“Lo kok tadi bisa telat bareng Archen sih? Gimana ceritanya?” Tanya Dean usai melahap potongan siomay terakhirnya.
“Gue ketemu dia di halte.”
“Dia enggak secara sukarela nawarin lo buat bareng, kan?”
“Belum.” Ucap Athena santai.
Dean mengerutkan keningnya. Entah karena mendengar jawaban Athena atau karena es lemon yang diminumnya.
“Mungkin emang sekarang Archen masih cuek sama gue, tapi lihat aja nanti.” Athena mengatakan seolah-olah itu mudah saja terjadi.
“Lo beneran jatuh cinta sama dia, Na?”
“Dia beda, De. Entah kenapa ada sesuatu dalam diri Archen yang orang lain gak tahu.”
“Deketin Archen gak semudah deketin si kunyuk itu, Na.” Dean kemudian melirik ke arah pintu masuk kantin,
Athena yang melihat kedatangan Kheanu, hanya tertawa setelah mendengar perkataan Dean.
“Anjir, lo berdua ngomongin gue?” Tanya Kheanu setelah duduk di samping Athena.
“Lo kan hidup emang cuma buat digibahin doang.”
Mendengar respon Dean, Kheanu lantas memasang wajah serius, “Na, fix lo salah pilih temen.”
Athena tidak berhenti tertawa melihat tingkah Dean dan Kheanu. Keduanya bagaikan tikus dan kucing yang haram hukumnya untuk bertemu.
“Na, nanti jadi kan?”
“Apa? Oh, minum es campur depan sekolah?”
“Iya, jangan ajak si Dean ya tapi.”
Dean yang saat itu sedang main handphone, sadar namanya disebut.
“Idih, ditraktir sepuluh mangkok es campur juga gue ogah kalau makannya sama lo.” Bukan Dean namanya kalau tidak pakai urat ketika menghadapi Kheanu.
“Yah, padahal gue mau ajak Dean juga.” Ucap Athena kecewa.
“Sorry, dengan segala hormat, gue menolaknya.”
“Tuh kan, Dean gak biasa minum es campur, Na. Biasa minum air kobokan dia mah.”
“Ah, berisik lo. Udah yuk, Na, kita ke kelas.”
“Yuk. Kita ke kelas duluan ya, Nu.”
“Sip.”
Sebelum keluar kantin, Dean menghampiri penjual siomay dan es lemon yang tadi di pesannya.
“Pak, siomay yang tadi saya pesen dibayarin sama Kheanu ya, itu tuh anaknya yang pakai dasi diikat di kepala.”
Bapak penjual siomay pun mengacungkan kedua jempolnya. Begitu pula dengan ibu penjual es lemon.
Athena yang baru menyadari perbuatan Dean lantas geleng-geleng kepala, “De, parah lo iseng banget!”
Dean hanya mengibaskan tangan dan berkata, “Santai.”
“Huft! Pasti akan ada perang dunia hari ini.” Gumam Athena.
Dean hanya tertawa mendengar ucapan Athena.
Namun ternyata Athena salah, hingga jam pelajaran terakhir, Kheanu sama sekali tidak membahas keisengan Dean. Lelaki itu bersikap seperti biasa seolah tidak ada hal menjengkelkan yang terjadi.
“Selamat siang anak-anak.” Sapa Bu Siska.
“Siang bu.” Jawab semua siswa kompak.
Pelajaran terakhir di hari Selasa adalah Geografi. Walaupun berada di jam terakhir namun Athena tetap menikmatinya. Tidak seperti sebagian besar teman-teman di kelasnya, ketika Bu Siska menjelaskan ada yang sibuk menggambar, memainkan tutup pulpen, hingga berjuang mati-matian untuk menahan rasa kantuk.
“Jadi anak-anak Sirus adalah bintang paling terang di langit malam dengan magnitude tampak -1.47. Sirius sendiri sebenarnya memang bintang ganda yang terdiri dari Sirius A dan B yang mengorbit satu sama lain pada jarak antara 8,5 hingga 31,5 satuan astronomi. Nah jadi kalian bisa bayangkan bukan seperti apa indahnya Bintang Sirius itu, ada dua bintang yang bersinar paling terang di langit ketika malam hari.” Jelas Bu Siska.
Athena benar-benar mencerna dan memahami apa yang disampaikan oleh Bu Siska. Ia langsung membayangkan suatu saat bisa melihat Bintang Sirius.
“Lo serius amat sih belajarnya.” Bisik Dean.
Seperti yang lain, Dean termasuk anak yang sedari tadi sibuk menggambar manga di buku tulis Geografinya.
“Geografi itu seru tau!” Ucap Athena pelan.
“Btw, lo lagi ngapain sih?”
“Gambar.” Jawab Dean sambil menunjukknya buku tulisnya.
“WAH ASLI, GAMBAR LO KEREN BANGET.”
Athena tidak sadar bahwa responnya barusan membuat dirinya kini menjadi pusat perhatian di kelas. Ia pun sedikit menundukkan kepalanya dan menoleh ke belakang.
“Aduh, mati gue.” Gumamnya pelan.
Ketika itu matanya dan mata Kheanu bertemu. Athena lihat betul bagaimana Kheanu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil, kemudian tersenyum pada Athena.
“Ada apa, Athena?” Tegur Bu Siska.
“Engg… engga bu, anu—“ Athena gugup menjawab.
“Athena mau lihat Bintang Sirius kayak gimana, Bu.” Jawab Kheanu asal.
“Iya Bu, kalau diceritain doang mana seru.” Timpal si tukang rusuh kedua, Panji.
“Tumben kamu benar, Panji. Oke ibu akan atur waktu supaya kita bisa pergi ke Bosscha.”
Mata Athena membelalak.
Sejak dulu ia ingin sekali pergi ke Observatorium Bosscha yang terletak di Bandung. Namun orangtuanya belum sempat menemaninya untuk pergi ke sana. Athena sangat suka astronomi, ia suka mempelajari bintang-bintang yang kemudian membentuk sistem galaksi. Pokoknya Athena suka segala sesuatu yang ada di langit.
“Serius, Bu?” Tanya Athena tak percaya.
“Iya, ibu rasa memang tidak seharusnya kita hanya belajar teori, praktik juga sangat diperlukan. Terima kasih Kheanu dan Panji atas idenya.”
Panji hanya merapikan rambut sebagai tanda bahwa dia bangga dengan dirinya sendiri. Sementara Kheanu, lagi-lagi hanya tersenyum pada Athena.
Tidak lama bel pulang sekolah pun berbunyi.
“Ya anak-anak, kita sudahi dulu pelajaran kita hari ini. Sampai bertemu minggu depan.”
“Baik, Bu.” Jawab siswa-siswi kompak.
Athena segera merapikan buku dan memasukkannya ke dalam tas.
“Lo jadi minum es campur bareng si kunyuk itu, Na?”
Athena mengangguk, “Lo yakin gak mau ikut?”
“Yakin banget. Yaudah deh, gue pulang duluan ya.” Pamit Dean. Ia pun pergi meninggalkan kelas.
“Yuk, Na.” Ajak Kheanu.
Merekapun berjalan ke parkiran sekolah. Setelah menemukan motornya Kheanu langsung menyodorkan helm kepada Athena.
“Nih pakai dulu helmnya.”
“Ini serius helm lo? Kok warnanya pink?” Tanya Athena heran.
“Enggak lah, itu helm adik gue.”
“Lo punya adik?”
“Punya. Udah yuk cepet, keburu es campurnya abis nih.”
“Iya, iya.” Athena menurut dan langsung naik ke motor Kheanu.
Ketika mereka melewati pos satpam sekolah, Kheanu menghentikan motornya.
“Siang, Beh. Mau es campur gak, Beh?”
Itu adalah Babeh, satpam yang bertugas di SMA Pelita Bangsa. Babeh adalah orang Betawi asli yang sudah bekerja selama 25 tahun di SMA Pelita Bangsa. Kepribadiannya yang easy going dan kebapak-an membuat Babeh cepat akrab dengan siswa-siswi di sekolah. Begitupun dengan Kheanu, dari caranya menyapa Babeh seolah tidak ada sekat antara keduanya.
“Waduh, anak gadis siapa lagi nih yang dibawa.” Bukannya menjawab pertanyaan Kheanu, perhatian Babeh justru beralih ke Athena.
“Cakep gak, Beh?”
“Cakep lah. Jelek-jelek gitu kamu kan mujur terus kalau dapet pacar.”
Athena hanya senyum-senyum tidak jelas mendengar percakapan keduanya. Lebih tepatnya ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
“Jaaa, si Babeh bisa aja. Ngomong-ngomong mau es campur gak nih?”
“Boleh, satu. Biasa ya bos, gak pakai santan.”
“Sip. Yuk ah, Beh, cabut dulu.”
******
Ponsel Archen berbunyi ketika ia hendak masuk ke ruang perpustakaan.
“Halo, kenapa, Tan?”
“Kamu sudah pulang sekolah kan, Sen?”
“Udah.”
“Tolong beliin tante es campur depan sekolah kamu dong, Sen, Tanten ngidam banget nih.”
“Tante udah pulang kerja?”
“Udah, Tante izin lagi gak enak badan soalnya.”
“Yaudah Sen beliin.”
“Sip, terima kasih keponakan tante tersayang, muuuu…”
Sebelum Archen mendengar suara ciuman jarak jauh dari sang tante, lelaki itu langsung menutup ponselnya. Semakin hari hubungan keduanya kian dekat, sebab hanya Tira yang dapat Archen andalkan, begitupun sebaliknya. Bagi Tira yang sampai detik ini masih melajang, hanya Archen lah satu-satunya keluarga kandung yang ia miliki. Bagaimanapun juga Tira tetaplah seorang perempuan yang memiliki sisi manja. Itulah mengapa Archen berjanji pada dirinya sendiri, bahwa sampai kapanpun ia akan terus melindungi sang tante.
Berbeda dengan Kheanu yang dengan akrab menyapa Babeh, Archen justru tersenyum kaku saat melewati pos satpam.
“Anak itu, masih saja menyimpan luka dan dendam di hatinya.” Ucap Babeh pelan.
Archen tidak tahu apa yang membuat semua orang tergila-gila dengan es campur di depan sekolahnya. Bahkan saat musim hujan seperti ini pun, warung tersebut masih sangat ramai. “Siapa lagi orang aneh—selain tantenya—yang minum es dingin-dingin begini?” Batin Archen saat memasuki tenda warung es campur Bu Jum.
Takdir seolah menggariskan hidup Archen agar selalu bertemu dengan Athena bahkan disaat yang tidak diduga-duga. Archen melihat Athena sedang asyik menyuap es campur di hadapannya. Sudah jelas Athena tidak sendiri, ia sedang bersama seorang lelaki yang Archen tidak tahu siapa namanya, namun jelas, lelaki itu adalah siswa di sekolahnya. Sampai pesanan Archen selesai dibuat, Athena belum juga menyadari keberadaan Archen. Dan tentu saja, Archen tidak ada niat sedikitpun untuk menegur Athena.
“Jadi berapa, Bu?”
“Jadi dua puluh ribu rupiah, Nak.”
Archen sengaja membeli dua bungkus es campur, satunya akan ia berikan untuk Bi Ijah. Sedari dulu, Mama dan Tantenya selalu berpesan pada Archen, “Apapun yang kita makan, maka usahakan agar pekerja di rumah kita juga memakannya. Hanya dengan begitu maka rasa kekeluargaan akan tumbuh.” Jadi sampai sekarang, Archen, Tante Tira, dan Bi Ijah, selalu makan makanan yang sama, di tempat yang sama.
Athena menoleh saat mendengar suara deru motor yang tidak asing baginya, namun sebelum ia dapat melihat dengan jelas, motor tersebut sudah berjalan jauh meninggalkan warung Bu Jum.
“Kenapa?”
“Gak apa-apa. Cuma kayak kenal suara motornya.”
“Suara motor siapa?”
“Archen, anak 12 MIPA. Lo kenal?”
Kheanu mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja.
“Gak usah sok mikir gitu deh.”
“Hahahaha…Gak tau, gue gak kenal. Lagi pula bukan cuma dia aja kali yang punya motor kayak gitu di sekolah ini.”
“Iya juga sih. Yaudah yuk ah pulang, gue takut dimarahin nyokap kalau telat.”
“Siap, Tuan Putri. Yuk pangeran anter pulang pakai kereta kencana.”
“Idih, pantes aja Dean ilfiel sama lo….”
Seolah tidak menghiraukan perkataan Athena, Kheanu dengan gagah mengendarai sepeda motornya seolah ia sedang membawa Sang Dewi dari Yunani.
Berbeda dengan Archen yang selama perjalanan lebih banyak diam, Kheanu justru sebaliknya. Lelaki itu tidak pernah berhenti mengucapkan celotehan-celotehan kecil, seperti, “Na, liat deh mini market di sebrang sana.” Tunjuk Kheanu.
“Kenapa?”
“Pasti bentar lagi bakal ada tukang parkir gaib.”
“Hah?” Athena tidak mengerti dengan perkataan Kheanu.
“Iya, tukang parkir di mini market tuh gaib, Na. Mau coba buktiin?”
Kheanu tidak butuh jawaban Athena untuk setuju dengan pembuktiannya. Dengan cepat ia memarkir motor di halaman mini market, memang saat itu tidak ada tukang parkir di sana.
“Yuk masuk dulu, lo mau beli apa? Gue jajanin!”
Athena yang awalnya kebingungan dengan tingkah Kheanu, kini menikmatinya. Terserah Kheanu mau bagaimana, yang penting ia dapet jajan gratis! Perempuan itu mengambil tiga kotak s**u cair siap minum. Sejak kecil, Athena sudah dibiasakan oleh orangtuanya untuk mengkonsumsi s**u setiap hari. Kebiasaan itu pun berlanjut sampai sekarang. Athena sangat menyukai s**u kotak dengan berbagai rasa, ia sanggup menghabiskan 3 kotak s**u setiap harinya.
“Buset, buset, lo anak sapi apa gimana? Minum s**u banyak banget.”
“Boleh gak nih? Kalau gak boleh gue taro lagi deh.”
“Ulululu, ambekan banget si Gadis Nomanden ini. Boleh kok.”
“Athena, Nu, Athena, bukan Gadis Nomanden.”
Kheanu hanya tertawa mendengar protes Athena. Mereka berdua lantas menuju ke kasir untuk membayar barang belanjaan. Seperti biasa, sang kasih menawarkan produk lain yang sedang diskon kepada Kheanu dan Athena.
"Kopi Badday-nya sekalian, Kak? Lagi beli dua gratis satu." Tawar sang kasir.
"Enggak, Mbak. Masih banyak di rumah, buat yang lain aja hehehehe."
Athena hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan Khenu.
Mereka berdua kemudian keluar dari minimarket. Saat Kheanu hendak membelokkan motornya tiba-tiba saja—entah datang dari mana—ada seorang tukang parkir yang muncul di hadapan mereka, membantu menarik motor Kheanu untuk keluar. Saat itulah Athena mengerti apa yang dimaksud dengan 'tukang parkir gaib' versi Kheanu. Rupanya lelaki itu ingin menunjukkan sesuatu yang belum pernah Athena saksikan di Yogyakarta.