Setelah selesai menikmati makan siang bersama kedua orang tuanya, maka mereka segera berpisah karena Ardian dan Narasita mempunyai tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan sementara Hanna dan Angga berniat untuk mengunjungi kantor travel yang akan menjadikan Hanna sebagai brand ambassador.
Di dalam mobil yang dikemudikan Angga, Hanna berulang kali melirik kakaknya hingga Angga menoleh.
"Ada apa? Sayang kamu adik kakak, kalau bukan udah kakak pacarin kamu," Goda Angga yang menghasilkan cibiran dibibir Hanna.
"Eh, Dek. Kamu kan sudah kelas 3...."
"Sekarang namanya kelas XII Kak, bukan kelas 3 lagi. Kalau kelas 3 itu, artinya Hanna masih SD," sela Hanna mengingatkan membuat Angga meringis kesal.
"Kakak ribet bilang kelas 12,perasaan banyak banget jumlah kelasnya. Kamu kan sekarang kelas 3,udah berapa banyak hati cowok yang kamu patahin?" tanya Angga ingin tahu.
"Kepoo," balas Hanna tertawa.
"Atau kamu belum punya pacar? Rugi loh dek, masa SMA ga sempet pacaran?" usik Angga yang dijawab Hanna dengan tawa.
"Heh, malah tertawa bukannya jawab pertanyaan kakak. Udah berapa cowok yang hatinya kamu patahin?" Cecar Angga ingin tahu.
"Kakak apaan sih? Seingat Hanna kakak deh yang paling nomor satu buat jadi satpam yang nongkrongin setiap kali ada teman cowok Hanna yang datang ke rumah. Menurut kakak, memangnya mereka mau kalau terus menerus diawasi sama kakak," jawab Hanna memberengut.
"Loh, kalau begitu saja mereka udah nyerah...gimana nanti berhadapan sama yang lain?" sahut Angga membela diri.
"Ya bukan salah mereka juga kenapa kakak harus ada waktu temen Hanna datang," jawab Hanna lagi tidak mau mengalah.
Sambil nyengir karena Hanna sudah mulai sewot, akhirnya Angga mengalah, "Ya sudah kakak yang salah. Jadi karena alasan itu kamu jadi ga punyak pacar?" usik Angga lagi. Tidak peduli kalau pertanyaan tersebut membuat Hanna jengah.
"Eh, kenapa sama wajah kamu?" goda Angga tertawa.
"Engga apa-apa. Hanna lihat teman yang pacaran tingkahnya pada aneh," gumamnya tidak jelas.
"Aneh bagaimanaa?"
"Ya gitu deh, serasa mereka bakalan menikah aja." jawab Hanna. "Udahan, Hanna ga mau jawab lagi," lanjutnya sambil bersungut-sungut.
Melihat sikap adiknya, Angga tertawa. Ternyata memang asik menggoda adiknya. Rasanya puas ketika melihat adik perempuan nya didatengin teman cowok tapi mereka tidak berani bicara karena dia duduk mengawasi sambil bermain gitar.
Tiba di kantor perjalanan wisata yang cukup memiliki nama membuat kebanggan tersendiri buat Hanna untuk memperkenalkan tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia. Mungkin saja termasuk yang ada dunia nantinya kalau sekolahnya sudah selesai. Bukankah menurut Narasita, dirinya akan bebas menentukan arah tujuan hidupnya serta apa yang akan ia lakukan setelah ia menjadi seorang mahasiswa? Dan langkah menuju ke sana tidak berapa lama lagi karena ia sudah kelas XII.
Hanna sangat gembira kedatangan nya ke tempat itu didampingi oleh Angga yang lebih paham dengan isi kontrak kerja sama sehingga dirinya yakin tidak akan melakukan kesalahan.
Setelah menyelesaikan semua persetujuan antara hak dan kewajiban yang harus dilakukan kedua belah pihak, Angga dan Hanna meninggalkan kantor travel tersebut untuk kembali pulang ke rumah.
"Adek bisa di hubungin travel itu dari mana?" tanya Angga ingin tahu.
Sebuah kesempatan yang tidak bisa dimiliki sembarang orang menjadi brand ambassador.
"Sebenarnya udah lama Hanna dihubungi. Tapi mama selalu bilang fokus sama sekolah dulu. Nah kemarin sebelum ngambil raport semesteran, Hanna nagih janji mama. Dan mama akhirnya kasih ijin buat Hanna."
Dengan menganggukan kepala seperti orang yang paling mengerti membuat Hanna tertawa.
Tawa yang selalu mengikuti keberhasilan seorang Hanna Maulidya Wangsa. Setelah ia sukses mengikuti kejuaraan memanah yang diadakan pihak milter dengan Perpani dengan meraih gelar juara ke 3. Sudah saatnya bagi Hanna untuk mempersiapkan diri dengan berlatih bersama Angga dibawah bimbingan para senior dan pelatih yang selalu memberinya semangat.
Bukan menjadi salah satu andalan dari klubnya membuat Hanna lebih santai menjalaninya. Ia harus bisa membuktikan bahwa menjadi yang biasa dan tidak dapat diperhitungkan bisa secara tiba-tiba menjadi kuda hitam. Bukankah kuda hitam selalu berada di luar prediksi?
Kejuaraan kali ini adalah kejuaraan antar klub tingkat Internasional, Hanna bangga karena ia klub yang dia ikuti selalu hadir dengan mengirim peserta disetiap kejuaraan tinggkat nasional maupun internasional.
Hari ini adalah hari kedua di mulainya kejuaraan setelah hari sabtu kemarin dibuka secara resmi oleh Panglima TNI. Tidak ada yang lebih membanggakan ketika seorang atlet ikut serta di dalam kejuaraan tinggkat Internasional meskipun dia adalah pemula.
Hanna baru berjalan keluar dari kamar ganti menuju arena kompetisi setelah panggilan dari pelatihnya menguar di ponselnya.
Langkah kaki yang berjalan di koridor terhalang oleh seorang pria yang terlihat emosi. Hanna tidak tahu apa yang membuat pria itu berdiri di sana. Apakah ia menunggu seseorang? Pria itu seumuran dengan Angga, berbicara dengan penuh kemarahan melalui ponselnya.
Kata-kata nya tidak dapat dimengerti karena Hanna juga sama sekali tidak mau mencuri kesempatan untuk mendengar nya. Dia hanya sedang berpikir apakah dia harus melewati pria asing itu atau berdiri menunggu sampai pria itu selesai bicara.
Hanna beruntung, ia dipersilahkan untuk melewati saat dia berpaling dan melihat Hanna yang menunduk dengan kaki yang mengukir lantai.
Seperti sebuah magnet ketikan Hanna mengangkat wajah dan melihat pria itu mengangguk. Hanna tersenyum, tapi pria itu mengernyit heran sehingga Hanna mengerti bahwa dia menganggukkan kepalanya agar Hanna langsung lewat tanpa harus menunggunya bicara.
Dengan langkah yakin Hanna melewatinya dan sempat melihat badge klub menembak pria itu. Hanna tidak tahu apakah dia peserta atau pengurus klub yang berasal dari Inggris.
"Excuse me," katanya berjalan melewati pria itu.
Pria itu sepertinya sudah selesai bicara melalui ponselnya karena tidak berapa lama kemudian dia sudah menyusul langkah Hanna. Dalam diam mereka menuju tempat para peserta mengikuti kejuaraan.
Sebagai peserta junior yang baru mengikuti kejuaraan Internasional sudah pasti membuat Hanna gugup.
"Semangat dek! Kamu pasti bisa!"
Terdengar suara penyemangat dari tribune penonton. Hanna tidak tahu siapa yang berteriak karena di sini dirinya dipanggil adek.
Berusaha konsentrasi, Hanna memakai penutup telinga. Saat ini perhatiannya hanya tertuju pada targetnya. Tidak peduli dengan yang lainnya.
Bukan nilai sempurna untuk kesempatan kali ini, tetapi Hanna cukup bangga karena hasilnya tidak terlalu memalukan buat dirinya yang baru mengikuti dan terlibat dalam tingkatan yang tidak pernah ia bayangkan.
"Congratulations, your grades are pretty good."
Hanna sudah melepaskan penutup telinga dan kini ia sedang menikmati isi botol minumannya.
Perlahan-lahan Hanna berbalik untuk melihat siapa yang sedang bicara. Matanya memicing memperhatikan pria asing yang berdiri di depannya.
"Thank you. congratulations to you too."
Pria itu menatap wajah Hanna dengan senyum yang menarik. Ia menilai gadis yang berdiri di depannya bukannya berpura-pura bersikap acuh atau tidak peduli, tetapi memang sama sekali tidak berusaha menarik perhatian.
"Kenalkan aku Keanu Whittaker...aku peserta dari Inggris," katanya memperkenalkan diri.
"Aku Hanna Maulidya Wangsa. Senang berkenalan denganmu," sambut Hanna membalas uluran tangan Keanu.
Perkenalan mereka adalah sekedar basa-basi karena mereka sama-sama sebagai peserta dari klub yang berbeda untuk mewakili Negara mereka. Hanna yang merasa usia Keanu berada di atasnya hanya menganggapnya sebagai kakak. Karena dari penampilan Keanu dan cara pria itu bersikap, sepertinya Keanu lebih pantas menjadi teman Angga, kakaknya.