pintaran aku. Kenapa Mami membedakan aku sama dia?" Kinan berpura-pura terisak, memperlihatkan wajah sedih dengan air mata buatan. Kira, yang dari tadi menyaksikan tingkah Kinan, hanya mendengus dan melipat tangannya di depan d**a. "Lebay lo, Kak." Kinan menatap Kira dengan heran. "Sejak kapan lo jadi adik gue? Nggak usah panggil gue kak." tanyanya dengan nada yang dibuat-buat penuh ketidakpedulian. Kira mengangkat bahu, tak terlalu ambil pusing. "Sejak gue lahir ke dunia ini, mungkin." jawabnya dengan santai. "Oh." sahut Kinan singkat, sebelum akhirnya memutuskan untuk naik ke kamarnya yang ada di lantai atas. Kinan benar-benar merasa kelelahan setelah berjalan kaki dari sekolah ke rumah. Untungnya, jarak rumah tidak terlalu jauh dan jalannya tidak terlalu berliku-liku. Saat Kinan membuka pintu kamarnya, tiba-tiba saja teriakan keras menggema di seluruh rumah. "KIRA!!! BERANINYA LO BIKIN KAMAR GUE KAYAK KAPAL PECAH!!!" Di depan matanya, kamarnya yang biasanya rapi kini berantakan luar biasa. Pakaian berserakan di lantai, kasurnya terbalik, bantal-bantal berceceran di mana-mana, dan meja belajarnya hampir roboh dengan buku-buku berserakan di sekitarnya. Tampak jelas, ada tangan jahil yang telah merusak semua ini. Tanpa pikir panjang, Kira yang merasa misinya berhasil langsung kabur dari rumah dengan tawa puas, berlari menuju taman kompleks. "Selamat tinggal, Kakak! Hahaha!" teriaknya sambil melambaikan tangan sebelum menghilang dari pandangan, meninggalkan Kinan yang masih berdiri dengan mulut menganga, tak percaya kamarnya bisa jadi sekacau itu. "Astaga, Kira! Lo bener-bener kelewatan kali ini!" Kinan merintih frustrasi, sementara dari kejauhan, tawa Kira masih terdengar nyaring di telinganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD