Abyan adalah lelaki yang sudah cukup matang di usianya yang menginjak 27 tahun. Sebagai lelaki, bukan hal aneh lagi berdekatan dengan lawan jenis. Mereka yang rata-rata mengetahui keuangan dirinya seperti tidak akan melepaskan kesempatan untuk mengenal dan berdekatan dengannya.
“Papa yakin akan menempatkan Abyan sebagai Event Planner di hotel kita?” tanya Elza, istri dari Samudra Edgar Pravitel sekaligus ibu dari Abyan.
“Yakin. Papa harap dengan keadaannya, dia bisa mendapatkan wanita yang benar-benar mencintainya. Bukan karena hartanya.”
“Tapi wajah Abyan sudah cukup di kenal sebagai pemilik rumah desigan perhiasan, mana mungkin para wanita tidak mengenalinya,” tanya Zeny salah satu kakak Abyan.
“Benar. Aku yakin para wanita tidak akan melihat kekayaan yang dimiliki oleh Abyan selama dia melihat dan menikmati wajah gantengnya,” kata Tannia tertawa.
“Papa dengar bukan, sulit bagi Abyan untuk menghindar dari wanita yang mendekatinya,” kata Elza lagi.
“Para wanita mungkin akan terpesona oleh ketampanan Abyan, tetapi apakah wanita akan bertahan bila Abyan tidak memiliki cukup uang?” kata Rizal menimpali.
“Pengalaman ya Solnyshko (sayang-Rusia),” goda Tannia tertawa.
“Bukan pengalaman hanya kenyataan yang sering aku dengar. Lupa kalau kau adalah wanita pertama yang sudah menyita perhatianku?” sahut Rizal tertawa.
“Yeee…ini malah saling rayu,” tegur Zeny tertawa melihat ulah kakaknya Tannia dengan suaminya Rizal yang seorang perwira Polisi.
“Bukannya saling rayu, tapi kebanyakan ya seperti itu,” jawab Rizal tertawa.
Samudra memperhatikan anak dan juga menantunya yang terlihat akrab. Dia bahagia karena putri pertamanya menemukan kebahagiaan dengan lelaki pilihannya sendiri tanpa dia harus ikut campur. Sementara putrinya yang kedua yaitu Zeny juga akan menyusul Tannia untuk berumah tangga.
“Sebenarnya kapan Abyan akan pulang? Mama sudah mencoba meneleponnya berkali-kali tetapi belum juga mendapat jawaban,” tanya Elza pada suaminya.
“Papa juga belum bisa menghubunginya. Dari crew pesawat SEP belum ada informasi kalau Abyan akan memakai jet pribadi untuk pulang. Mungkin minggu depan dia baru pulang,” sahut Sam seraya bangun dari duduknya untuk mengambil minuman di meja bar yang berada di ruang keluarga.
Mata Sam yang tajam tertuju pada kaca lemari yang menyimpan minuman. Di sana ia melihat sosok gagah berdiri menutupi pintu dengan senyumnya yang membuat wanita klepek-klepek.
“Sejak kapan kau berdiri di sana!” tegur Sam sambil berbalik membuat anggota keluarganya melihat ke arah pintu.
“Abyan…kenapa tidak berkabar dulu. Mama baru saja mengeluh karena tidak bisa menghubungimu,” tegur Elza berjalan menyambut putra bungsunya yang sangat gagah dan tampan.
“Aku minta maaf tidak berkabar dengan kalian lebih dulu. Aku ingin memberi kalian kejutan. Apa kejutanku sukses?” kata Abyan sambil nyengir.
“Kau sukses membuat kami terkejut By. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dalam perjalanan, apa kau memikirkan kami?” tanya Elza dalam pelukan putranya.
“Mam, aku adalah laki-laki dan papa sudah memberikan pendidikan bela diri yang cukup untukku. Dan perlu mama ingat, aku tidak sendirian ada puluhan orang yang bersama denganku dengan tujuan yang sama,” jawab Abyan membela diri.
“Memang kau tidak sendirian, tetapi di luar sana, ada orang atau pihak lain yang tidak suka dengan keberhasilan keluarga kita. Bisa saja mereka melakukan hal jahat terhadapmu,” kata Sam yang kini berada di belakang Abyan.
“Aku sudah mendengar kata-kata Papa, jadi bagaimana aku bisa melakukan sesuai permintaan papa kalau aku harus selalu mendapatkan pengawalan? Apa ada seorang pegawai biasa kemana-mana harus dikawal?” jawab Abyan dengan senyum di bibirnya.
“Kau selalu bisa menjawab setiap pertanyaan Papa. Jadi…apa pendapatmu dengan rencana Papa?”
“Aku setuju. Dan aku rasa bisa memulainya dengan melamar kerja di Hotel Samudra Pravitel. Benar tidak?”
“Benar, besok kau temui kakak di hotel,” saran Tannia pada adiknya.
