Bab 3. Sama-sama Kaget

1290 Words
Tak ingin terlibat masalah dengan pria itu, Selma pun dengan cepat bangkit dari atas ranjang. Dia ingin segera pergi dari tempat itu. Perlahan dia pun berusaha duduk pelan-pelan agar pergerakannya tidak disadari oleh pria di sampingnya yang entah siapa itu. Selma hanya berharap jika dia tidak akan bertemu dengan pria itu lagi karena kejadian malam tadi dia anggap sebagai hubungan satu malam saja. Perlahan Selma menggeser posisi duduknya ke tepi ranjang dan menurunkan kakinya ke lantai. Setelah itu, dia berusaha berdiri, tetapi Selma merasakan rasa sakit hampir di sekujur tubuhnya. "Ughh!" reflek Selma mengeluarkan suara, melenguh karena merasakan badannya terasa pegal-pegal semua. "Emmh!" Selma terkejut saat mendengar pria di belakangnya itu bergumam. Sungguh dia ingin segera pergi agar tidak dikenali oleh pria asing itu. Anggap saja dia tidak pernah bertemu dan hal ini tidak pernah terjadi dalam hidupnya. Selma pun merasa sedikit lega ketika pria itu tidak bergerak lagi, yang artinya pria itu kini kembali terlelap. Selma bergegas mengambil pakaian yang tercecer di lantai dan mulai mengenakannya. Tak lupa, wanita itu juga mengambil tas miliknya yang untung saja masih dibawanya hingga ke dalam kamar. Di dalam tas itu ada ponsel, dompet, dan juga kunci rumah. Rumah yang diberikannya oleh Dikta sebagai kompensasi perceraian karena memang rumah itu sudah beratasnamakan dirinya. Sungguh ini adalah pengalaman pertamanya, berhubung intim dengan pria lain yang tidak dikenalnya. Ada rasa sesal yang mendalam, meskipun begitu Selma tetap tidak bisa memutarbalikkan keadaan. Dia hanya berharap setelah ini hidupnya akan baik-baik saja, masalahnya dengan mantan suaminya sudah tidak ada lagi. Selma merasa jika hal ini karena dirinya yang terlalu kecewa dan sakit hati karena Dikta menikah lagi seminggu setelah mereka resmi bercerai. Setelah selesai berpakaian, Selma yang masih ketakutan tampak menghembuskan napasnya dengan kasar. Sebelum keluar dari kamar, Selma menyempatkan diri untuk melihat ke sebuah cermin yang tersedia di kamar itu. "Ya Tuhan, berantakan sekali rambutku. Apa yang telah aku perbuat semalam dengan pria itu?" Selma mulai merapikan penampilannya. Menyisir rambut dengan jemarinya sambil sesekali memastikan jika pria di atas di ranjang itu masih tertidur. Namun, selang beberapa detik kemudian, Selma dikejutkan saat melihat pria itu ternyata sudah duduk di tepi ranjang dan tengah menatapnya. Hal yang lebih mengejutkan lagi, ternyata dia sangat mengenal pria itu. "Pak Nico?!" "Kamu?!" Keduanya saling menunjuk, Selma masih berusaha mencerna dan berharap jika pria yang bermain dengannya semalam bukan Nico Saputra, CEO di perusahaan tempatnya bekerja. "Ah, ternyata benar! Kamu adalah sekretaris Dion, right?" "Mati gue, Pak Nico ingat siapa gue!" batin Selma. "Eghemm, maaf, Pak, sebelum saya minta sama Bapak untuk tidak mengatakan ke siapa pun tentang apa yang terjadi tadi malam di antara kita. Anggap saja kita hanya melakukan one night stand karena saya juga tidak tahu kalau ternyata pria itu adalah Bapak," ujar Selma kikuk sendiri. Menahan rasa malu yang mulai mengusiknya. Memang dia tidak pernah berinteraksi langsung dengan Nico karena dia adalah sekretaris dari wakil direktur yang bernama Dion. Jadi, Selma dan Nico tidak pernah berkomunikasi secara langsung, meskipun keduanya sering dipertemukan jika sedang rapat ataupun tidak sengaja berpapasan. "Hemm, ya aku mengerti karena aku juga berpikir seperti itu. Anggap saja kita hanya melakukan hubungan semalam dan tidak akan ada hubungan seperti ini lagi selamanya. Sekarang kamu boleh pulang, nanti akan ada transferan masuk ke rekening kamu," ujar Nico. "Saya bukan wanita bayaran, Pak." Selma kembali berpikir dan menyayangkan jika sampai menolak tawaran dari Nico. "Ya, tapi kalau memang Bapak berniat seperti itu, saya juga tidak akan menolak. Saya ucapin terima kasih, Pak Nico," ujar Selma menundukkan kepala, kemudian mengangkat wajahnya kembali. Kedua mata mereka bertemu hingga mereka saling menatap sampai beberapa detik sebelum Selma memutuskan pandangannya terlebih dahulu. Akhirnya, wanita itu melenggang pergi keluar dari kamar tersebut. Sementara Nico, langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengusap wajahnya dengan kasar. Sejak semalam dia memang merasa tidak asing dengan wajah wanita itu yang ternyata wanita itu adalah sekretaris Dion. "Ah, bukankah dia mengatakan jika tidak perlu menganggap ataupun memikirkan masalah ini? Betul, kami hanya melakukan hubungan semalam," gumam pria itu yang kemudian langsung menyalakan shower setelah menyetel airnya agar menjadi hangat. Setelah beberapa saat Nico keluar dari kamar mandi memakai handuk yang dililitkan di pinggang. Pria itu tampak berjalan ke arah ranjang untuk mengambil ponselnya. Ada dua panggilan tak terjawab dari Donita dan tiga pesan dari kekasihnya itu. Selebihnya hanya dari para kolega dan teman yang tidak penting. Nico merasa sedikit bersalah pada Donita karena menghabiskan waktu semalam dengan wanita lain. Tapi tentu saja, Nico tidak akan pernah menceritakan hal tersebut pada sang calon istri. Nico pun berusaha menghubungi Donita dan menjawab pertanyaan kekasihnya. "Halo, Sayang." "Kamu ke mana sih? Semalam aku telepon nggak diangkat, di-chat juga nggak dibalas!" "Aku sibuk dan lupa naruh ponsel di mana." Dia berbohong, dan mungkin ini adalah kebohongannya yang pertama pada Donita karena selama berhubungan dengan Donita, Nico tidak pernah bermain api sejauh ini. Ah, sepertinya dia juga tidak bisa dikatakan berselingkuh karena kegiatannya semalam dengan karyawannya itu adalah murni one night stand. "Oh, ya sudah, aku hanya mau ngasih tahu kalau tiket ke Paris sudah aku beli, seminggu lagi aku berangkat untuk wawancara dan pemotretan. Setelah itu, aku janji kalau kita akan tetap nikah, tapi aku ingin jika pernikahan kita dirahasiakan dan jangan sampai ada orang yang tahu!" Ucapan Donita bagaikan nyanyian di telinga Nico, dia sudah terbiasa dengan permintaan dari kekasihnya yang labil itu. Meskipun Nico mengatakan tidak, tetapi Donita tetap melakukannya hingga dia tidak bisa merubah keputusan Donita begitu saja. "Tapi lebih baik nikahnya ditunda aja karena aku tidak mau pernikahan kita disembunyikan. Aku ingin orang-orang tahu jika kamu adalah istriku. Jadi, lebih baik ditunda saja sampai masa kontrak kerjamu selesai!" "Aahhh, sayaang, kamu benar-benar baik, aku makin cinta sama kamu! Makasih ya udah ngertiin aku. Kalau begitu aku mau mandi, bye, Honey!" Nico hanya memandang ponselnya dengan tatapan datar ketika Donita mematikan panggilannya sepihak. Lagi-lagi pria itu mengusap wajahnya, merasa jika dia tidak pernah berharga di mata Donita. Karena selama perjalanan kisah kasih mereka, hanya Nico yang mau mengerti dan Donita selalu ingin dimengerti. "Sampai kapan hubungan ini terus berlanjut jika aku terus yang mengalah? Apa aku terlalu memanjakannya sampai dia selalu berlaku seenaknya," gumam Nico yang sebenarnya merasa kesal karena lagi dan lagi harus menuruti keinginan Donita. *** Sementara itu, Selma langsung pulang ke rumah setelah taksi online yang dipesannya datang ke hotel. Dia harus cepat-cepat sampai rumah karena harus segera membersihkan diri. Selma merasa agak risih karena tubuhnya terasa lengket akibat permainan panas semalam belum dibersihkan. Mengingat bagaimana kejadian itu bersama atasannya sendiri entah kenapa Selma menjadi malu. Sungguh tidak pernah dibayangkan jika dia akan berbagi peluh bersama Nico Saputra, CEO di perusahaannya itu. "Terima kasih, Pak." Selma memberikan sejumlah uang sebagai tarif perjalanannya pada supir taksi setelah tiba di depan rumah. Kemudian dia segera mengambil kunci rumah dan segera membukanya. Sebenarnya rumah minimalis berlantai dua itu ingin sekali dijualnya. Alasannya adalah karena di dalamnya terlalu banyak kenangan indah bersama Dikta yang masih terekam jelas di ingatannya. Namun, hal itu urung dilakukannya karena Selma masih sangat menyayangi rumah tersebut. "Gue harus segera mandi. Entah kenapa bau tubuh pak Nico kecium banget di hidung gue. Kenapa sih gue sial banget sampai bisa one night stand sama atasan sendiri?" gerutu wanita cantik itu. Ya, Selma tidak habis pikir jika dia melakukan malam panas bersama Nico. Sudah bisa dibayangkan dalam pikirannya jika besok saat bertemu dia pasti akan sangat canggung. "Tapi tubuhnya itu bagus loh, sumpah! Kalau sama mantan suami gue sih nggak ada apa-apanya." Entah kenapa pikiran Selma jadi traveling sejauh itu. "Ih, gue ngomong apaan sih?" Tak ingin memikirkan hal itu lagi, Selma langsung menyalakan shower untuk membasuh tubuhnya. Dia harus benar-benar mengenyahkan segala macam pikiran mengenai malam panas itu. Karena Selma yakin jika setelahnya dia akan melanjutkan hidupnya tanpa ada Nico dan Dikta dalam pikirannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD