Emma baru saja keluar dari dalam kamarnya untuk sarapan sebelum dia berangkat sekolah ketika dia mendengar suara teriakan dari dalam kamar tamu, kamar yang menjadi tempat lelaki yang dibawa Emma kemarin.
“Ya Allah, itu orang kenapa,” kata Emma bergegas menuju asal suara.
Di dalam kamar sudah ada orang tua Emma bersama dengan dokter yang kemarin dipanggil oleh ayahnya.
“Siapa kalian dan mengapa kalian ada di sini,” kata lelaki dengan wajah yang dipenuhi rambut.
“Dan siapa kamu,” tanya lelaki itu garang begitu Emma masuk ke dalam kamar.
“Dia, dia adalah putriku dan dia juga yang menolongmu di jalan,” beritahu Ardan.
“Kamu kemarin jatuh di depan mobil kami dengan luka bekas tusukan. Beruntung Emma menemukanmu,” kata Lailla.
Lelaki itu seperti berpikir kenapa dia bisa terluka hingga ditemukan oleh gadis yang masih memakai seragam sekolah.
“Bagaimana aku bisa terluka,” katanya pelan.
Keempat orang yang ada di dalam kamar menatap bingung. Ardan dan Lailla saling berpandangan sebelum menatap Emma yang terlihat geli.
“Eh, kenapa geli begitu. Kamu tahu sesuatu?” tanya Lailla yang melihat wajah Emma.
“Enggak, Bu. Hanya ingat pernah ngalamin kejadian yang hampir sama aja,” jawab Emma walaupun dia tidak yakin.
“Kapan?” tanya Lailla curiga.
“Hah? Kapan ya,” kata Emma seolah berpikir.
Dia lupa kalau dirinya tidak pernah cerita pada orang tuanya. Apa yang akan dikatakan oleh ibunya kalau tahu Emma sudah sempat berada di tempat yang membuat dirinya bisa saja terjebak dalam intrik kejahatan.
“Emma?” tegur Lailla.
“Lupa, Bu. Kan, Emma cuma bilang kaya pernah,” jawab Emma ngeles.
“Terus kamu sudah sarapan?” tanya Lailla lagi.
“Belum. Emma hanya kaget karena suara teriakan,” kata Emma mengalihkan perhatiannya pada lelaki asing tersebut.
“Maaf, Om memang tidak tahu siapa nama atau siapa Om? Atau apa perlu saya lapor ke polisi,” tanya Emma.
“Tidak!”
Jawaban tersebut sangat mengejutkan karena diucapkan dengan nada tinggi.
“Kenapa? Aku yakin kalau kita lapor polisi kita bisa tahu siapa Om sebenarnya dan kenapa juga Om bisa terluka,” kata Emma.
Dengan wajah menahan sakit, lelaki asing itu berusaha bangun dari posisinya yang berbaring tetapi langsung di cegah Ardan.
Ardan yakin ada yang membuat lelaki itu tidak mau dirinya dilaporkan ke kantor polisi. Tidak ada prasangka buruk mengapa Ardan percaya padanya. Dia yakin suatu saat nanti lelaki asing itu akan ingat siapa dirinya.
“Ayah setuju kita tidak lapor polisi?” tanya Emma heran.
“Tentu saja. Ayah yakin dibalik lupa ingatannya dia punya alasan mengapa dia tidak mau keberadaan dirinya diketahui oleh orang lain,” kata Ardan sementara lelaki itu kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasur.
“Kau mau kemana?” tanya Ardan melihat lelaki itu kembali berusaha bangun.
“Aku harus kerja. Sudah lama aku hanya berbaring saja,” jawabnya sambil meringis.
“Kau masih sakit, lagipula bagaimana kau bisa mendapatkan pekerjaan sementara dirimu saja kau tidak ingat,” jawab Ardan.
Lelaki asing itu memejamkan matanya. Dia berusaha mengingat dirinya tetapi tidak ada satu-pun yang bisa dia ingat.
“Aku tidak tahu siapa aku. Apakah Anda bisa memberikan aku pekerjaan?” tanya lelaki asing itu lagi.
“Om serius gak ingat siapa Om?” tanya Emma kembali.
“Emma. Ini sudah siang mau jam berapa kau berangkat sekolah. Cepat sarapan,” perintah Lailla membuat Emma langsung pergi sementara penasaran menggayuti benaknya.
“Akan aku pertimbangkan kau bekerja di sini, tetapi kau harus sehat dulu,” jawab Ardan.
“Terima kasih. Aku sangat beruntung bisa bertemu dengan putri Anda,” kata lelaki itu.
Ardan dan Lailla keluar dari dalam kamar sementara dokter melanjutkan pemeriksaan terhadap luka di perut lelaki tersebut.
“Gimana, Yah?” tanya Emma pada Ardan begitu dia melihat ayahnya.
“Sementara dia akan tinggal dan kerja di sini. Semoga saja ayah tidak melakukan kesalahan dengan menerimanya kerja di sini,” kata Ardan.
“Ayah serius tidak mau melaporkan dia ke polisi? Bagaimana kalau nanti dia ternyata buronan terus kita disangka menyembunyikan penjahan kelas berat,” tanya Lailla.
“Ayah yakin kalau dia orang baik. Cara dia bicara dan bertindak terbukti kalau dia berasal dari keluarga terpandang,” jawab Ardan.
“Semoga keyakinan ayah dapat dipertanggung jawabkan. Dan, Emma kamu sudah selesai sarapannya,” tegur Lailla kembali.
“Udah. Ini lagi nunggu Mang Dian,” jawab Emma berusaha mencari alasan.
“Dian sudah ada di depan jadi cepat berangkat sekolah dan tidak perlu cari alasan lagi!”
“Ya, Bu.”
Emma masih belum puas karena dia belum tahu siapa lelaki asing tersebut. Dulu ketika Abyan sadar, lelaki itu langsung mengenali dirinya walaupun dia harus merasakan ciumen yang diberikan Abyan untuk ke dua kalinya.
Abyan…apa kabarnya si om ganteng itu sekarang. Apakah dia sudah bisa mengingat kembali?
Emma menyesal karena dia tidak bisa membantu mengembalikan ingatan Abyan dan dia juga menyesal karena sikapnya yang keras kepala hingga membuat Abyan kembali pada keadaannya semula sebelum dia sadar.
“Neng, kenapa kok bengong aja,” tanya Dian setelah memperhatikan kalau Emma sangat berbeda dari biasanya.
“Aku hanya ingat kejadian dulu. Hanya saja lelaki yang kita temukan kemarin tidak bisa mengingat apa pun sehingga kita tidak tahu asalnya darimana,” kata Emma.
“Emang yang dulu bagaimana, Neng,”kata Dian ingin tahu.
“Dulu, selain aku tahu siapa dia, ada keluarganya juga yang datang,” jawab Emma.
Sekarang lelaki yang mereka temukan sekarang tidak seperti Abyan dulu. Keadaannya tidak terlalu mengkhawatirkan, yang membuat mereka bingung adalah lelaki itu sama sekali tidak memiliki identitas bahkan dia menolak ketika Emma bermaksud melaporkan keberadaannya ke polisi. Jadi bagaimana Emma bisa mengetahui siapa dia? Orang jahat-kah atau baik?
Sementara Sam dan kedua menantunya sudah mulai menyelidiki hilangnya Abyan dari bandara, Dari hasil rekam cctv yang sudah mereka dapatkan.
“Bagaimana hasilnya?” tanya Sam tajam.
“Polisi masih terus menyelidiki. Dari nomor mobil yang membawa Abyan, diketahui kalau bukan nomor resmi. Di duga mereka memakai nomor palsu,” jawab Indra.
“Apa kau mengenal siapa yang menyerang Abyan di parkiran?” tanya Sam kembali pada Borya.
“Mereka orang baru tetapi mereka sepertinya sangat mengenal Abyan hingga hanya bisa melumpuhkan Abyan dengan cara bersamaan.”
“Jadi, kau tidak mampu mengetahui siapa mereka?”
“Semuanya memakai penutup kepala dan hanya seorang yang berhasil dibuka penutupnya, sebelum Abyan dapat dilumpuhkan. Kami sudah menyelidiki identitas lelaki yang memakai jaket berwarna hitam.”
“Siapa?”
“Namanya Hengky, dia adalah assassin yang dikenal sebagai Lion City. Tetapi, ketika aku dan Indra berhasil menemukan tempat tinggalnya, ternyata dia sudah tidak bernyawa,” jawab Borya.
Sam memejamkan matanya. Mengikuti kata hati dia menginginkan Abyan dapat ditemukan dengan cepat. Kesehatan Abyan belum maksimal dan ingatan-nya pun belum mencapai setengahnya.
Apa yang akan terjadi bila Abyan tidak ditemukan dan memori-nya kembali mengalami gangguan? Tidak seharusnya dia mengikuti permintaan Abyan kembali ke Indonesia pada saat dirinya belum pulih.
Nasi sudah menjadi bubur, harapan Sam saat ini mereka bisa lebih cepat menemukan siapa yang menculik Abyan dan dibawa kemana?
Siapa-pun yang menculik Abyan, akan mendapatkan balasan yang lebih menyakitkan dari yang dialami oleh putra bungsunya.