“Siap!”
Melihat semangat Abyan memberi kebanggaan tersendiri bagi Samudra. Dia memang mempunyai menantu seorang perwira polisi, tetapi terhadap putra satu-satunya, Sam sangat berharap lebih. Salah satunya adalah agar Abyan mendapatkan wanita yang tidak matrealistis.
Setelah memberikan pelukan pada orang tua dan kakaknya, Abyan kembali keluar untuk mengambil kopernya.
“Sekarang bersihkan dirimu. Kebetulan kita semua belum ada yang makan malam,” perintah Elza pada Abyan.
Abyan baru berjalan beberapa langkah saat suara Zeny membuat langkahnya berhenti. “By, kamu tadi sama siapa?” tanya Zeny pada Abyan membuat yang mendengarnya tertarik.
“Sama yang lainnya. Ada apa?”
“Perempuan? Cantik tidak?” goda Zeny lagi.
Pertanyaan Zeny kembali menyita perhatian semuanya hingga mereka penasaran, terutama Elza yang langsung mendekati Abyan.
“Darimana kamu tahu kalau Abyan bersama dengan perempuan?”
“Tentu saja aku tahu. Tebakanku, sepanjang penerbangan adikku ini pasti duduk berpelukan. Gimana, kapan mau dibawa ke rumah?”
“Bocah ingusan yang ga bisa diam,” grutu Abyan hingga Zeny tertawa.
“Bocah ingusan, tapi parfumnya sangat berkelas…apa kau pacarana dengan anak baru gede?”
“Aku tidak bisa menjelaskan. Dia adalah bocah perempuan yang selalu memanggilku om di setiap kesempatan dan selalu menggaggu waktu istirahatku,” jawabnya kesal.
“Kau dipanggil Om? Sebenarnya berapa usianya? Dan siapa namanya?”
“Aku sama sekali tidak berminat bertanya siapa dia. Kepalaku benar-benar sakit kalau mengingat ulahnya,” jawab Abyan berlalu meninggalkan tanda tanya di keluarganya.
“Bagaimana kau tahu kalau Abyan bersama seorang wanita?” tanya Tannia menjawil tangan Zeny.
“Memangnya kau tidak mencium bajunya? Bajunya begitu harum seolah-olah sepanjang penerbangan mereka berpelukan,” beritahu Zeny dengan kening berkerut.
“Aku tidak berpikir ke sana. Aku pikir wangi tersebut berasal darimu karena wangi parfumnya sama seperti yang kau pakai,” jawab Tannia mencoba mengingat.
“Memang sama, makanya aku bertanya padanya. Tidak mungkin kalau berasal dariku. Wanginya begitu melekat di baju Abyan kalau mereka hanya duduk berdampingan saja,” jawab Zeny tertawa.
“Tapi kenapa Abyan bilang bocah ingusan…aku tidak bisa membayangkan bagaimana wajah cool Abyan saat perempuan muda memanggilnya Om. Pasti wajahnya berlipat,” tawa Tannia begitu keras hingga terdengar ke telinga Abyan yang belum jauh berjalan.
Dalam hatinya Abyan sibuk memaki perempuan muda yang memanggilnya Om dengan berbagai macam bahasa yang dia kuasai. Bagaimana bisa dia memeluk tubuh ramping perempuan yang sebelumnya membuatnya kesal. Dia bahkan tidak rela melepaskan dan tetap memaksanya berada di dalam pelukannya hingga mereka tertidur saling berpelukan selama penerbangan.
“Kenapa aku tidak bisa melupakannya….” Abyan memejamkan matanya, tetapi yang terbayang adalah bentuk bibir berwarna alami yang begitu penuh dan menarik untuk di sentuh. Kalau saja dia tidak mendapat pukulan di kepalanya, mungkin dia sudah berhasil menyentuh dan menikmatinya. Tidak peduli kalau dia sedang duduk di kursi pesawat.
Tidak beda jauh dengan keadaan Emma yang kini masih berada di dalam mobil ayahnya. Pertanyaan ibunya mulai membuatnya jenuh. Apalagi kalau bukan omelan karena ibunya berhasil mencium wangi parfum lelaki dari baju yang dipakai oleh Emma.
“Jadi siapa yang bersama denganmu. Kenapa kau tidak mengenalkan pada kami?”
“Bu…aku juga tidak kenal sama dia. Dia adalah teman seperjalanan yang kebetulan duduk di sebelah Emma.”
“Tapi kalian cukup dekat, kan?” selidik Laila penasaran.
“Jelas dekatlah. Dia duduk di sebelah Emma dan jaraknya tidak sampai 20 centi,” jawabnya mulai kesal.
“Kalian berpelukan?” tanya Laila lagi.
Mata Emma melotot, bagaimana bisa ibunya berkata benar seperti itu? Apa mungkin ibunya seorang cenayang?