Dia lagi

1077 Words
Lifia pikir ia akan mudah keluar dari hotel ini dikawal dengan dua orang polisi yang merupakan bawahan Defran, namun ternyata tidak semudah itu. Lifia bersembunyi dibalik dinding dan ia melihat Sandra terpisah olehnya dan berlari mengikuti salah satu polisi. Suara tembakan terdengar membuat Lifia terkejut dan ia segera berlari dengan cepat, lalu bersembunyi dibalik pilar. Jantungnya berdetak dengan kencang apalagi polisi yang menjaganya saat ini lengannya terluka karena luka tembak. Ya...ia belum mau mati karena masih ada banyak hal yang belum ia gapai. Tanpa sadar air mata Lifia menetes dan tentu saja sekarang ia telah menyadari jika saat ini bukanlah mimpi atau syuting seperti yang ia pikirkan sebelumnya. Polisi memberikan serangan dengan menembak dua orang lainnya yang berusaha untuk menembaknya lagi dan untung saja ternyata ada seseorang yang membantunya. Lifia terduduk dan ia menutuk kedua telinganya, polisi itu menarik Lifia agar bersembunyi dibalik dinding mengikutinya. Jantung Lifia berdetak dengan kencang dan ia sangat ketakutan saat ini. Harusnya Defran menemaninya hingga ia bisa keluar dengan selamat dari hotel ini, Lifia segera menghapus air matanya dengan cepat. Lifia melihat kearah polisi yang terluka itu dan ia bingung harus melakukan apa saat ini. "Kamu terluka..." ucap Lifia khawatir. Apalagi tidak sedikit darah yang menetes dari luka tembak itu. "Saya tidak apa-apa, untuk kapten menolong kita," ucap Lifia dan ia mengedarkan pandangannya mencari sosok kapten yang dimaksud laki-laki ini. "Nggak apa gimana Pak, itu lengan Bapak terluka," lirih Lifia. "Sekarang yang terpenting Mbak Lifia bisa keluar dari sini dengan selamat Mbak, jangan kahwatirkan saya. Mbak Lifia, disana ada tangga darurat dan Mbak bisa lewat sana agar selamat, saya tidak bisa pergi bersama Mbak saat ini!" Ucapnya. "Kemungkinan teman mbak sudah berada disana bersama rekan saya," ucapnya. "Tapi saya nggak mungkin meninggalkan Bapak disini dan saya takut Pak kesana sendirian," ucapnya. Lifia merasa bersalah karena ia yang tadi sangat lambat ketika berjalan karena menggunakan gaun ketat yanh ia kenakan hingga telah membuat pelarian mereka terasa sulit. Lifia merobek gaunnya dan ia menatap sendu polisi itu. "Kalau Mbak nggak selamat saya bisa dimarahin dan saya harus kembali bertemu rekan saya yang masih berada disana!" Ucapnya. Lifia merasa ia memnag harus menjadi berani dan mengikuti perintah Pak polisi itu. "Disana sudah aman Mbak!" Ucapnya. Tadi mereka melewati tempat itu dan tempat itu baru saja mereka lewati dan bersih dari penyergap. "Terimakasih Pak," ucap Lifia sendu. Lifia menghembuskan napasnya dan ia ia berlari dengan cepat, namun ternyata dua orang lelaki bersenjata dengan pakaian seragam bertuliskan free melihat kearahnya dan saat keduanya ingin menembak Lifia. Lifia sangat terkejut dan ia memejamkan matanya seakan pasrah dan ia terus memilih belari, hingga akhinya ia tersungkur. Kepalanya terbentur lantai dan ia merasa kesakitan lalu terdengar suara tembakan beberapa kali. Kepala Lifia terasa sangat berat, ia mencoba membuka matanya perlahan, namun terasa sangat sulit dan akhirnya ia memejamkan matanya karena pandangannya saat ini tiba-tiba berubah menjadi hitam. Ya Lifia tidak sadarkan diri saat ini dan ia tidak tahu lagi, apa yang terjadi saat itu. Sementara itu Defran menghela napasnya dan ia melihat sosok cantik yang masih kerabatnya itu terbaring dilantai tidak berdaya. Ia mendekati Lifia bersama ketiga rekannya dan tanpa banyak berpikir, Defran meminta salah satu rekan kerjanya untuk membantunya meletakkan Lifia di punggung belakangnya. "Maafkan saya Kept," ucap rekan kerja Defran yang menjadi salah satu rekannya yang Defran perintahkan untuk membawa Lifia keluar dari sini. "Tidak apa-apa Indra," ucap Defran dan ia mengikat tubuh Lifia dengan tali senjata api yang tergeletak milik penjahat itu agar menempel ditubuhnya. "Tim dua sudah melakukan penyisiran, kita tinggal membawa sebagian sandera yang bisa kita selamatkan keluar dari sini hidup-hidup, Bili..." ucap Defran kepada rekan kerjanya yang lain. "Siap kapt," ucap Bili. "Saya dan Indra akan turun kebawah, kamu sama Riki lakukan rencana yang tadi telah kita siapkan!" Ucap Defran. Ia ingin segera membawa Indra dan Lifia yang telah terluka keluar dari sini, agar keduanya segera mendapatkan pengobatan. "Siap Pak," ucap mereka. Mereka segera berpisah dan saat ini Defran melangkahkan kakinya dengan cepat sambil menggendong Lifia dan sebelah tangannya memegang pistol, ia bersiap menembak jika nanti ada penyergapan yang tiba-tiba muncul seperti tadi. Defran menghembuskan napasnya, ia sangat kesal karena perempuan yang ada di punggungnya ini, selalu saja terlibat masalah. Dulu Lifia hampir terlibat dengan orang-orang pecandu narkoba dan Lifia bahkan pergi ke Club, hingga ia akhirnya memaksa Lifia agar pulang bersamanya. Lifia sosok yang membuatnya kesal, karena ia tidak bisa memilih untuk tidak peduli. Hubungan keluarga mereka mengikatnya untuk menganggap Lifia adalah bagian dari keluarganya. "Saya sangat tidak suka keluarga saya menangisi mayat kamu," guma Defran. "Kenapa kamu tidak menjadi perempuan biasa saja yang sering berada di rumah," sinis Defran. Indra mendengarkan ucapan Defran yang terlihat sangat kesal. Beberapa kali ia melihat interaksi antara Defran dan Lifia, ia tidak mengerti hubungan keduanya yang terlihat sangat buruk, tapi ketika terjadi hal seperti ini, Defran malah terlihat sangat kahwatir dengan keadaan Lifia. Saat ini mereka berhasil keluar dari hotel dan Defran segera membawa Lifia ke mobil ambulans membuat Sandra terkejut melihat keadaan Lifia. "Terimakasih Pak Defran," ucap Sandra. "Tapi kenapa Lifia bisa pingsan begini?" Tanya Sandra. "Dia terjatuh, segera bawa dia ke Rumah Sakit!" Ucap Defran membuat Sandra menganggukkan kepalanya. "Jangan dulu menghubungi orang tuanya tapi kamu lebih baik hubungi Kiran Kakaknya!" Ucap Defran. Ia sangat mengenal Orang tua Lifia yang pastinya akan sangat kahwatir dan bisa saja berita ini memicu keterkejutan yang bisa berdampak kesehatan pada orang tua Lifia. Defran juga tidak ingin menghubungi Kana Kakak iparnya karean Kana juga pasti akan kahwatir dengan keadaan Lifia adiknya ini. Defran mengirimkan pesan kepada Serkan Kakak sulungnya dan nanti Serkan bisa menyampaikan dengan pelan kepada Kana memgenai keadaan Lifia. Defran mengangkat kepalanya dan ia menatap Sandra yang berdiri mematung memperhatikan Lifia yang saat ini sedang mendapatkan pertolongan medis. "Apa kamu tidak mendengar ucapan saya?" Tanya Defran kesal. "Iya Pak..." ucap Sandra panik dan ia segera menghubungi Kiran seperti apa yang diperintahkan Defran. Defran kembali melangkahkan kakinya menuju hotel, ia segera mengintruksikan beberapa perintah untuk semua timnya yang masih berada didalam hotel. Ia akhirnya bisa bernapas lega ketika beberapa tim penyelamat dan tim penyerang akhirnya berhasil melumpuhkan sekelompok orang yang ternyata adalah teroris ini. Mereka sebenarnya ingin menyandera beberapa duta asing dan beberapa orang penting lainnya, namun berhasil gagal karena polisi segera mendapatkan laporan dari pihak hotel, jika ada beberapa sekelompok orang aneh yang tiba-tiba mencondongkan pistolnya kepada resepsionis hotel. Semuanya bergerak begitu cepat hingga penyelamatan bisa segera dilakukan walaupun ada beberapa orang sandera yang tewas karena mereka tertembak saat awal teroris itu ingin menguasai hotel ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD