Sudah berkali-kali Elza memandang ke arah luar, tetapi yang ditunggunya sama sekali belum menampakkan hidungnya sama sekali.
Penting bagi Elza untuk mengawasi hidung Abyan karena hidung putra bungsunya adalah hidung yang mampu membuat iri para pemilik hidung rebahan.
“Jam berapa Abyan datang? Kenapa dia belum juga sampe rumah,” pertanyaan yang masih sama sejak pertama dia ucapkan pada Zeny begitu melewati waktu magrib.
“Aku yakin dia tidak lama lagi akan datang. Jangan lupa, lalu lintas menuju daerah sini lumayan macet parah,” kata Sam mengingatkan.
“Tapi kalau dia mau datang seharusnya dia niatkan sejak siang. Ini sudah jam 7.30,” sesal Elza karena Abyan belum juga datang.
“Mom, Abyan janjinya malam, dan ini belum lewat tengah malam. Seperti papa katakan tadi, dia mungkin kena macet,” kata Zeny dengan mengedipkan matanya.
“Ah, kalian sama saja. Gak tahu kalau mama sudah kengen berat sama dia,” gerutu Elza yang ditanggapi dengan sentuhan bibir Sam di rambutnya.
“Apakah kau masih akan bersikap seperti ini kalau nanti anak kita menikah dan mempunyai keluarga sendiri?” tanya Sam.
“Maksud Papi?” kerutan di dahi Elza membuatnya melirik Tania yang baru saja memasuki ruang keluarga.
“Eh, kenapa kalian memandangku seperti itu? Ada yang salah?” tanya Tania heran,
“Tidak ada, sayang. Mami sudah tidak sabar menunggu Abyan datang,” jawab Sam pada putri pertamanya.
Lirikan mata Tania yang berupa tanya seolah dia menunggu jawaban yang sebenarnya, tetapi Sam tetap bergeming dari keputusannya.
“Kak, bisa baca ini sebentar, gak?” Zeny yang sejak tadi hanya sesekali menimpali obrolan keluarganya memberikan selembar kertas dari beberapa lembar yang ada di tangannya.
“Ini kertas apa-an?” tanya Tania.
“Baca saja setelah itu katakan pendapatmu,” kata Zeny menolak memberikan jawaban langsung pada Tania.
Mencoba melakukan yang diminta oleh Zeny, Tania segera membacanya. Tidak sekali tetapi berulang kali hingga memberikan kerutan di dahi Sam yang melihat raut muka putrinya.
“Berikan pada Papi!”
Tanpa menunggu, Tania menyerahkan kertas tersebut pada Sam yang langsung membacanya. Tidak perlu waktu lama bagi dirinya untuk memutuskan arti dari tulisan yang adai di kertas tersebut. Sam bukan orang yang biasa mengambil keputusan tanpa di pikirkan lebih dulu, tetapi hasil kali ini, dia harus melakukannya dengan cepat.
“Siapa yang membuat ini? Abyan?” tanya Sam melemparkan kertas tersebut di atas meja alih-alih memberikannya pada Tania atau Zeny yang pertama memberikannya pada Tania.
“Bukan. David yang menerima pesanan tersebut, tetapi aku belum memberikan persetujuan. Rencananya dia akan mengajukan proposal padaku besok,” jawab Zeny pelan.
“Dan kau akan menyetujuinya tanpa memeriksanya lagi?” tanya Sam tajam.
Selama ini dia tidak pernah mengajarkan anak-anaknya menjadi orang dungu yang hanya bisa menerima hasil kerja orang lain tanpa memeriksanya lebih dulu. Tapi mengapa besok sudah pengajuan proposal, tetapi berkasnya sendiri baru masuk ke meja Zeny.
“Apa yang kau pikirkan setelah membacanya?” tanya Sam dingin.
“Manuusia paling tidak tahu terima kasih yang pernah aku lihat. Aku tidak mengira kalau David sangat berani melakukan perbuatan seperti ini. Tapi siapa yang membuatnya berani dan apa yang dia harapkan dari ini semua?” ucap Zeny emosi.
“Sigit. Hanya satu nama yang aku dengar sementara siapa dia, aku tidak tahu. Tetapi dari pembicaraan mereka yang aku dengar, Mereka berusaha membuat HSP hancur di bawah pimpinan kedua kakakku,” jawab Abyan yang berjalan dari arah pintu yang terbuka.
“Abyan? Kenapa baru datang padahal mami sudah sejak tadi menunggumu dan mengapa setiap kali datang selalu memberi kejutan pada kami semua?” kata Elza yang langsung bangun menyambut putra kesayangannya.
Memeluk dan memberikan ciuman sayang pada kedua pipi Elza adalah keharusan yang sudah mendarah daging pada Abyan. Rasa bersalah sempat menyelimuti karena dia selalu membuat ibunya merindu.
“Mami tahu lalulintas sangat padat dan aku bahkan belum sempat makan malam setelah menyelesaikan pekerjaanku,” kata Abyan berusaha membuat ibunya mengerti.
“Mom tahu. Sekarang kalian makan saja dulu. Soal pekerjaan, lakukan saja nanti setelah kalian semua makan malam,” kata Elza yang sudah melihat gelagat anak-anak dan suaminya segera larut dalam pekerjaan.
Menolak permintaan Elza tentu saja bukan pilihan bagi mereka. Saling melempar lirikan, mereka menuju ruang makan, tempat biasa mereka saling mengetahui masalah pribadi di antara mereka.
“Kau bahagia dengan pekerjaanmu?” tanya Elza di sela-sela suapan mereka.
“Bahagia atau tidak, aku selalu berusaha memberikan yang terbaik. Mungkin bulan depan aku harus kembali ke Rusia,” ucap Abyan seperti mengucapkan hal yang biasa.
“Berapa lama? Tidak sampai berbulan-bulan atau tahun, kan?” tanya Elza.
“Tidak. Mungkin hanya seminggu saja. Aku punya tanggung jawab yang tidak mungkin aku tinggalkan begitu saja,” jawab Abyan lagi.
“Lalu, bagaimana dengan rencana yang sudah kau susun? Apakah akan kau tinggalkan begitu saja?” tanya Zeny.
“Tentu saja tidak. Aku baru pergi setelah pekerjaan pertamaku selesai. Dan kakak sudah melihat tawaran dari Igor?” kata Abyan setelah Zeny memulai pekerjaan di HSP.
“Sudah dan sangat tidak masuk akal. Aku tidak tahu siapa yang bernama Sigit seperti yang kau katakan tadi. Mungkin Papi tahu siapa dia?” tanya Zeny mengalihkan pada Sam.
“Kalau yang Abyan maksud Sigit dari Hotel Purnama, Papi tahu. Tapi hotel itu sudah lama tutup,” beritahu Sam.
“Benar. Aku ingat Hotel Purnama adalah hotel yang cukup besar sebelum HSP berdiri. Tapi, entahlah kalau Pak Sigit memulai kembali dengan nama yang berbeda,” sambung Tania.
“Kalau begitu aku yakin dia sedang merancang rencana untuk membuat HSP tutup seperti hotelnya. Tapi mengapa dia melakukannya, karena menganggap HSP yang sudah menghancurkan Purnama?” ucap Abyan dengan alisnya yang naik.
“Sepertinya begitu. Aku ingat dia pernah menyerang Tania sebagai wanita yang mencari aman dengan menikahi perwira polisi,” ucap Elza tiba-tiba.
“Aku tidak tahu. Bagaimana dia bisa melakukannya dan aku tidak tahu berita tersebut?” tanya Tania memangdang Elza penasaran.
“Tentu saja karena Papi tidak mau putrinya bersedih dan meradang,” sahut Zeny tertawa.
“Jadi begitu. Jadi sasaran dia sekarang adalah HSP dengan mengirim orang-orangnya. Apakah kita bisa memecat kedua kaki tangannya di HSP?” tanya Abyan memandang Tania dan Zeny.
“Tidak perlu. Papi mempunyai rencana untuk mereka dan papi pastikan mereka berdua akan menyesal sudah mengusik HSP,” jawab Sam dengan mata tajam dan ancaman yang tidak ingin diketahui oleh mereka yang berhubungan langsung dengannya.
“Boleh aku tahu apa saja rencana mereka? Dan bagaimana kau bisa mengetahuinya?” tanya Zeny yang teringat kalau Abyan bahkan belum dia beritahu acara yang diinginkan oleh Igor.
Dengan senyuman yang sengaja dia perlihatkan sebelum mulai bicara, Abyan mengatakan semua yang sudah dia dengar sepanjang acara makan siang yang berlangsung di restoran yang sebenarnya jauh dari kesan mewah.
“Dan kenapa kau harus makan di restoran tersebut?” tanya Elza setelah Abyan selesai menjelaskan.
“Ada rekan kerja yang mengatakan kalau masakan di sana sangat lezat dan memang tidak salah. Semua masakan yang ada di sana bisa membangkitkan selera. Aku tidak tahu, tetapi masakannya sangat berbeda dari restoran yang selama ini sering aku datangi,” jawab Abyan nyengir.
“Kalau begitu kita buat David dan Igor yang harus membayarnya kalau mereka masih menginginkan acara tersebut berlangsung di HSP. Akan kita lihat apakah David masih bersikeras menjadi penanggung jawab acara tersebut atau mundur secara teratur,” ujar Zeny.
“Benar. Aku akan memberi perintah pada bagian hukum untuk membuat semuanya legal. Kita harus pastikan tidak ada celah yang membuat mereka bisa menekan apalagi membuat HSP menderita kerugian,” sambung Tania.
Senyum puas terlihat di mulut Sam saat dia mendengar ketiga anaknya memiliki emosi dan semangat yang tinggi untuk berjuang menyelamatkan HSP walaupun seharusnya mereka tidak perlu khawatir karena dia bisa melakukannya dengan bicara langsung pada Igor.