Angin bertiup seakan berbisik agar kami menghentikan tangisan yang riuh ini. Namun kesedihan yang dalam seakan membutakan mata dan menulikan telinga sehingga kami memilih untuk terus menangis, sekedar menumpahkan perasaan sedih yang teramat dalam diantara kami. Ibu lebih dulu mengangkat kepalanya dan langsung menyeka air mata dan keringat yang menumpuk di wajah Anjar. "Maaf jika Ibu selama ini tidak menjengukmu. Bukan tidak ingin, tapi Ibu dalam keadaan yang kurang baik." "Tidak, Bu. Ibu tidak perlu meminta maaf soal apapun kepada ku. Karena jika aku yang menjadi Ibu dan kehilangan dengan alasan apapun, mungkin aku tidak mampu berdiri lagi, mungkin aku tidak sanggup berdiri lagi, Bu." "Anjar, itu salah satu alasan Ayah kalian melakukan semua ini. Karena jika tidak ada kamu, mungkin Cant