Chapter 5

1700 Words
Shiva termenung dalam kamarnya, ritualnya sebelum tidur. Menikmati teh dan memandang hitamnya langit malam. Mengingat semua kejadian pagi tadi dengan seksama, kenapa dia tidak menyerang balik? Kenapa dia tidak membalas? Semua fikiran itu langsung buyar ketika jantungnya kembali berdetak cepat. Shiva mengusap dadanya pelan mengambil nafas dalam, "Tenang Shiva, tenang" Sepanjang hidupnya dia hanya bisa melakukan hal itu. Hal yang sangat mudah bagi mereka yang tidak tau arti dari trauma. Memejamkan matanya menikmati angin malam yang berhembus, ini sudah sangat larut namun mata Shiva tidak juga mengantuk. "Kamu gapapa?" Shiva menengok terkejut, "Abang" Senal tersenyum duduk di sampingnya. Senal mengabaikan keinginan pertamanya yang ingin pergi ke dapur mencari cemilan. Senal khawatir dengan adiknya ini, hari pertama sekolah adalah hal yang paling menyeramkan. Dia pernah melalui hal itu. "Bang," panggil Shiva. "Apa abang fikir aku bisa melalui ini semua?" Senal mengangguk yakin, "Tentu, adik abang sangat kuat" Shiva tersenyum, "Tapi aku berfikir sebaliknya" Senyuman Shiva kembali luntur, "Aku ga bisa lepas bang. Aku lemah" Senal menggeleng, "Adik abang pasti bisa, kamu liat kan sekarang kamu bisa sekolah dengan kakakmu. Itu impian kamu dari dulu setelah kejadian menyedihkan itu." Kini Shiva yang menggeleng, "Aku menyembunyikan sesuatu dari bunda dan abang" "Apa?" Shiva menatap Senal dengan mata tenangnya, "Mereka melakukan hal kasar" "Apa?!" Shiva menghela nafasnya mendengar seruan abang, "Aku ingin melawan tapi aku ga sanggup" "Siapa?" "Seorang gadis yang mengaku kalo kak Aldi adalah miliknya, bukan milik Shiva" "Aku lemah bang" Senal menarik Shiva kepelukannya, "Ga, kamu ga lemah sayang. Kamu kuat" Shiva mengangguk, ya, dia pasti kuat dan dia akan berusaha dengan maksimal. "Shiva" panggil bunda dari belakang keduanya, menatap Shiva dengan khawatir. "Perasaan bunda benar, kamu terluka." Shiva menggeleng, "Aku ga terluka bun, hanya saja aku ga bisa menyingkirkan ketakutanku" Bunda mendekat dan menarik Shiva memeluknya dengan hangat. "Jangan menyembunyikan apapun Shiva, bunda ga suka" Shiva mengangguk, "Bunda mendengarnya?" "Ya. Bunda denger semuanya. Bunda ga akan maafin kamu kalo kamu mengulang hal yang sama. Jangan sembunyikan apapun dari bunda sayang" Shiva mengangguk, "Tapi ga janji" "Shiva" Shiva menunjukan cengirannya, "Aku ga janji bun" Bunda hanya bisa menghela nafas lalu mengangguk, "Kamu punya teman?" Shiva mengangguk antusias, "Temen-temen kakak baik" Shiva menceritakan hal yang menyenangkan pagi tadi dengan senyumannya yang tidak luntur. Senal melihatnya dengan terharu, sudah lama adiknya tersiksa. Bunda menanggapinya tak kalah antusias, "Baguslah kalo gitu." "Bun" "Hm?" "Apa arti kata 'kau milikku'?" "Ha?" Shiva menatap bunda dan Senal bergantian, dia sungguh tidak mengerti kata itu. "Siapa yang bilang?" "Ian" "Ian?" Shiva