Calwa hanya mengangguk antusias, ia sendiri sudah tak sabar di ijinkan bermain dengan Nena, Bunga akhirnya mengijinkan Nena bermain dengan Calwa, Bunga rasa tak perlu ada yang ia risaukan jika hanya sekedar mengijinkan Calwa bermain dengan Nena disekeliling taman.
“Calwa... Calwa..” tiba-tiba saja suara keras memengkakkan telinga Bunga, Ia yakin pasti sekarang Calwa tengah gugup karena benar suara yang ditimbulkan wanita itu begitu keras seolah sedang marah.
“mama...!!” gadis kecil itu segera berlari, ia seolah tak ingin membuat pemilik suara menunggunya terlalu lama. Bahkan ia sampai lupa pamitan dengan Bunga. Bunga segera mengikuti arah Calwa, bermaksud berbasa-basi dengan ibu Calwa, tapi sayang. Mereka sudah pergi dengan mobil mercedes hitam, keluar dari perkarangan sekolah.
“Bu.. dek Calwa kemana ?” Tanya Nena bingung, Bunga hanya tersenyum dalam hati ia juga sedikit tidak enak, ia takut mamanya Calwa tak suak padanya.
“Calwa pulang Nak.” Sahut Bunga bijak. Sampai dirumah Bunga menceritakan kejadian tadi siang bertemu dengan Calwa ke Ilham, yang dianggapnya sedikit janggal, yaitu sikap orangtua Calwa. dan seperti biasa laki-laki itu hanya menanggapinya datar, ia bukan laki-laki yang terbiasa memusingkan hal yang dianggapnya sepele.
---
Hari Ini Seto dapat menghirup udara bebas, setelah enam tahun dirinya mendekam didalam penjara. satu tujuannya saat keluar dari penjara, yaitu menemui anaknya Calwa dan juga Carmel.
Seto berjalan mengendap ia tak mau sampai kedatangannya diketahui oleh Bram. Ia cukup bahagia karena Carmel tak membuang Calwa seperti anak sebelumnya. Setelah berhasil masuk kamar Carmel ia langsung membekap mulut kekasihnya itu takut Carmel menjerit.
“diam...! jangan coba-coba menjerit, ini aku Seto. Kau masih ingatkan!” Desis lelaki itu tepat ditelinga Carmel, membuat Carmel bergidik kengerian. tangannya mencoba melepaskan pegangan Seto yang diatas perutnya. Memberontak sebisa mungkin yang ia bisa.
“sayang.. kau bahkan masih liar seperti dulu” Seringai Seto yang sudah mengecup ujung telinga Carmel, ia tak akan membiarkan Carmel semudah itu mematahkan rencana yang telah ia susun saat dipenjara.
“kau hanya perlu menurutiku, setelahnya aku akan membiarkanmu berbuat sesuka hatimu, dan emm.. selama ini cukup baik karena kau tak membuang Calwa.” Walaupun Seto didalam penjara, percayalah ia masih mampu untuk mengancam Carmel.
‘sialan...!!! kenapa laki-laki ini cepat sekali keluar penjara’ Runtuk Carmel dalam hati, karena mulutnya yang masih dibekap oleh Seto.
“sekarang pertemukan aku dengan anakku.” Seto sudah membalikkan tubuh Carmel sehingga menghadapnya. Ia mencekram kuat kedua lengan wanita itu.
“kau gila? Apa kau lupa ini sudah malam hari, anak itu sudah tertidur!” Sahut Carmel kasar.
“baik kalau begitu aku akan datang besok pagi lagi... eemmm atau.. kau mau tidurmu malam ini kamu temani ?” Goda Seto, Spontan Carmel memalingkan wajahnya ia tak sudi berbagi ranjang lagi dengan pembohong macam Seto.
Seto pergi setelah puas membuat Carmel kesal, tak bisa ia pungkiri wanita dengan bola mata kecoklatan itu akan sangat terlihat menggemasakan setiap kali cemberut.
---
Sementara Surya hanya bisa mendesah pasrah ketika ia telah dinyatakan infertilitas atau gejala sulitnya punya keturunan. Semenjak ibunya sakit-sakitan Surya jauh lebih sering mengkonsumsi alkohol serta rokok dan semua itu berakibat kepada kesuburannya, awalnya Surya tak percaya dengan dianogsa dokter karena ia merasa dirinya subur dan bahkan ia pernah mempunyai anak bersama Carmel.
Anak? yaah.. hanya anak itu satu-satunya harapan Surya untuk melanjutkan garis keturunannya, ia tak ingin dicap mandul selamanya. semua orang harus tahu ia sudah lebih dulu punya anak jauh sebelum dianogsa 'si-alan' itu menghancurkan hidupnya.
Tak mau menunggu lama, Surya langsung menemui Carmel dirumahnya.
"Braakkk... braakkkk..." Dengan tak sabaran Surya menggebrak pintu rumah Carmel, baginya tak perlu ada kelembutan lagi untuk Carmel.
"Siapa...!!" Sahut seorang wanita muda tak kalah nyaring, ia tadi sedang menemani anak-anaknya bermain.
Baru saja Carmel membuka pintu nampak Surya yang berdiri dengan angkuhnya, dan Carmel hanya mencibik tak suka mendapati tamu tak diundang.
"Serahkan anak itu kepadaku, aku akan membayarnya 5 miliar dari kamu." Ucapnya angkuh. Ia sekilas melihat Calwa dan Cio.. jila Cio ia tahu anak itulah yang membuat dirinya terpaksa pergi dari Carmel, tapi Calwa.. ia baru kali ini melihatnya, hatinya bergetar apakah anak itu darah dagingnya.
"Terlambat anak itu sudah ku buang!" Sahut Carmel malas, ia mendorong Surya agar keluar dari rumah besarnya.
"Surya.. Surya... plakk.. plakkk.. plakk..." Suara Bram mengatensi Carmel dan Surya yang sedang bertengkar. tangannya menuntut Calwa yang sedang bermain.
"Kamu ingin bertemu anak ini?!" Tanyanya menggoda.
Carmel hanya terlonggo, ia tahu yang ingin ditemukan Surya adalah darah dagingnya, tapi sayang anak itu telah dibuang Carmel. dan Calwa bukanlah milik Surya, tapi tatapan nyalang Bram seakan membungkam mulut Carmel untuk tak protes.
Mata Surya berubah menjadi lebih teduh, ia menandangi wajah Calwa yang terlihat begitu polos, ia sendiri tak tahu persis berapa usia anak didepannya, tapi kira-kira ia nampak seperti anak berusia enam tahun.
"Nak..." Gumaman Surya seolah ia laki-laki yang begitu merindukkan anaknya.
Calwa hanya mengerjap heran, ia terus menandangi Carmel dan Bram secara bergantian.
"Iyah ini ayahmu Calwa..." Sahut Bram seramah mungkin, ia bahkan berjongkok menyamai tinggi Calwa. jika biasanya ia cuek kali ini ia melihat Calwa bagaikan tambang emas yang siap digali kapanpun dirinya inginkan.
'Ternyata anak Seto b******n itu berguna juga.. hemmm... aku jadi tak perlu menyesal telah mengijinkan Carmel merawatnya.
"Jadi bagaimana, kalian setuju 5 miliar untuk anak ini" Balas Surya mantap. Ia bahkan sudah menggendong Calwa seolah anak itu hanya benda yang dengan mudah dipindah tangankan.
"Gak bisa!...emm.. a-aku sangat menyayanginya jadi kau tak bisa mengambilnya dariku" Jawab Carmel, sebenarnya ia takut dengan Seto yang kapanpun bisa membahayakan nyawanya apalagi sampai pria itu tahu anaknya telah dijual.
Surya hanya menatap Carmel serius, bahkan satu alisnya naik keatas tak menyangka dengan perkataan yang baru saja terlontar dari mulut wanita itu. Wanita yang begitu tergila-gila dengan harta.
"Ooh-yah... baik kalau begitu 10 miliar untuk anak ini" baginya semua ini hanya masalah tawar menawar, dan Surya tak suka jika ia harus sampai kalah.
Bram terlihat kaget mendengar nominal yang diucapkan Surya, tapi bukan Bram namanya jika ia tak langsung tanggap membaca situasi yang ada. Bram lalu kembali mengambil Calwa dari dekapan Surya.
"Carmel benar, kau tak bisa mengambilnya begitu saja! Ia cucuku, aku menyayanginya. jadi jangan pernah berharap dapat mengambilnya dari kami" Bram berharap semakin jauh ia mengulur Surya maka semakin banyak pundi-pundi yang ia dapatkan.