Bosku

1533 Words
Setelah kejadian itu entah kenapa mataku tanpa sadar memperhatikan Pak Khana. Senyumnya, gerak- geriknya dan yang lainnya. Semakin hari semakin aku melihatnya semakin aku merasa dia adalah orang yang paling manis yang pernah aku kenal. Pak Khana itu kurus, tinggi, bibirnya tipis, juga kecil sampai terlihat sangat manis. Rambutnya selalu aja modis seperti opa korea. Kali ini ia pake gel rambut yang semakin memperlihatkan wajahnya yang sangat ganteng itu. Hidungnya mancung,  putih tidak ada yang sanggup berpaling dari keindahannya. Sedengarku dia pernah membuat tato kecil, entah apa. Namun, ia menghapusnya; orang-orang bilang menghapus tato lebih sakit ketimbang membuatnya. Tidak ada yang tau kenapa tapi, kemudian ia membuat tato lagi bergambar naga melingkar di lengan atasnya terus dihapus lagi. Kurang kerjaan. terdiamku duduk di ruang meeting sendiri setelah selesai mempersiapkan ruang meeting, berfikir keras tentang Pak Khana. Kenapa ia terus saja menggangguku dengan perintahnya, hampir disetiap kegiatan yg ia lakukan. Satu persatu teman sedivisiku dan yang lainnya masuk ke dalam ruang meeting. Wajah mereka terlihat santai walau pun, sebentar lagi mereka akan mendapatkan ocehan dari Pak Khana. Berlahan, aku mendekati temanku yang sedang asik mengobrol dengan teman disebelahnya “Eh, kalo dilihat-lihat Pak Khana ganteng juga ya?” tanyaku memecah keseruan mereka. Bukannya mereka jawab dengan manis dan baik, mereka malah menyembur tepat didepan mukaku “darimane aje lu! Dari dulu kali dia ganteng makanya semua orang suka sama dia” tegas Rina. “Au, aneh-aneh aja dah lu” tambah yang lainnya Jleb Rasanya itu sangat menusukku, aku pun kembali menarik kursiku ketempat semula sambil menelan kepahitan yang terasa amat dalam. Bener juga sih tapi ak segitunya juga kali. Pria ganteng berjas hitam itu pun masuk, semua gadis disini matanya langsung bercahaya menandakan meeting akan dimulai. Tapi, jangan salah si ganteng ini akan berubah menjadi sadis setelah beberapa menit kemudian. -o0o- Seusai meeting mereka keluar dengan wajah yang sedikit masam karena semburan maut dari Pak Khana. Beberapa dari mereka bahkan masih membicaran tentang hal tersebut. Setelah semua orang meninggalkan ruang meeting, tanganku mulai sibuk membereskan ruangan sesuai dengan permintaan Pak Khana. Untuk apa dia menggaji sekertarisnya kalau aku yang harus melakukan hal ini. Perkerjaanku semakin banyak akhir-akhir ini hingga aku pulang larut malam terus-menerus cuma karena harus melakukan perintahnya. Setelah semuanya rapi, langkahku sekarang menuju lantai 3 tempat penerimaan surat untuk mengambil beberapa surat untuk divisi kami. Aku sampai harus memakai plastik untuk membawanya ke lantai 11 karena saking banyaknya. Semua surat aku sebarkan ke setiap meja, loker mereka atau pun pada mereka langsung. 2 hari aku sangat sibuk dan tidak sempat mengambil surat membuat aku kehabisan banyak waktu untuk hal ini.  Setelah selesai, aku berlengang berjalan menuju meja pribadiku dikantor ini. Sebuah wajah yang tidak asing merenggut moodku. Pak Khana sudah duduk di kursiku sambil bermain hpnya seperti anak kecil yang baru dikasih permen. Tubuhku langsung panas dingin karena dia sering bete denganku. Aku takut membuat masalah lagi. Berlahan langkahku mendekatinya, senyuman terpasang agar moodnya tidak memburuk, otakku penuh tanda tanya akan kedatangannya. Bos seperti dia mau mendatangi staff biasa yang duduk paling belakang, dekat dengan jendela itu adalah hal yang sangat aneh dan mencurigakan. Sebelumnya bahkan kalau pun gedung ini runtuh dia tidak akan melihatku. “Siang, Pak. Ada apa ya?” tanyaku lembut. Matanya langsung menatapku yang tadinya sibuk dengan hpnya “kamu udah dateng. Dari mana aja?” ketusnya. “Ah, aku baru bagiin surat ke divisi kita dan lainnya. Ada apa ya, pak?” tanyaku lagi masih benar-benar mempertanyakan kedatangannya. Selain ini gak wajar, melihat dia duduk disana anteng dengan pertanyaannya yang seperti itu. Sudah bisa ditebak kalau dia udah cukup lama menunggu aku disini. Tangannya menyeret bangku satu lagi ke sebelahnya kemudian menepuk kursi tersebut. Dengan wajah penuh semangat ia berkata; “duduk!” Seperti dihipnotis, aku menurutinya tanpa komen sedikit pun. 3 buah hp langsung ia letakan diatas meja sekaligus “Ini hp yang kamu minta!” tegasnya. Dalam sekejap aku mengingat permintaan Pak Kha beberapa hari yang lalu “Ah..!” secepat itu pula aku menginstal berbagai aplikasi di 3hp tersebut dan juga hp Pak Khana. “Apa ini lama?” “Lumayan tapi… hubungan tanpa percaya aku tidak begitu yakin akan berjalan dnegan baik?” wajahku masih menatap ke 3 hp tersebut dengan serius. Dia pun terkejut dengan peryataan tanpa otakku “apa maksud kamu?” wajahnya memerah, nadanya langsung naik. Aku baru sadar kalau aku sedang berbicara dengan seorang Bos “Ah, aku gak bermaksud…” Belum selesai aku ngomong dia langsung memotong kata-kataku “kamu tuh jangan nuduh orang sembarangan. Dia tuh selalu aja sibuk dan gak pernah ngertiin aku…..” dia terus berbicara tanpa henti walau pun bukan dengan nada tinggi dan membuat aku sedikit heran dengan sikapnya ini. Tidak tau kenapa malah dia menceritakan permasalahnya itu padaku. Sedikit dalam otakku merasa kalau dia sedikit lucu. Tidak mau membuat suasana lebih buruk, kupingku siap 24jam untuknya. Tanganku memegang tangan putih dinginnya berjaga-jaga dia melakukan lebih. Walau pun dalam kondisini seperti ini, aku berusaha tersenyum melihatnya marah-marah seperti itu. Berusaha meredam emosinya. Aku 100% yakin kalau ini adalah hp pacarnya. Melihat aku senyumam-senyum sendiri semakin membuatnya kesal “Kenapa kamu malah senyum-senyum sendiri!” teriaknya lagi. Senyuman tanpa sadarku menabah suasana semakin buruk, ia pun kembali menceramahiku. Aku pun hanya bisa terdiam mendengar semua celotehan dia. Bosku ganteng dengan setelan jasnya lengkap memang marah terhadapku tapi, ia masih berusaha menurunkan nadanya; menjaga sikapnya karena tidak mau orang-orang tau dengan pembicaraan kami. Mataku kembali fokus pada hp. Bosku terus saja berbicara tentang kehidupan percintaannya. Mataku menatapnya, menaruh kedua tanganku diatas bahunya. Memberikan padangan yang kuat sehingga ia berhenti berbicara. Kemudian… “Maaf, pak. Semuanya sudah selesai di instal. Apa bapak ada perlu lagi?” tanyaku dengan cepat. Ia terlihat sedikit syok melihat ekspresi wajahku “bagaimana cara pakainya?” sepertinya dia seudah kembali normal. Mengetahui ia tidak amrah karena sikapku ini aku bersyukur. Menarik kembali tanganku dari bahunya, bibirku mulai menjelaskan bagaimana menggunakan aplikasi tersebut “….. jadi semuanya bakal ke kirim ke hp bapak. Kalau sampai aplikasi ini terhapus bapak gak dapet informasi lagi jadi pastiin dia gak tau” “Ok. Thanks” paham dengan penjelsanku, bibir manisnya kembali tersenyum. Kembali mengerjakan perkerjaanku yang tertunda. Aku pikir setelah menginstal semuanya dia akan meninggalkan mejaku tapi, dia masih belum pindah dari kursiku. Suasana terasa hening. Kebosanan akhirnya membuat aku tengak-tengok seperti orang hilang, melihat sekitarku. Ternyata semua orang menatapku dengan wajah yang sangat heran. Beberapa dari mereka bahkan terlihat terang-terangan berbisik sambil melirik kami. “Weiiih” teriakku kaget. Rasa syok yang datang karena reaksi mereka ini tidak bisa aku bendung “Ada apa?” ia terlihat bingung. Wajahku tertunduk “ah, gak papa” ucapku mencoba untuk bersikap biasa. Saat aku kembali melihat mereka mereka sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Mungkin mereka juga gak ingin kalau sampai Pak Khana tau kalau mereka bergosip tentang dirinya. Atau aku yang sedang berhalusinasi? Jadi bingung sendiri. “Sudah aku mau balik ke ruanganku. Ohya, jangan lupa kasih aku hasil rapat tadi!” “Huh? bukannya itu tugas sekertaris bapak?” ucapku kaget. Bukannya aku gak mau tapi seharusnya dia bilang lebih awal kalau aku harus merekap semuanya. “Apa kamu berani menolak perintahku?” wajahnya condong padaku. Matanya memberikan ancaman tak terlihat. “Aaah, aku akan melakukannya” ucapku yang masih saja ingin berkerja disini. Wajah terlihat sangat bangga karena bisa mengaturku dengan mudahnya. Dengan semua keangkuhannya ia pergi meninggalkan mejaku. Akhir-akhir ini emosi dia yang cepat berubah membuat aku sedikit takut. Pria PMS lebih menakutkan. Tanganku sibuk menggaruk kepala sambil duduk di kursiku; menghela nafas sebelum tanganku menggerjakan perkerjaan. Sepertinya aku terlalu banyak menghela nafas akhir-akhir ini karena ulahnya menyebalkan sekali. Mataku fokus mengerjakan perkerjaanku di komputer. Rasanya sangat malas sekali hari ini. Beberapa staff pun menitipkan banyak sekali berkas padaku. Mungkin karena aku tidak pernah komplain jadi, mereka terus melakukannya. Beberapa dari mereka juga hanya menggangguku untuk mempertanyakan kedatangan Pak Khana tadi. Tapi, aku gak memperdulikannya, hanya mengerjakan perkerjaanku hingga selesai. Meski terlihat jelas kalau mereka sangat kesal padaku. Bukan tidak ingin menjelaskan tapi, aku takut apa yang aku katakan nanti akan menjadi buah bibir yang akan semakin membuat buruk kehidupanku terlebih lagi mengetahui sifat aslinya. Jauh dari kata dewasa Lagi pula aku tidak mungkin menceritakan kenapa ia mendatangiku kan? Itu adalah urusan pribadinya. Otakku sepertinya terbakar sekarang. Aroma gosongnya tercium dengan sangat jelas. -o0o- Udara semakin dingin dalam kegelapan malam ini, aku lembur karena harus membuat laporan untuk meeting besok juga. Pak Khana akhir-akhir ini seperti menghukumku untuk semua bantuan yang kulakukan untuknya. Dia sering sekali menyuruhku untuk melakukan sesuatu yang bahkan bukan perkerjaanku. Mencoba bersabar dengan semua perintahnya, perkerjaanku, dan juga staff lainnya. Kakiku gempor dibuatnya. Berharap bisa menolak salah satu tapi, yang bisa aku lakukan cuma mengerjakannya. Malam terlihat sangat gelap saat kakiku melangkah keluar gedung. Bahkan bintang pun bersembunyi dibalik pekatnya awan, angin dingin menusukku. “Aku harus segera pulang ke rumah” kalimat itu berulang diotakku. Dengan menggunakan ojek online akhirnya aku pun sampai dirumah dengan selamat. Suara gemuruh mulai terdengar, berlariku cepat masuk kedalam rumah setelah membayar ongkos ojek. Menutup pintu rapat-rapat, dan langsung pergi menuju kamarku yang kecil namun sangatlah nyaman. Tubuhku ku lemparkan diatas kasur, mencoba menghilangkan bayangan tentang Pak Khana tadi, dan juga semua perkerjaan yang aku kerjakan hari ini. Semua ini terdengar seperti aku sedang jatuh cinta padanya. Sebenarnya, aku sedang berfikir apa yang mungkin tidak terpikir oleh orang lain. Hahaha. Darah yang mengalir diotakku ini memang sudah terkontaminasi dengan Innocent dengan tanda kutip (“innocent”) jadi, yang ada diotakku memang sudah tidak bisa berfikir dengan normal. Aku sangat bahagia, rasanya ingin memeluk bantal yang sangat banyak ini lebih erat lagi. Ditengah kebahagiaan ini, hapeku berdering. Menatap sebuah nama yang tertera pada layar hape membuat moodku memburuk. Berusha menepis semua kenangan itu kantuk mengambil alih tubuhku. Bagaimana aku bisa mengabaikan 100 panggilan tak terjawab itu dengan sangat mudah? Bagaimana itu bisa menajadi kebisaan yang aku nikmati? My life, so strange.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD