Bab 6

1837 Words
Edgar menepikan mobil Lollypop di samping gerbang SMA Harapan. Ia mematikan mesinnya dan memandangi Lollypop yang kini tengah sibuk membuka seatbelt. "Lo tunggu di sini jangan kemana-mana," peringat Lollypop membuka pintu mobil, ia mengacungkan jari telunjuknya mengenai hidung mancung Edgar. "Awas aja gue balik mobil gue udah ilang dibawa kabur." Edgar terkekeh menepis lembut jari telunjuk Lollypop. "Daripada mobil mendingan gue bawa kabur lo aja ke rumah. Lebih menguntungkan daripada nih benda mati." Lollypop menggetok kepala Edgar kencang. "Sebelum lo lakuin itu gue udah bunuh lo," lalu ia membanting pintu keras dan berseru lantang. "Tungguin gue jangan kemana-mana!" Edgar mengaduh mengelus kepalanya yang jadi sasaran pukulan Lollypop. Walau begitu senyuman tetap merekah dibibirnya. Tak menyangka bahwa ia bisa berdekatan dengan Lollypop meskipun hanya untuk menemani gadis itu bertemu pacarnya. Tadi Lollypop berubah pikiran, ia meminta Edgar untuk menemaninya sebentar ke sekolahan Eggy yang letaknya lumayan jauh dari sekolah mereka dan ternyata lumayan dekat ke arah rumah Jonathan, sekalian lewat Lollypop memanfaatkan waktu saja. Edgar menyandarkan tubuhnya ke jok mobil. Matanya meliar memandangi sekolahan yang sepi. Ia melirik jam di tangannya, sudah pukul dua siang. Ia jadi teringat oleh Ibunya. Dulu jam segini mereka pasti berada di rumah, berkumpul sambil menemani Ibunya yang sendirian sebab sang Ayah sedang berada di kantor. Mengajak Jingga bermain di kamar khusus bermainnya atau berenang menyejukkan tubuh yang gerah. Dulu Senja suka sekali membuatkannya kue cokelat dibarengi dengan es krim rasa vanilla. Edgar, Jingga dan Anthony selalu merebutkannya, tidak ada yang mau mengalah karena masakan Senja sangatlah enak. Anthony pernah berkata. Sejauh manapun ia pergi ketika makan terasa hambar karena hanya masakan Senjalah yang penuh oleh rasa. Kasih sayang Senja begitu tertuang disetiap bumbu masakan hingga sanggup menciptakan suatu makanan yang super lezat. Edgar tersenyum tipis mengusap wajahnya. Andai bencana itu takkan pernah hadir. Sampai kapanpun keluarganya akan tetap seperti dulu. Bahagia. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan singkat lewat aplikasi LINE untuk Utama. Edgar: Om udah nemuin kepala pengadilan buat minta penarikan data-data Papah? Utama Wibisono: Udah. Kamu tenang aja Om udah dapetin semuanya kembali. Tinggal kita minta Mbak Rinjani aja untuk mau membongkar kasus ini kembali. Kapan Mbak Rinjani pulang, Gar? Edgar: Kemungkinan besok Tante udah pulang. Tapi, Om, Tante Rinjani udah lama berhenti jadi pengacara semenjak tertutupnya kasus Papah. Apa Om yakin Tante mau kembali ke perkejaannya dulu? Edgar menurunkan ponselnya dari pandangan. Ia mengelus dagunya sambil berpikir. Rinjani dulunya seorang pengacara wanita paling handal seIndonesia namun akibat kasus Anthony yang begitu rumit dan mencengangkan Rinjani pun memutuskan untuk berhenti dan sepenuhnya mengurus keluarga Kakak laki-laki pertamanya tersebut karena kasihan melihat Edgar yang masih kecil tetapi harus sudah menanggung beban jadi punggung keluarga. Selepas dari harta yang melimpah Edgar pun harus bisa mengontrol semuanya seorang diri. Namun kini sepertinya Rinjani harus merelakan diri agar mau kembali jadi pengacara demi meluruskan persoalan yang ada. Mata Edgar beralih ke gerbang sekolah. Sedikit mengernyit ketika ia melihat seorang lelaki dengan motor besar warna hitam mengilat sedang berhenti di depan pos satpam. Ia menggenggam ponselnya di telinga sebelah kiri seperti sedang menelpon. Dan tepat dengan itu ponsel Edgar berdering. Satu notif masuk dari Utama. Utama Wibisono: Om yakin Mbak Rinjani pasti mau kembali lagi. Ini kan cuma bersifat sementara gak akan lama. Lagipula ini demi Ayahmu, demi Kakak laki-lakinya Mbak Rinjani juga. Pasti Mbak Rinjani mau membantu. Edgar: Saya serahin semuanya sama Om. Kemudian ia kembali menaruh ponselnya di saku celana dan melirik gerbang tadi kembali. Lelaki itu sudah melesat pergi melajukan motornya ke arah yang berlawanan dengan mobil Lollypop. Edgar mengelus keningnya. "Eggy, pacarnya Lollypop," gumam Edgar mengatupkan rahangnya keras. "Bagus banget permainan lo, Adik kecil." ••••• Lollypop mengintip koridor sekolah SMA Harapan yang lenggang. Hanya terlihat beberapa siswa diarea lapangan sedang berlari bersama-sama berbalutkan seragam basket dengan lambang sekolah didada sebelah kiri. Seorang lelaki menoleh, ia memicingkan matanya melihat seorang gadis yang berdiri dipilar sedang memperhatikan mereka latihan basket. Seragamnya bukan milik dari SMA Harapan. Setelah beberapa menit ia memastikan lelaki itu baru menyadari bahwa gadis berkuncir dua tersebut adalah Lollypop, pacarnya Eggy. Sekaligus sepupunya. "Kak Lolly!" Lollypop menyengir membalas lambaian tangan Leo. "Hai, Leo!" Lelaki bernama Leo itu pamit pada teman-temannya sambil lalu menghampiri Lollypop. Setelah sampai ia bertepuk tangan seperti biasa pada Lollypop. "Ngapain ke sini? Ada acara keluarga emangnya sampe lo nyamperin gue?" cerocos Leo tersenyum lebar. Lollypop memutar bola matanya jengah. "Gue ke sini nyari Eggy," lalu matanya ke balik tubuh Leo yang menjulang tinggi dihadapannya. "Eggy gak latihan basket hari ini?" "Enggak. Dari kemarin dia selalu minta izin padahal pelatih udah marah-marah gak keruan. Kenapa emangnya?" "Kok gitu? Kan sebentar lagi basket antar sekolah swasta se-Jakarta udah mau mulai." "Gak tau gue juga. Lo kan pacarnya masa gak tau?" Meski tau Leo tidak bermaksud menyindir tetapi tetap saja Lollypop seperti ditampar. "Eggy sama gue hilang kontak. Gue telfon gak diangkat, gue kirimin pesan gak dibales. Gue pikir dia terlalu sibuk sama basket eh taunya enggak ya." lesu Lollypop bersandar pada pilar. Leo mengerutkan kening seraya menopang tubuhnya memakai tangan yang disanggahkan dipilar samping kepala Lollypop. "Eggy selalu bawa hape. Dia sering telfonan gak tau sama siapa. Masa sih dia gak hubungi lo semingguan ini?" Lollypop mengangkat kepalanya menatap Leo. "Serius?" "Sumpah gue." "Huh, kalo gitu kenapa dia gak hubungi gue sih?" keluh Lollypop keki sejurus kemudian ia teringat sesuatu. "Lo tau rumah Eggy gak?" Leo menggeleng, ia menoleh saat salah satu temannya memanggil supaya cepat kembali ke lapangan sebab pelatih sudah datang. "Gue gak tau. Ntar gue tanya sama yang lain. Sekarang mending lo pulang gue mau balik buat latihan basket. Pelatih masih sensi gara-gara Eggy izin terus." Lollypop mengangguk seraya tersenyum lemah ia mengacak rambut Adik sepupunya gemas. "Semangat ya yang mau lomba sebentar lagi." Leo terbahak ia mengacungkan jempol kanannya tanda oke. "Gue ke lapangan ye. Hati-hati, Kak. Salam buat Tante sama Om dan Abang-Abang lo." kemudian ia berbalik, berlari kecil kembali ke lapangan bergabung dengan teman-temannya yang lain. Lollypop menghela napas panjang. Sekali lagi ia mengangkat ponselnya menatap layar yang tak memberikan satu notif apapun dari Eggy. ••••• Setelah menunggu selama tigapuluh menit akhirnya Lollypop keluar bersama wajah kusutnya. "Kusut amat kayak baju belom digosok." ledek Edgar begitu Lollypop sudah kembali duduk disampingnya. Lollypop mendengus menabok kepala Edgar keras. "Cepet jalanin mobilnya. Gue mau pulang!" "Iye. Gak usah geplak juga buset dah." sungut Edgar menyalakan mesin mobil. Lollypop mengabaikan perkataan Edgar, ia membuang pandangan ke arah jendela disampingnya. Memilih untuk menatap jalanan yang berlalu dilewatinya. Helaan napas terdengar pasrah. Lollypop tak tau harus kemana lagi mencari Eggy, yang ia tau hanya sekolahannya. Sudah itu saja. Seharusnya Lollypop bisa mencari tau Eggy lebih detail lagi. Eggy sendiri siswa pindahan awal tahun baru maka tak heran kalau siswa SMA Harapan tidak banyak ada yang tau tentangnya. Tapi kalau Lollypop sampai tak tau itu kebangetan. Kan mereka pacaran masa sih tidak tau? Lollypop menggigit bibirnya keras. Gadis itu jadi gelisah. Bukan gelisah lantaran pemikiran kalau Eggy bisa saja berselingkuh atau malah Lollypop yang jadi selingkuhannya tetapi lebih dari itu ia takut kalau Eggy tak jauh beda dari Derry. Mantan berengseknya yang sudah mendekam dibalik jeruji besi untuk selamanya. "Gimana tadi? Udah ketemu sang pujaan hati?" tanya Edgar melirik Lollypop dari ekor mata. Lollypop menggeleng lemah. "Dia udah pulang." Edgar menganggukkan kepalanya. Ia membelokkan stir ditikungan depan gang. "Samperin aja rumahnya." "Gue gak tau dimana." "Kalo gitu tanya temennya." "Udah tapi gak ada yang tau." "Payah," hina Edgar menghentikan mobil Lollypop didepan bengkel Jonathan. Ia membuka seatbelt sambil melirik Lollypop sekilas. "Pacaran macam apa yang gak tau tentang kehidupan pribadi pacarnya sendiri? Gak guna lo pacaran." Lollypop menulikan pendengarannya dari celotehan pedas Edgar. Ia lebih tertarik melihat sejumlah motor besar bergaya antik yang berjejer rapih didepan kios besar bernamakan bengkel. Gadis itu mengikuti langkah Edgar yang turun dari mobil. "Waaah, keren banget. Ini rumah temen lo kotor begini tapi punya banyak motor bagus ya?" Edgar berdelik. Ia melemparkan kunci mobil ke gadis itu yang dengan sigap langsung diterima oleh Lollypop. "Ini namanya bengkel g****k. Lo gak tau bengkel emangnya?" Lollypop menyengir. Rasa sedihnya tadi meluap tergantikan dengan rasa penasaran oleh motor-motor keren dihadapannya. "Gue kira ini rumah temen lo. Abisan lo bilang mau ke rumah temen bukan bengkel." "Yah, telmi." gumam Edgar meninggalkan Lollypop diluar dan masuk ke dalam. Lollypop mengekori Edgar dari belakang. Ia mengintip-ngintip Edgar dengan berjinjit. Edgar melambaikan tangannya pada seorang lelaki bertubuh besar dibalik pintu kaca. Ketika sampai mereka bersalaman tinju sambil menepuk pundak. "Yoman, Gar. Malem ini lo mau bawa motor yang mana? Udah gue siapin semuanya didepan tinggal lo pilih." Edgar terkekeh. "Yang biasa aja, Jo." "Biasanya lo itu tipe jagoan dari segala motor balap," imbuh Jonathan menyengir lalu ia melihat adanya gadis manis dibalik tubuh tinggi Edgar. "Tau darimana lo Boss besar minta kali balapan harus ada temen boncengan?" Kening Edgar mengernyit. "Maksudnya?" "Itu siapa dibelakang lo, Gar. Manis bener kayak gula." Edgar mengalihkan pandangan ke belakang. Mendapati Lollypop masih berdiri sambil memperhatikan motor-motor antik itu berbinar. "Heh, lo ngapain masih disini?" "Huh?" Lollypop menoleh sejurus kemudian menyengir. "Mau liat itu," unjuknya kederetan motor-motor. "Unik. Gue jadi suka." Edgar memutar bola matanya. "Pulang sana. Tadi katanya mau pulang." "Gak jadi. Mau liatin motornya dulu." sebelum Edgar mengajukan protes lagi, Lollypop sudah mengulurkan tangannya kepada Jonathan. "Hai, Lollypop. Motor-motor itu punya lo ya?" Jonathan menyambut baik uluran tangan Lollypop. "Jonathan," senyum manis terlukis diwajahnya yang keras. "Jadi lo ini Lollypop? Anak dari pengusaha sukses di Indonesia? Wow gue gak nyangka bengkel gue bakalan keinjek sama anak konglomerat gini." Semburat merah tercipta dipipinya yang putih. "Kok tau ya?" gumamnya pelan. Jonathan tergelak. "Siapapun tau cewek yang punya mata abu-abu dan bernama Lollypop di Indonesia cuma satu. Yaitu keturunan dari dua keluarga besar," lalu ia mengangguk membenarkan pertanyaan Lollypop sebelumnya. "Iya motor itu punya gue semuanya. Kalo lo mau beli gue gak bisa jual. Barang koleksi gue sama bokap soalnya." Lollypop menggelengkan kepalanya cepat sebelum ia menjelaskan lebih lanjut lagi Jonathan sudah dulu berkata. "Tapi kalo lo mau ngerasain naik diatas motor itu boleh." "Boleh?" binar dimata Lollypop kentara sekali dan itu membuat Edgar jadi waswas. Edgar menarik kerah belakang seragam Lollypop menariknya seperti Kucing. "Yeh, bocah kalo dibilangin suruh pulang. Pulang sana." Lollypop mencebikkan bibirnya bete. "Edgar jangan rusuh!" lalu ia kembali menatap Jonathan. "Seriusan boleh?" Jonathan terbahak melihat betapa antusiasnya Lollypop. "Iya boleh kok. Asalkan ada satu syarat." "Jo!" "Apa itu, Jo?" suara penasaran Lollypop mengalahkan seruan lantang Edgar. Jonathan menyeringai. "Entar malem harus mau ikut Edgar balapan sama kita-kita. Gimana?" Edgar benar-benar menarik tubuh Lollypop kembali ke belakang tubuhnya. Ia mendorong bahu Jonathan memberi sedikit jarak antara kedua makhluk itu. "Jangan macem-macem, Jo. Gue gak mau dia rusak karena bergaul sama tempat yang salah." tegas Edgar menatap tajam Jonathan. Jonathan mengangkat kedua tangannya keatas. "Calm down, man. Gue cuma ngasih penawaran aja ke dia. Lagipula dia gak akan rusak disana lo pasti bakalan jaga dia kan, coy?" "Justru itu, bro. Gue gak mau dia dikenal sama anak-anak. Lo tau kan kebiasaan mereka itu apa? Anggep semua cewek murahan. Gue gak mau Lollypop jadi tontonan gratis." "Coy, santai aja dulu jangan tegang," Jonathan menepuk kedua rahang Edgar yang mengeras. "Lo itu ketua. Mereka gak akan berani sentuh milik lo, coy." "Gue te--" "Gue ikut! Gue mau ikut!" Sontak Edgar dan Jonathan mengalihkan pandangan ke Lollypop kembali. Rahang Edgar tambah mengeras kala dilihatnya binar kegembiraan itu muncul dibalik mata indah Lollypop. "Lolls!" "Gue ikut ya, Gar! Malem kan? Yaudah gue pulang dulu nanti ke sini lagi. Jangan kemana-mana ya. Daaahh, Jo!" "Lolly!" Gadis itu berlari sambil bersenandung ceria memasuki mobilnya yang terparkir didepan bengkel. Ia meninggalkan Edgar yang masih berseru memanggilnya begitu saja. Terlalu semangat dengan ajakan nanti malan yang pasti akan seru ketimbang bermain di Dufan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD