“Oh tidak!” guman Zia panik diikuti wajahnya yang meringis. Perlahan ia menaikkan tubuhnya, tetapi tidak dengan pandangannya. Ya, sejak Sean meninggalkan dirinya di luar kamar rawat ayahnya, Zia gelisah dan penasaran. Ia tidak bisa menahan dirinya untuk mencari cara untuk menguping pembicaraan Sean dengan ayahnya, walaupun ia tahu kalau ruangan ayahnya kedap suara. “Zia, itukah kamu, Nak?” suara Darul seperti menyelamatkan Zia. Setelah ia menunjukkan barisan giginya pada Sean, Zia menerobos masuk melewati lelaki yang masih membentengi pintu di hadapannya. Gerakan Zia terlalu cepat, hingga Sean refleks terdorong ke belakang. Untunglah lelaki itu masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Sean menarik napas panjang mendapatkan perlakuan tak terduga dari gadis kecilnya. Namun, dua detik k