mengangguk, "Temen kakak" "Emang ada yang namanya Ian bang?" Senal menggeleng, "Seinget abang dia ga punya nama itu" "Julian" sela Shiva. "Julian?" Bunda terlihat mengingat lalu tersenyum lebar, "Oh itu! Bunda sangat mengenalnya. Bunda seneng kalo liat dia main ke rumah" Shiva mengernyit bingung, "Dia emang pernah ke sini, tapi aku ga pernah liat dia?" "Kamu selalu di kamar sayang. Suara gaduh pun kamu abaikan" Shiva nyengir mengingat itu, "Yang terpenting itu bukan bunda yang teriak-teriak" "Kamu ini" "Jadi, apa arti 'kau milikku'?" Senal terlihat tersenyum menggoda adiknya, "Dia mau kamu jadi miliknya" Shiva mencerna ucapannya, "Dia mau kamu jadi pacarnya" jelas bunda menahan senyumnya. Lelaki yang membuat hatinya menghangat adalah Julian. Lelaki dingin yang sering main ke runah dengan si kembar pirang. "Ha?" "Kamu baru bertemu dengannya bukan?" Shiva mengangguk, "Dia udah sering ngeliat wajahmu dan dia udah jatuh dari dulu" "Jatuh?" "Jatuh cinta" terang bunda kembali mendengar Senal yang menjelaskannya dengan setengah-setengah. "Ga mungkin lah!" "Loh? Kenapa?" "Dia baru ngeliat aku" "Dia udah sering ngeliat kamu sayang" "Mungkin" Bunda tersenyum lebar mendengarnya, dia sungguh bahagia putrinya bisa dekat dengan lelaki baik seperti Julian. "Bunda setuju kalo kamu sama Julian" "Bunda!" Seru Senal tidak setuju. "Kenapa? Dia baik kok, bunda menyukainya" "Siapa yang kau sukai?" Sela ayah memasuki kamar. Telinganya sungguh tajam mengenai apa yang diucapkan bunda tentang suka menyukai. "Julian" "Kau menyukainya?" "Ya. Dari dulu aku menyukainya ayah. Dia ganteng, tinggi, baik lagi" "Aku lebih dari dia" Shiva saling melirik dengan Senal, ayahnya cemburu? "Ayah cemburu?" "Ya! Ayah cemburu" jawabnya lantang. Shiva terlonjak kaget mengusap dadanya, "Ayah" tegur Senal. "Maaf" Ayah menatap bunda tajam, "Ayah ga suka kamu membicarakan lelaki lain bunda" "Astaga! Dia seumuran putramu ayah" "Tetap saja dia lelaki" "Ih ayah lebay" ejek Shiva. "Ayah udah tua jangan banyak gaya!" Ayah menatap putrinta tidak percaya, "Apa kau bilang?" "Ayah udah tua. Sadar diri dong ayah! Ayah ga pantes cemburu-cemburu gitu." Bunda dan Senal tertawa pelan melihat wajah ayah yang terlihat terkejut dengan seruan Shiva. "Ian emang ganteng dan ayah kalah sama dia" "Apa?!" "Ayah b***t ya" "Shiva!" "Ayah!" Keduanya adu tatap, ayah dengan kekesalannya dan Shiva dengan ketenangannya. "Selera bunda tinggi" "Aish!" Ayah mengacak rambutnya kesal dan menarik bunda keluar kamar. "Tidur yang nyenyak sayang" seru bunda sebelum keluar kamar. Senal menggeleng kepalanya lalu menarik Shiva ke tempat tidur, "Tidurlah, besok kamu kembali sekolah" Shiva mengangguk memejamkan matanya sesaat, "Abang" Senal yang akan keluar kembali berbalik, "Kenapa?" "Aku sayang abang" Senal tersenyum kembali mendekati Shiva, mencium keningnya pelan dan menaikan selimutnya. "Abang lebih sayang kamu, tidur yang nyenyak" *** Shiva bersembunyi di belakang Aldi saat kedua gadis yang sudah mengganggunya itu berjalan mendekat. Aldi menengok, "Kenapa?" Shiva menggeleng, matanya mencuri pandang kedua gadis yang sudah berdiri di samping meja mereka saat istirahat. "Ngapain kalian?" Tanya Evelyn merubah tempat duduknya di samping Shiva. Gadis ini selalu melindungi Shiva. "Aku mau minta maaf" "Minta maaf?" "Ya. Aku sudah salah faham" "Sebelum itu aku tanya. Kau ada hubungan apa dengan Aldi hingga berani melukai mereka yang dekat dengannya?" Gadis itu terdiam menunduk, temannya hanya bisa mengikuti langkahnya saja. "Kau tau siapa yang udah kau lukai dan kau marahi?" Dia mengangguk, "Aku minta maaf, aku ga tau siapa dia sebelumnya" "Kau bodoh! Pergi!" Keduanya pergi tanpa membantah, Evelyn menatap Shiva yang sudah dipeluk Aldi. "Gapapa Shiva, mereka udah aku urus. Jangan khawatir" Shiva menengok dan sudah tidak ada siapapun di samping mejanya. "Jangan takut, aku pasti melindungimu" ujar Evelyn memberikan senyumannya. Shiva mengangguk mengiyakan, "Makasih" "Apa?" "Makasih" Evelyn menggeleng kuat, "Kamu adikku, aku akan selalu melindungimu" "Kak Ev pacar kak Dio?" Semuanya terkejut mendengar pertanyaan Shiva yang tiba-tiba. "Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba kau bertanya itu?" "Kalian ga pacaran?" Evelyn menggeleng, "Aku kira kalian pacaran, kak Dio suka senyum kalo bareng kakak" Evelyn menatap Dio dan Shiva bergantian, "Itu karena kita udah sahabatan lama" "Oh ya?" Shiva memicingkan matanya menatap Dio yang tidak mengelak, "Kakak ga ngebantah ucapan aku. Kak Dio suka sama kak Ev, kakak ga sadar?" "Ha?" Dio menggeleng kepalanya melihat kepolosan adiknya, "Kita hanya sahabatan Shiva" Evelyn mengangguk mengiyakan, "Aku ga yakin" "Kenapa? Kenapa kamu ga yakin?" Tanya Aldo tersenyum geli. Dia juga tau perasaan Dio dengan gadis itu. "Tatapan kakak beda sama kak Ev, ah! Kakak jangan bohong sama Shiva ya! Shiva ga suka!" Dio menghela nafasnya, "Kita emang sahabatan sayang" "Iya sekarang tapi ga tau kedepannya. Kakak, aku mau kalo kakak jadi kakak ipar Shiva" Uhuk uhuk Evelyn tersedak mendengarnya, "Kakak ipar?!" Shiva mengangguk lugu, "Aku suka kak Ev." Aldi tersenyum mengacak rambut Shiva gemas. Adiknya sungguh jujur. "Aku masih sekolah Shiva, jangan aneh-aneh!" "Aku ga akan setuju kalo kakak ga nikah sama kak Ev" Evelyn melongo mendengar ucapan Shiva yang ngawur kemana-mana. "Kamu habis liat sinetron ya?" "Ga. Aku ga suka sinetron. Intinya Shiva ga mau kalo bukan kak Ev yang jadi kakak iparku" Evelyn menggeleng kepalanya takjub baru mengetahui sikap Shiva yang terlewat jujur. Dio mengusap wajahnya bingung ingin menanggapi apa, "Kedepannya ga tau Shiva" "Ga mau! Kakak harus nikah sama kak Ev!" Tegas Shiva tidak ingin dibantah. "Aku akan buli gadis manapun yang kakak kencani selain kak Ev." Aldo sudah terbahak mendengarnya, Dio tidak akan bisa menolak apa yang sudah Shiva tetapkan. "Oke oke kakak kalah" Evelyn menabok tangannya, "Apa maksudmu?!" "Kamu udah mengenalku Ev, ga salahnya kita mulai hubungan lebih kan?" Shiva mengangguk setuju, Evelyn bingung ingin menjawab apa. "Kak Ev pacar kak Dio yey!" Seru Shiva bertepuk tangan. "Shiva!" Seru Evelyn. Dio menepuk tangan Evelyn untuk menyutujuinya, "Iyain" ujar Dio tanpa suara. Evelyn menghela nafasnya lalu mengangguk. Aldo menangkap sobat setianya, "Jul!" Seru Aldo melambaikan tangannya. Julian mendekat dengan makanan di tangannya, dia baru saja menyelesaikan persoalan perlombaan dengan pelatihnya. Julian duduk di samping Aldo dan berhadapan dengan Shiva. "Dateng kapan?" "Kemarin" Julian menatap Shiva dan memberikan senyumannya. Shiva membalas senyumannya biasa. Evelyn menahan senyumnya menyadari suatu hal, "Kamu suka Shiva, Jul?" "Ya." "Ha?!" "Apa?!" Semua orang yang mendengarnya terkejut, bahkan mereka yang bersebrangan dengan meja Shiva ikut terkejut mendengarnya. Percayalah Julian sangat anti untuk mengenal perempuan selain Evelyn yang memang sudah lama mengenalnya. "Aku ga salah dengerkan?" Julian menggeleng memakan makanannya dengan tenang, "Kenapa? Kamu ga setuju?" Tanya Julian mengarah ke Aldo. "Bukan. Aku cuma kaget aja tiba-tiba kamu suka adikku" Julian menatap Shiva yang hanya diam, "Kau milikku" Semuanya kembali melongo kecuali Evelyn yang sangat bahagia keliatannya. Terlihat dari matanya yang berbinar. "Oh! So sweet!" Seru Evelyn. "Kamu ga becanda kan Jul?" Tanya Dio tidak percaya. "Sejak kapan aku becanda soal perasaan?" Aldi menetralkan kekagetannya, "Asal kamu bisa jagain dia aku ga masalah" ujar Aldi. Shiva menengok mendengarnya, "Kak" Aldi tersenyum, "Kakak percaya sama dia. Dia sahabat terbaik kakak. Kamu jangan khawatir" Dio menggebrak mejanya, "Aku ga setuju!" Julian meruncingkan alisnya menatap tajam Dio yang melarang dia berdekatan dengan Shiva. "Dia adikku Jul, kamu ga bisa pukul aku lagi!" "Pukul?" Sela Shiva. "Ya! Dia kasar Shiva! Jangan mau sama dia!" Shiva menatap Julian yang menggeleng, "Jangan didengerin, Dio yang cari masalah" bela Evelyn mencubit lengan Dio. "Mana ada! Aku ga ngapa-ngapain ya! Dia langsung mukul aja!" "Bunda setuju kalo Ian jadi pacar Shiva" sela Shiva dengan tenang. "Apa?!" "Bunda tau?!" Shiva mengangguk lugu, "Kenapa? Salah ya?" Julian tersenyum menggeleng, "Ga salah sama sekali." Shiva menatap Dio, "Kakak ga bisa nolak kalo bunda udah setuju." "Ah! Bunda!" Seru Dio mengacak rambutnya. "Aku ga mau dipukulin dia lagi ya allah!" "Kakak yang tobat, jangan cari masalah mulu biar ga kena pukul." "Kamu belain dia?!" "Ga. Kakak kan emang biang masalah" "Sembarangan!" "Kakak jangan berisik! Ini tempat umum" Dio kembali mengacak rambutnya melirik Julian yang masih tenang dengan makanannya. Adiknya yang lugu memang mudah untuk menerima ucapan orang, apa lagi itu ucapan bunda. Dio akan protes ketika sampai rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD