Kebebasan

2618 Words
Libur kerja. Ini adalah kebahagiaan yang tak tertahankan, menggoda iman, jiwa, harkat, martabat, semuanya. Aku gak ingin berbicara dengan siapa-siapa hari ini, tidak memikirkan apa pun. Hanya bahagia. Pemikiran itu yang terus aku teriakkan dalam otakku terus menerus tanpa henti. Hingga senyumku terukir dari ujung telinga kanan sampai telinga kiri. Jalan-jalan ke supermarket, membeli banyak sekali jajanan manis, mencoba seluruh food taste. Setelah itu aku ke toko buku dan membeli beberapa n****+ yang cukup bagus. Semua itu adalah harga yang patut dibayar setelah berkerja 1 bulan penuh dengan semua tekanan dan juga penderitaan. Puas dengan belanjaan dan buku, perutku yang sangat keroncongan ini menarikku ke sebuah restoran yang cukup mahal. Saking semangatnya ingin menyenangkan diri, aku langsung masuk ke dalam tanpa pikir panjang. Jam sudah menunjukan pukul 9 malam tapi, keindahan tempat ini membuat aku gak perduli harus pulang selarut apa pun. Tanganku langsung menunjuk ke menu makanan ke pelayan dengan angkuh.  Tak jauh, pemandangan indah menyilaukan mata membakar semangatku untuk semakin mendapatkan kebahagiaan hakiki. Seorang pria sedang duduk bersama temannya. Entah kenapa matanya bersinar-sinar seperti sedang jatuh cinta. “Ini baru kebahagiaan yang hakiki” pikirku dengan sombong plus angkuh. Restoran bergaya Italia dengan nuansa warna emas, ukiran khas eropa bahkan dengan sekali menatap kita bisa langsung tau seberapa mewah dan berkelasnya tempat ini. Tidak lupa live music yang sangat lembut semakin membuat hati siapa pun yang kesini langsung meleleh. Pantas saja kedua cowok ganteng ini memilih makan disini. Lilin, bunga kecil, beberapa benda tidak penting yang ada ditengah meja semakin memperlihatkan nuansa romantis yang sangat pekat. Berharap, aku bisa disini dengan pacarku nanti. Suatu saat. Mataku tidak ada habisnya melihat seseorang yang matanya penuh cahaya itu sambil menunggu makananku. Tangan pria itu memegang tangan pria di depannya dengan sangat penuh cinta kasih. Senyuman pria itu bisa melelehkan semua wanita. “Damn, kenapa mereka uwu sekali siiih” pikirku sambil terus tersenyum kepada mereka yanag semakin romantis saja. Senyuman mereka terlihat penuh dengan kebahagiaan. Mataku yang sudah terpaku pada kedua pria berkemeja tersebut akhirnya membuat pria itu tersenyum padaku. Aku pun menjadi salah tingkah. Bukannya aku mempunyai perasaan dengan salah satu dari mereka tapi, aku cuma merasa gak enak karena mengintip keromantisan orang lain. Sebagai fujoshi sejati, ini seperti adegan di dunia nyata yang sangat memukau, membuat mataku sulit sekali menjauh dari pemandangan itu. Kalau aku gak punya malu aku pasti sudah menghampiri dan merekam mereka. Membayangkannya hal ini saja bisa membuat aku bligidik bahagia. Entah kenapa mereka berdua berbicara sedikit lebih mendekat, seperti sedang membisikan sesuatu. Pria menggunakan kemeja biru pun menarik tangannya dengan cepat. Aku pikir aku telah mengganggu keromantisan mereka. Kedua pria tinggi, tampan, putih itu pun akhirnya menoleh ke arahku. Sebuah tatapan yang sangat tajam menghujam jantungku. Aku terdiam, terpaku melihat mereka berdua menatap kearahku. Yang paling membuat aku syok adalah… “Ini, makanannya” ucap pelayan yang mengaggetkanku tiba-tiba. Ia menaruh makanan yang aku pesan. Ini benar-benar banyak sampai tidak ada spasi yang tersisa untukku. “Ah, terima makasih” ucapku canggung. “Kembali” balas pelayan muda tersebut dengan ramah. Pergi ia meninggalkan aku sendiri dengan semua beban ini. Makanan ini banyak sekali, dan baru saja dihidangkan. Aku tidak mungkin meninggalkan makanan nikmat ini, tapi… aku tidak mungkin disini. Gejolak hati antara ketakutan, godaan makanan yang sangat nikmat ini membuat aku bingung. “Malam” suara yang tidak asing itu lebih mengagetkan ditengah kegalauanku. Wajahku mengadah, melihat mereka berdua sedang dihadapanku. Senyum garing, malu, galau dan rasa tidak enak hati bercampur aduk. Mereka berdua saling menatap. Orang manis berkulit putih itu menampakkan wajah sengaknya padaku. “Ah, Pak Khana” ucapku manis berusaha merayunya agar ia tidak marah. Jantungku berdebar sangat kencang. gak ada masalah sebenarnya hanya saja dia suka marah-marah sama aku akhir-akhir ini. Ia menyipitkan matanya, terlihat sangat jelas kalau dia sangat tidak suka denganku. Aku tidak ingin membuat masalah tapi, sepertinya hanya ada 1 kesempatan aja. “Vi…” “Ah, aku gak lapar. Selamat malam” aku langsung berdiri, mencoba untuk kabur. Namun, dia langsung menarik kerah bajuku, mendudukanku di kursi. Ia pun duduk didepanku bersama pria berkemeja putih itu. “Waitress” Pak Khana memanggil pelayan, tak lama pun datang seorang pelayan “Pesan sepageti 2” Ucap Pak Khana. “Minumnya 2 jangan lupa” ucap pria yang duduk di sebelah Pak Khana. “Baik” pelayannya pun pergi meninggalkan kami. Pak Khana kembali mengarahkan pandangannya kearahku dengan sangat tajam seperti dia ingin mempertanyakan sesuatu kepadaku. “So, siapa dia?” ucap pria itu. Pak Khana menghela nafas panjang “Dia sekretarisku Savi dan Savi, dia adalah… Nai” ia terlihat meragu saat harus mengenalkan pria yang ada disebelahnya itu. Aku menganggukan kepala berlagak kalau mengerti sambil menkmati makanan dihadapanku. Karena sudah terlanjur tidak bisa pergi dan makananku yangsudah terlanjur dihidangkan. Tanpa malu aku pun menyikat semua makananku. Melihatku sibuk dengan makananku, dia pun tertawa geli. “Salam kenal Savi” sapanya lembut. Rasanya aku ingin meleleh beda banget dengan bosku yang marah-marah mulu. “Salam kenal Nai” aku merasa bersyukur sekali Pak Kha memiliki pacar seperti dia karena dia terlihat seperti malaikat. Tak lama makanan mereka datang kami bertiga pun makan bersama. Tapi, karena makananku banyak sekali kami harus merapikannya terlebih dahulu. Jadi, merasa bersalah kepada mereka karena ini sangat merepotkan. “Untuk perempuan seperti kamu ternyata bisa makan sebanyak ini ya?” ucap Nai melihatnya kesusahan karena terlalu penuh dengan pesananku. “Ah maaf” ucapku. Padahal aku seperti ini semuannya, karena pacarnya yang sangat menyebalkan itu. Udah lebih dari 3 minggu aku gak makan sama seseorang rasanya cukup menyenangkan. Aku menjadi sedikit merasa hidup. Apa lagi mereka pasangan impianku. Yang satu si uke yang lemah walau pun jahat, yang satu si seme yang kuat tapi, perhatian. Aaawww. Menatap mereka sebenarnya penuh kebahagiaan asalkan Pak Khana tidak melihatku dengan ekspresi wajah yang seolah-olah ingin membunuhku saja. “Ngapain kamu makan sendirian?” ucap Pak Khana. “Aku cuma ingin santai aja, Pak” jawabku datar. Berusaha keras untuk menyembunyikan jiwa fujosiku. “Gak usah panggil aku Pak kalau diluar. Aku ngerasa 100 tahun lebih tua dari kamu” ucapnya sambil memasukan makanan ke mulutnya. Kepalaku mengangguk namun, aku masih tidak berhenti memasukan makananku ke mulutku. Tidak ada niatan aku berlama-lama disini. “Apa kamu gak suka kacang?” tanyaku. “Aku suka kalau di goreng, direbus tapi bukan di sayur” “Ah,,, bener banget apa lagi kalau udah digoreng kena air itu bikin galau banget” “Bener, aku sampai bingung menyebutnya kacang goreng atau kacang rebus” “Ternyata kita sehati” ucapku semangat dan Khana pun hanya melihat kami. “Hei… kalian gak ngajak aku” Khana merasa terasingkan. Aku dan Nai saling menatap kemudian kami menghadap Khana bersama-sama dan menyembahnya “Puja kerang ajaib” ucap kami berdua yang semakin membuatnya bete. “Aku nyesel ngenalin kalian berdua” ucapnya ketus. “Tenang aja aku tau kalian pacaran” celetukku tiba-tiba yang mengheningkan suasana disini. Aku menutup mulutku dengan cepat setelah menyadari kata macam apa yang keluar dari mulutku. Ia menggenggam lenganku, menarik ke arahnya cepat, matanya menatapku tajam “darimana kamu tau?” tegasnya. Nada suaranya terdengar sangat menyeramkan. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala namun, tatapannya semakin tajam dan menakutkan “Vi…” panggilnya serius. “Sudahlah Kha” Nai menarik tangan Khana yang mengenggam lenganku erat. “Aku sering liat Nai jemput kamu, dan tatapan kalian berbeda. Aku juga pernah liat foto kalian mesra di hp so… aku tau”  terangku yang semakin lirih di akhir kata. “Haaah, lega. Akhirnya ada seseorang yang bisa aku ajak jujur” ucap Nai. Aku dan Nai pun tos. Khana memukul kepalaku sambil tersenyum walau pun, dia kesal karena kami cepat dekat. “Eh, aku kan bos kamu?” “Aw, bukannya tadi kamu yang bilang jangan panggil kamu pak berarti aku tidak boleh menganggapmu bosku donk saat ini!” “Benar-benar. Aku setuju dengannya” ucap Nai. “Nai, kamu kan pac…” mukanya memerah. Mungkin ini pertama kalinya mereka bisa jujur didepan orang sehingga ia merasa sedikit malu. Aku benar-benar dibuat meleleh oleh mereka. Aku tersenyum bahagia “tenang aja, Nai sepertinya sangat mencintai Kha jadi, tidak perlu khawatir” ucapku. Melihat bosku yang biasa marah-marah kini malu-malu kucing garong bikin aku semakin terhanyut dalam kenikmatan tak tertahankan. Mereka berdua tersenyum saling menatap. Indah sekali tapi rasanya. Menyakitkan karena aku gak bisa merekam kejadian ini. Kalau aku sebarkan di grup fujo aku bisa mendapatkan uang yang sangat banyak. Kami pun menikmati makanan sambil ngobrol membuat suasana yang tadinya agak kaku sekarang sedikit lebih enak. Apa lagi dengan hadirnya Nai yang membuat suasana semakin hangat. -o0o- Selesai makan, kami keluar bersama. Bintang bersinar terang, seterang hatiku saat ini. Angin malam yang menusuk pun tak aku hiraukan melihat kehakikian yang membludak seperti ini. Rasanya menyenangkan sekali hari ini, apa lagi Nai hampir mirip sekali sifatnya denganku. Aku jadi merasa akrab walau pun, untuk beberapa hal aku dan dia sangat berbeda. “Ah, terima kasih untuk hari ini” ucapku. “Kamu pulang pake apa?” “Ojol kali kalo gak taksi kenapa emang?” ucapku datar. Kha menyeretku, memasukkanku ke dalam mobil seperti membawa seekor kucing yang tersesat. Betapa nistanya aku. Tapi, walau pun aku kesal ia yang lebih kuat dariku, tubuhku tidak bisa menolah kesedikit pun kecuali menurutinya. Sedih. “Kami akan mengantar kamu” “Tapi…” “Kamu udah didalam mobil. Lagian kerja 2 kali kalau kamu keluar mobil lagi” ucap Nai. Tubuh kecilku cuma bisa meringkuk didalam mobil sambil manyun di kursi belakang menatap mereka yang sedang bermesraan dihadapanku. Bukannya aku benci mereka. Tapi, aku hanya tidak ingin terlalu dalam dalam hubungan mereka. Mereka mengantarku pulang ke kontrakan aku yang kecil. Walau pun, serasa dianter oleh 2 pangeran ganteng kalau ujung-ujungnya ke gubuk kecil sudah pasti hanya malu yang didapat. Aku sebenarnya bahagiaaaaa banget karena mereka terus saja saling menggoda selama perjalanan. Cuma aku gak ingin mereka berfikir aku adalah orang yang aneh. Jadi, aku cuma bisa menunjukan wajah kesalku sambil menyembunyikan darah fujoku. -o0o- Waktu berlalu dengan cepat, kebahagiaanku pun harus berakhir disini. Meski dijalanan yang cukup lebar namun, kontrakan kecilku tetaplah terlihat kecil dan sedikit kumuh. Seperti yang aku pikirkan, ekspresi wajah mereka langsung berubah melihat kontrakan kecilku. Wajah Kha langsung mengkerut, matanya tajam menatapku. “Apa, kamu bener-bener tinggal disini?” Aku tertawa “hahaha. memangnya kenapa? Bukannya lebih kecil lebih bagus?” ucapku heran. “Apa kamu tau harga kontrakan kamu sama dengan harga makanan kamu lebih mahal makanan kamu! Lagian gaji kamu aku pikir cukup untuk menyewa apartemen kenapa harus memilih kontrakan kecil kayak gini?” Kha terdengar sangat kesal. “Benar, apa Kha terlalu ngebuli kamu? Tenang aku bakalan ngebelain kamu kok” ucap Nai ngakak. “Naaaaiiii!!!!” Kha mulai menyipitkan matanya lagi. “Udah, gak papa kok. Uang aku emang cukup, aku aja yang pengen ngontrak di kontrakan kecil. Lagian aku gak suka kontrakan besar karena terlalu banyak ruangan sementara aku sendirian. Kalau gini kan enak. Kamar mandi sebelahnya, dapur, dan ruang tamu juga” ucapku santai “Don’t worry I’m complately happy” bibirku tersenyum memastikan mereka mempercayai perkataanku. Aku keluar dari mobil saat mereka bergosip tentangku. “Apa dia sudah gila?” tanya Kha heran. Tangannya membuka kaca mobil. “Aku gak berfikir dia waras” jawab Nai santai. “Ok, thanks buat nemenin makan hari ini dan juga tumpangannya. Bye.” “Baiklah. Bye” wajah Kha masih saja terlihat heran, matanya tetap memperhatikan aku. Kakiku pun langsung melangkah ke kontrakanku. Rasa bahagia yang semenjak tadi aku tahan, mengunci bibirku dalam senyuman. Sesaat aku setelah masuk ke rumah aku mendenagr mobilnya pergi meninggalkan kontrakanku. Sebenarnya malu tapi, aku bener-bener bermaksud dengan semua perkataanku tadi. Hidup sendirian memang tidak mudah jadi, untuk apa menambah jadwal membersihkan rumah lebih panjang. Aku menyalakan tv lalu pergi ke kamarku. Seperti biasa tetangga sebelah sedang ribut dan aku menikmati itu. Membereskan belanjaan yang penuh di tanganku, memasukannya beberapa ke dalam lemari kemudian mandi. Bayangan kemesraan mereka tadi benar-benar membuat aku tidak bisa berhenti tersenyum dan tenggelam dalam bayangan tersebut. Dengan cepat aku langsung mengabarkan pada grup fujoku setelah kembali ke kamarku. Telebih lagi melihat respon mereka yang antusias sekali membuat aku lebih semangat lagi. Memiliki couple nyata dihadapanku adalah sebuah anugrah terbesar hidup ini.   POV Khana Otakku tidak bisa berhenti berfikir bagaimana seorang yang sangat bodoh itu bisa terlihat sangat bahagia dengan kontrakan sekecil itu. Melihatnya masuk kedalam kontrakan itu dengan wajah yang sangat bahagia. Aku ingin membantunya karena dia sangat baik padaku. Tapi, bagaimana aku membantunya kalau dia sendiri merasa tidak ada masalah. Akhirnya setelah hubungan kami yang naik turun ada seseorang yang menerima hubungan kami tanpa menjelek-jelekan kami. Mungkin aku akan sedikit lebih lembut padanya. Kalau dipikir-pikir aku juga sudah lupa kenapa aku suka ngejailin dia. “Kamu lagi mikirin apa?” tanya Nai. Mataku menatap Nai yang sibuk menyetir mobilnya “aku cuma senang karena sekarang ada orang yang tau tentang kita” bibirku tidak bisa berhenti tersenyum karena itu. “Hei” “Apa?” “Jangan buat wajah seimut itu atau aku tidak sabar untuk mencium kamu” “Beneran? Kalau begitu jangan lama-lama” ucapku menggodanya. Nai menatapku dengan senyuman menggodanya itu. Mobil berlaju semakin kencang “let’s see” ucapnya. -o0o- POV Savi Keesokan harinya aku berkerja di kantor seperti biasanya. Melihat Khana duduk di ruangannya dengan wajah seriusnya saat aku memasuki ruangan kerjanya yang sangat luas itu. Membuat aku mengurungkan niatku dan kembali keluar ruangan. Aku ke pantry, membuatkannya kopi berharap moodnya akan baikan setelah menikmati secangkir kopi hangat buatanku. Walau pun, setelah kejadian kemarin ia terlihat sama seperti pada saat aku belum ketemu pacarnya. Yang penting aku bisa mendapatkan uang. Setelah memberikan kopi hangat tersebut, aku kembali mengerjakan perkerjaanku. Ia bahkan tidak memandangku sama sekali. Dia Bos yang sangat menyebalkan tapi, seneng aja karena dia bikin aku klepek-klepek. Seorang wanita dengan potongan rambut pendek dengan gaya yang sangat tomboy mendatangiku. Walau pun seperti itu kemeja abu-abu yang cukup besar, celana hitamnya terlihat dari brand yang cukup terkenal kalau itu bukan KW. Senyuman yang sangat manis menyapaku dengan sangat lembut. Kulit putih, bibir merah, tingginya itu megingatkan aku pada Pak Khana hanya saja dia terlihat lebih ramah dibandingkan Khana yang menyebalkan. “Apa anda yang bernama Savi?” tanyanya. “Iya, ada apa?” ucapku sambil tersenyum. Ia memberikanku beberapa dokumen “aku Narita, dari bagian administrasi. Ini dari departemen pemasaran dan beberapa yang harus Pak Khana tanda tangani” Aku mengecek semuanya “Apa ini kamu yang ngelakuin?” “Huh?!” wajahnya terlihat terkejut. Aku menatapnya dan tersenyum “Apa kamu yang minta semua data ini dan mengecek sebelum kesini?” tanyaku untuk lebih memastikan lagi. “Hmmm… iya” ia terlihat canggung. Melihat hasil kerjanya yang bagus seperti ini membuat aku sadar kalau yang mereka katakan itu memang benar. “Ternyata memang seperti gosip yang beredar kamu lebih baik dari aku” ucapku. Setelah mengeceknya, aku langsung menaruh di tumpukan file yang akan aku berikan ke Pak Khana “Aku akan memberitahu kamu kalau Pak Khana sudah mendatangani semua file” ucapku sambil tersenyum “Ah, terima kasih” lekukan senyum pada wajahnya, juga lesung pipitnya yang manis sangatlah penuh kebahagiaan. Tidak seperti saat aku berkerja dulu. Aku merasa sedikit sesak karena dia bisa melakukan hal yang lebih baik dariku. Mungkin jauh di lubuk hatiku yang terdalam aku memang iri padanya. Pipinya yang memerah saat aku memujinya sangat menggemaskan membuat aku ingin mencubitnya. Otakku sekarang sepertinya mulai kacau karena tidak sanggup melihat keindahan yang ada didepan mata. Langkahnya menjauh dari mejaku namun dari belakang aku bisa melihat tubuhnya dengan sangat sempurna. Bodynya yang tinggi, semampai itu benar-benar terlihat sexy dari belakang. Baju kebesaran yang menempel pada dirinya itu memperlihatkan bahunya yang sangat putih dan juga lembut. “Apa yang akan terjadi kalau aku menyentuhnya?” pikirku nakal. Tersadar dengan apa yang aku lamunkan, wajahku tiba-tiba memerah sendiri. Pemikiran bodohku ini harus dihilangkan mengingat banyak sekali hal yang harus dikerjakan. Menyadari itu, kakiku lansgung pergi menuju ruangan Pak Khana. Tok. Tok. Tok. Setelah mendapatkan izin masuk aku langsung memasuki ruangan Pak. Khana. Wajahku tidak begitu baik setelah kedatangan Na, menginggatkan aku tentang gosip yang beredar saat ini dan juga keindahannya. “Ini, file yang harus di-check pak. Ada beberapa yang harus di tanda tangani juga” ucapku datar. “Kenapa tidak ada note di atasnya?” ucap Khana. Karena kesal aku langsung ke ruangan Khana tanpa memikirkan hal tersebut. “Ah, maaf aku lupa, Pak” aku langsung mengambil kertas note yang selalu ada di sakuku dan menempelkannya. “Kamu lagi bete?” tanyanya heran. Pertanyaannya membuat aku sedikit terkejut. Tumben dia perhatian banget sama aku kayak udah kesambet ubur-ubur aja “ah, enggak cuma lagi mager aja” jawabku. Masih aja ngeles untuk hal yang gak penting. “Ohya, apa pendapat kamu tentang Nai?” Muka Khana terlihat sangat bersinar, kalau bicarain pacarnya aja semangat banget. “Aku suka dia. Sepertinya dia sangat menyukai Bapak. Kenapa? Apa Bapak kangen?” ledekku. Wajahnya memerah memerah dengan cepat “ah, enggak, aku cuma pengen tau aja. Apa menurut kamu hubungan kami akan langgeng?” “Sudah selesai” aku menyelesaikan catatanku untuknya. Menarik diri, mataku menatapnya serius “aku akan jawab itu saat aku senggang” “Kamu kan sekertarisku!” ucapnya kesal. “Ya, makannya aku akan jawab kalau aku lenggang” Aku pun meninggalkan Khana sendirian di ruangan dengan wajah betenya. Bukannya tidak mau menjawab tapi, aku tidak tau harus menjawab apa. Baru 1 hari kami kenalan, mana aku tau sifat dia seperti apa. Aku berharap mereka langgeng. Tapi, siapa yang tau masa depan?  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD