Keesokkan harinya, sehari setelah kejadian Athena dilabrak, Kheanu langsung menghampiri Jessie yang saat itu sedang asik bergosip dengan teman-temannya di depan kelas. “Gue mau ngomong sama lo.” Ucap Kheanu singkat. Jessie langsung mengikuti langkah Kheanu yang menjauh dari teman-temannya, hingga akhirnya mereka berhenti di lorong sekolah.
“Kenapa? Tumben lo mau ngobrol sama gue?” Tanya Jessie dengan penuh percaya diri.
“Jes, mau sampai kapan lo kayak gini?”
“Apaan sih maksudnya, gue gak ngerti.”
“Mau sampai kapan lo ngusik hidup orang lain cuma karena gue? Jes, lo itu cantik, cuma sikap dan sifat lo minus. Mau sampai kapan pun, gue gak akan pernah suka sama lo. Jes, gue gak mau nyakitin lo, jadi di saat gue masih bicara baik-baik sama lo, gue mohon dengerin gue. Jangan sampai gue ngelakuin hal yang nantinya malah nyakitin lo. Lagi pula Jes, apa sih lebihnya gue? Tampang gue biasa aja, gue gak pinter, gue juga gak tajir, apa yang lo suka dari gue sampai bisa bikin lo bertahan selama bertahun-tahun? Jes, lo itu cantik, kalo lo ubah sikap dan sifat lo, gue yakin banyak cowok-cowok di luar sana yang bakalan suka sama lo. Jes, gue mohon sama lo, mohon jangan ganggu Athena.” Kheanu menatap Jessie lekat-lekat. Jessie terdiam. Baru kali ini Kheanu berbicara panjang lebar padanya. Dari kalimatnya, Jessie tahu bahwa Kheanu benar-benar menyukai Athena, sebab selama ini Kheanu tak pernah ikut campur jika Jessie melabrak gadis lain yang dekat dengan Kheanu. Tapi kali ini Kheanu memohon padanya demi Athena, hal yang belum pernah Kheanu lakukan sebelumnya.
“Nu, lo beneran gak bisa suka sama gue? Kita coba aja, Nu, kita coba untuk pacaran selama satu bulan, kalau dalam satu bulan itu lo belum juga jatuh cinta sama gue, gue janji gak bakal ganggu lo lagi.”
“Gak bisa, Jes, sorry.”
“Nu, lo mau tau apa yang bikin gue suka sama lo?”
Kheanu hanya menatap Jessie.
“Lo emang gak ganteng-ganteng amat, lo emang gak tajir apalagi pinter, tapi lo selalu bisa menghibur orang, Nu. Lo selalu menikmati hidup, lo gak pernah nunjukkin masalah lo di depan orang-orang karena lo gak mau membebankan mereka. Lo gak pernah dendam sama orang lain, lo gak pernah nyusahin nyokap lo karena lo tau dia sudah berjuang sendirian membesarkan lo dan adik lo...”
Ya, Jessie memang tahu banyak tentang keluarga Kheanu. Sebenarnya Jessie, Dean, Kheanu, Dimas, dan Panji adalah teman sekelas saat kelas sepuluh. Bahkan sebelumnya Jessie merupakan teman baik Dean, hingga suatu masalah memisahkan pertemanan mereka. Sejak menyukai Kheanu, Jessie selalu menghalakan segala cara untuk mendapatkan Kheanu. Padahal Kheanu sudah berkali-kali menolaknya secara halus, namun Jessie tak juga kapok. Begitupun Dean, lelah dengan Jessie yang selalu mengusik hidup siswi lain yang berhubungan dengan Kheanu, Dean akhirnya menyerah dan menjauh dari Jessie. Belakangan Dean tahu bahwa Jessie adalah korban dari bullying saat SMP. Seolah ingin membalaskan dendamnya dan tak ingin menjadi korban lagi, sejak masuk SMA Jessie berubah menjadi pelaku bullying. Ketika SMP Jessie dirundung karena fisiknya yang gendut dan kulitnya yang tak terawat, “Gak sesuai sama nama”, “Kebagusan namanya daripada orangnya”, begitu kata orang-orang. Hingga akhirnya saat liburan peralihan dari SMP ke SMA, Jessie melakukan diet ketat dan perawatan tubuh dan kulit selama empat bulan. Hasilnya berat badan Jessie pun turun drastis, dan sekarang Jessie memiliki tubuh yang professional dan kulit yang terawat.
Jessie melanjutkan kalimatnya, “Lo inget gak Nu, pas Bagas menghina gue di tengah lapangan? Saat itu cuma lo yang ngebela gue, Nu, dan sejak saat itu juga gue suka sama lo.”
Bagas adalah salah satu teman sekolah Jessie saat SMP yang juga bersekolah di SMA Pelita Bangsa, karena melihat perubahan fisik yang begitu besar pada diri Jessie, Bagas cenderung meledek Jessie di masa awal-awal SMA. Puncaknya, saat kelas sepuluh semester 2 Bagas menghina Jessie di tengah lapangan hingga semua murid melihatnya, “Alah, badan hasil sedot lemak aja belagu banget lo.” Begitu ucap Bagas. Saat itu Kheanu yang kebetulan lagi bermain sepak bola di lapangan sekolah langsung menghajar Bagas. Tidak ada alasan khusus untuk Kheanu melakukan itu, ia hanya tak suka ada teman sekelasnya yang dihina. Lagi pula Kheanu sudah sering mendengar dan melihat Bagas menghina Jessie, jadi ia merasa sudah waktunya untuk menghentikan Bagas. Kini Bagas tidak lagi bersekolah di SMA Pelita Bangsa, ia sudah pindah keluar kota.
Mimik wajah Kheanu kini berubah setelah ia mengingat kejadian tersebut, saat hendak menjelaskan sesuatu, Jessie langsung memotongnya, “Iya, gue tau lo gak ada maksud apa-apa, niat lo saat itu murni karena mau belain teman sekelas. Lo tau dari SD sampai SMP gue selalu dibully, gak ada teman-teman yang mau berteman sama gue. Lo adalah teman lelaki pertama yang berada di sisi gue. Itu pertama kalinya gue dihargai sama laki-laki.”
“Sorry, Jes, gue gak bermaksud…”
“Iya, gak apa-apa.”
“Tapi gue mohon Jes, mohon jangan ganggu Athena.”
“Iya, Nu. Mulai sekarang gue akan bertekad bikin lo jatuh cinta karena sikap dan sifat baik gue.”
Kheanu hanya menatap Jessie.
******
Jam pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu, sebagian murid ada yang sudah kembali ke rumah, pergi ke tempat bimbel, nongkrong dengan teman-teman, dan beberapa ada yang masih di sekolah karena kegiatan ekstrakulikuler yang mereka ikuti. Kegiatan ekskul memang dimulai saat jam pulang sekolah, seperti ekskul cheerleader yang diikuti oleh Dean dan ekskul futsal yang diikuti oleh Dimas dan Panji. Sementara Athena memilih untuk aktif dalam kegiatan volunteer di luar sekolah, Kheanu memilih untuk tidak ikut ekskul apapun. Berbeda dengan Kheanu yang memang tidak memiliki minat pada ekskul apapun, Archen sebenarnya ingin sekali mengikuti ekskul Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), hanya saja ia terlalu malas untuk berinteraksi dengan murid-murid lainnya.
Dean sedang beristirahat di bangku penonton setelah berlatih cheerleader selama kurang lebih satu jam. Anak-anak cheerleader biasa latihan di lapangan basket yang letaknya bersebelahan dengan lapangan futsal. Saat melonjorkan kakinya, tiba-tiba saja seseorang meletakkan air mineral di sebelah Dean, ya, dia adalah Dimas.
Dean memegang botol air mineral yang diberikan oleh Dimas, “Apa nih?”
“Air minum lah, emang lo gak capek daritadi teraik-teriakan sambil loncat dan nari-nari gitu?”
“Bukan, maksud gue ada angin apa kok tiba-tiba lo kasih gue minum?”
“Itu sebagai permintaan maaf gue, De.”
Dean hanya mengangkat satu alis, memberi sinyal bahwa ia tidak mengerti apa yang Dimas ucapkan, atau lebih tepatnya pura-pura tidak mengerti. Dean jelas tahu kalau Dimas minta maaf atas kejadian di kelas tempo hari. Ia hanya ingin Dimas menyampaikan lebih jelas dan tulus.
“Maaf kalau waktu itu gue udah ngeledekin lo di depan kelas, gue tau ucapan gue keterlaluan. Tapi sumpah gue nyesel, waktu itu gue cuma terlalu takut kalau anak-anak, terutama Panji, tahu kalau gue suka sama lo.”
“Emang kenapa kalau mereka, terutama sahabat lo Panji, tahu itu?”
“Mereka pasti bakal ngeledekin gue abis-abisan, De.”
“Jadi segitu doang?”
“Apa?” tanya Dimas yang tak mengerti atas pertanyaan Dean.
“Segitu doang perasaan lo buat gue? Gak lebih besar dari rasa gengsi lo?”
“Gak gitu maksudnya, De.”
Dean meletakkan kembali botol minumnya di samping Dimas, “Thanks, tapi gue udah punya minum sendiri.” dan pergi meninggalkan Dimas.
Tak lama kemudian Panji tiba-tiba nongol di depan pintu masuk lapangan basket dan berteriak padanya, “Woi, Dimas, ayo latihan lagi. Ngapain lo diem di situ sendirian kayak kambing conge.”
Dimas menatap sahabatnya dari kejauhan, “Andai aja mulut lo gak sebawel itu, Nji, mungkin saat ini gue udah pacaran sama Dean.” Ucapnya dalam hati.