Titik Terang

1340 Words
Dokter Syarif melihat lelaki yang bernama Borya berlari dengan cepat, tetapi dia kembali tidak berapa lama tanpa hasil. “Aku yakin yang aku lihat adalah salah satu anak buahnya Yegor,” kata Borya setelah dia tiba kembali. “Untuk apa Yegor ada di sini?” tanya Sam. “Entahlah. Tapi apa pun tujuannya dia pasti mencari informasi tentang keberadaan Abyan,” jawab Borya. “Maafkan kami. Kami kehilangan putra kami sejak siang tadi. Keharusan melapor orang kehilangan tidak boleh kurang dari 24 jam sehingga kami memutuskan untuk mencarinya sendiri,” kata Indra. Dia menyadari kalau dokter yang berdiri di depan mereka bingung dan heran dengan kejadian yang ada di depan matanya. “Bisakah kita bicara di ruangan Anda?” tanya Sam pada Dokter Syarif. “Kalau Tuan tidak keberatan, saya akan menunggu polisi yang berjaga dulu,” kata Dokter. “Dokter tidak perlu khawatir, saya akan berjaga-jaga di sini,” kata Indra. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan oleh Dokter Syarif sebelum dia setuju membawa tamunya. “Saya tahu dokter tidak percaya pada kami. Tetapi dokter harus tahu bahwa tidak mendapatkan kabar lebih lama dari biasanya adalah kehilangan tersendiri bagi kami. Kedatangan kami kesini karena Indra yang sudah mengecek ke kantor polisi.” “Dari informasi yang kami peroleh, putra tempat yang terakhir dia kunjungi adalah sebuah café tetapi kami kehilangan jejaknya di pinggir jalan dan hanya ponsel yang sudah hancur serta identitas yang sudah terbakar habis,” kata Sam menjelaskan. “Maafkan saya. Tapi bagaimana Tuan tahu pasien yang ada di ruang ICU adalah putra Tuan?” “Kami belum tahu. Kami hanya berusaha memastikan laporan dari salah seorang warga saja,” beritahu Sam. “Maafkan saya. Yang seharusnya menjelaskan adalah pihak polisi. Kami tidak tahu identitas pasien sama sekali. Kami menolong pasien tersebut karena gadis yang membawa dia ke klinik ini karena dia mengenalnya. Sayangnya gadis itu tidak tahu siapa nama pria itu. Jadi saya sama sekali tidak bisa memberikan keterangan yang lebih dari yang saya ketahui,” jawab Dokter Syarif lagi. “Gadis itu mengenalnya, tetapi dia tidak tahu nama pria yang dia bawa ke rumah sakit. Apakah dokter percaya?” tanya Sam dengan alisnya yang naik. “Saya percaya. Saya mengenal gadis itu dan dia tidak akan berbohong dengan mengatakan tidak tahu namanya. Walaupun dia telah memaksa saya memberikan pertolongan dan berjanji untuk membayar biaya operasi dengan uang tabungannya sendiri,” jawab Dokter Syarif tegas. “Maafkan saya. Bukan maksud saya meragukan dokter maupun gadis itu, tetapi dia mengenal tetapi tidak tahu namanya, bukankah membuat orang heran?” “Seperti itulah dia. Dia memang mengatakan baru 2 kali bertemu dan percaya kalau si Om Ganteng adalah lelaki yang baik, jadi dia tidak segan untuk menolongnya,” jawab Dokter Syarif. “Si-Om Ganteng? Dokter tidak salah?” tanya Sam dengan ekspresi heran. “Benar. Dia tidak tahu nama lelaki itu karena dia hanya menyebutnya si om ganteng,” jawab dokter mulai curiga. “Apakah gadis itu namanya Emma? Sebentar saya masih menyimpan gambar yang dibuat oleh Emma saat anak saya bertemu dengan Emma di pesawat,” kata Sam bersemangat. Dengan cepat dia mengeluarkan ponselnya lalu mencari gambar yang tidak pernah dia hapus dari memori ponselnya kemudian menunjukkan pada dokter untuk memastikannya. Tidak perlu menunjukkan sebuah foto pada Dokter Syarif. Begitu Sam menyebut nama Emma, dokter sudah yakin kalau lelaki yang dibawa oleh Emma adalah putra mereka. “Ini, ini adalah gambar yang dibuat Emma dan panggilan gadis itu pada putra kami. Apakah benar, putra saya yang dibawa Emma ke klinik ini?” Dokter Syarif memperhatikan gambar yang ditunjukkan oleh Sam dan benar, lelaki yang dibawa oleh Emma adalah lelaki yang ada di ponsel Sam. “Benar. Tapi saya….” Dokter Syarif ragu-ragu untuk menjelaskan karena dia khawatir dengan keselamatan pasien tersebut. Dia belum sadar dan keadaannya masih kritis sehingga membawanya pergi memiliki resiko yang tinggi. “Saya hanya memerlukan kepastian saja. Saya, sebagai ayah dari Abyan percaya dokter bisa memberikan pengobatan yang terbaik.” “Sebenarnya begitu Anda menyebut nama Emma saja sudah yakin kalau om ganteng itu adalah putra Tuan,” jawab Dokter Syarif. Dia masih bingung dan heran dengan jawaban yang diberikan oleh Sam. Apa maksudnya dia percaya dengan pengobatan yang diberikan olehnya? Apakah Sam tidak akan membawa putranya ke rumah sakit yang lebih baik? “Terima kasih karena dokter sudah percaya pada saya. Lalu apakah yang ada di dalam ruangan itu putra kami?” tanya Sam kembali. Yakin dan pasti Dokter Syarif menggelengkan kepalanya hingga Sam dan kedua orang yang bersama dengannya menatapnya heran. “Dia bukan putra kami, lalu dimana putra saya, Abyan?” tanya Sam. “Maafkan karena saya sudah memindahkan pasien ke ruangan yang lebih aman. Saya khawatir tidak mampu menjaganya sesuai dengan janji saya pada Emma.” “Dia belum lama pulang setelah menunggu pasien dan dia meminta saya untuk terus menjaga dan mengawasinya. Seperti yang sudah Tuan lihat, ada beberapa orang yang membuat saya berpikir kalau mereka bukan keluarga pengunjung pasien.” Kata Dokter menjelaskan. Sam menatap wajah Dokter Syarif tajam. Ada keyakinan di dalam hatinya kalau Abyan akan aman bila tetap dalam persembunyiannya selama dia belum sadar. Sam memuji tindakan cepat yang sudah dilakukan oleh dokter. Tidak semua orang bisa berpikir cepat dan memutuskan mengambil tindakan yang cepat. “Saya percaya dokter bermaksud demi keamanan putra saya. Kalau boleh saya tahu bagaimana keadaan Abyan sekarang?” tanya Sam setelah beberapa saat berpikir. Dokter Syarif segera mengambil ponselnya lalu membuka salah satu aplikasi yang ada di ponselnya sebelum memberikannya pada Sam. “Dia berada di sini,” beritahu dokter. Ekspresi Sam begitu gelap begitu dia melihat keadaan Abyan. Dia belum pernah melihat satu pun anggota keluarganya berada dalam kondisi seperti itu. “Apa yang terjadi padanya?” tanya Sam. Ada aura kejam di dalam suaranya. Dia tidak rela putra yang terakhir dia temui masih bersemangat kini dalam keadaan terbaring dengan kepala terbungkus perban hingga lebih mirip menggunakan turban. “Emma membawa korban ke klinik saya karena dia ketakutan kalau polisi menyalahkan dirinya. Luka di kepala korban sangat mengkhwatirkan hingga dia langsung membawanya.” “Keputusan yang cepat. Terlambat beberapa menit saja, Saya tidak yakin nyawa korban bisa diselamatkan. Pak Indra tentu tahu jarak rumah sakit dan kantor polisi ke tempat kejadian lumayan jauh,” kata Dokter Syarif. “Jadi alasan dia membawanya ke sini adalah karena dia tidak lapor polisi dan di klinik ini dia mengenal dokter?” tanya Indra. Indra memahami perasaan Sam yang masih focus pada layar ponsel Dokter. Anak lelaki yang selalu mendapat pengawalan dan latihan yang keras, kini terbaring tidak berdaya. “Apakah kepalanya di pukul dari belakang?” tanya Borya yang sejak tadi hanya diam. “Dari letak luka di kepalanya, korban sepertinya sudah menduga ada serangan dari belakang karena luka tersebut berada di samping kepalanya. Selanjutnya ada beberapa luka dari benda tumpul di bagian kepala yang lainnya,” jawab Dokter Syarif. “Dengan kata lain, Abyan sudah melihat siapa yang memukulnya dari belakang. Benar-benar keji. Indra, Borya, aku ingin kalian selidiki siapa pun yang pernah berselisih dengan Abyan. Terutama Yegor. Bagaimana pun dia adalah musuh Abyan saat ini.” Perintah yang berasal dari suara terluka dan kesedihan yang mendalam membuat Borya dan Indra mengangguk cepat. “Saya yakin dokter menginstal aplikasi ini adalah untuk mengurangi resiko keberadaan Abyan diketahui oleh musuhnya. Apakah saya boleh melakukan hal yang sama?” tanya Sam mengembalikan ponsel Dokter Syarif. “Tuan benar. Walaupun saya sudah memindahkan pasien, tetapi kalau Emma terus datang dan melihat keadaan pasien, saya khawatir bukan hanya nyawa pasien yang terancam tetapi juga nyawa Emma,” jawab dokter. Sekali lagi Sam memuji kepintaran Dokter Syarif. Mereka tidak perlu ke rumah sakit setiap hari karena bisa memantau keadaan Abyan melalui camera yang sengaja dipasang dokter Syarif tidak lama setelah dia memindahkan pasien yang sekarang dia ketahui bernama Abyan. Setelah mendapatkan password camera di kamar Abyan, mereka meninggalkan rumah sakit. Walaupun belum bisa melihat keadaan Abyan secara langsung, mereka cukup lega karena bisa mengamati perkembangan Abyan lebih jelas. Dan Sam akan bicara dengan Emma secara langsung karena dia sudah mendapatkan nomor ponsel dan dimana gadis itu tinggal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD