6. Yang Di Pertuan Agung

3540 Words
Keesokan paginya, suamiku sudah menyuruh abang kembar ke halaman belakang. Bang Nino yang mengantar Tata. Kompak sekali dua hot papa itu pagi pagi.  Aku yang tidak tega melihat abang kembar menjalankan hukuman bertahan di meja makan menemani ayahku sarapan. “Sudah Kez…biar aja, itu cara Reno dan Nino mendidik anak anak” kata ayahku. Aku menghela nafas. “Ayah bukan bantu supaya Reno ganti hukuman jagoan kembar, malah diam aja” protesku. Ayahku tertawa. “Percuma, suamimu dan sepupunya, sudah satu suara. Kamu sendiri tidak berhasil merayu, Noni juga. Jadi ayah tidak mau buang tenaga sia sia” jawab ayahku. Aku langsung diam. “Ayah berangkat dulu ke kantor ya” pamitnya bangkit. “Yah, kerja di rumah aja sih?” kataku setelah mencium tangannya. “Di kantor ayah bisa ketemu banyak orang, dan merasa di butuhkan. Kapan kagi bisa trus kerja di umur ayah yang sudah setua ini kalo bukan di perusahaan milik suamimu. Lagian membantu suamimu yang lebih banyak kerja di rumah, supaya kantornya gak kosong. Suamimu belum punya orang yang bisa di percaya memimpin perusahaannya seperti Nino. Udah ah, ayah happy kok menjalankannya” jawabnya lalu mencium pipiku dan salam sebelum dia beranjak pergi. Aku menghela nafas lalu teriak pada PRT untuk membereskan meja makan. “Neng!!” “Kak Non…basah amat” ejekku. Dia tertawa sambil mendekat ke arahku. “Kan mandi Neng” sanggahnya. Aku memutar mataku. “Berapa ronde?” ejekku. Dia ngakak. “Hei mesti absen subuh, jadi gak beronde ronde” jawabnya lagi. “Oye?” ejekku. “Jangan ngambek Neng…lihat anak anak yuk!” ajaknya. “Mereka masih nyapu?” tanyaku. Kakak Non mengangguk. “Masih di halaman rumah gue. Yuk lihat!!, kalo Reno keterlaluan jadi kita bisa protes” ajaknya menarik tanganku. Aku mengekor dengan malas ke halaman belakang rumahnya. Kami berdua duduk di bangku teras belakang rumah kak Non dan bang Nino. Sejauh mata memandang cuma ada padang rumput hijau dan bunga bunga. Asri sih matahari juga tidak terlalu panas. Dan tampaklah penampakan suamiku yang tolak pinggang mengawasi jagoan kembar menyapu. Ada dua PRT yang berdiri dengan tangan memegang botol minum dan dua tukang kebun yang duduk di rumput menjaga tong sampah tempat jagoan kembar menampung daun daun kering yang mereka sapu. Mana mungkin ada sampah, di bersihkan setiap hari seperti di rumahku. Anak anakku juga terlihat happy dengan perang sapu lagi waktu papanya berbalik dan menjauh untuk menerima telepon. “Reno sama Nino gak akan kejam banget Kez. Tetap keselamatan dan kesehatan anak anak jadi prioritas mereka. Ini cara mereka untuk mengajarkan soal tanggung jawab kalo anak anak berbuat salah” kata kak Non sambil menatap jauh ke arah anak anakku dan suamiku. Aku tersenyum. “Anak anak lo mana?” tanyaku. “Kuliah dan masih mogok ngomong sama babehnya” jawab kak Non lalu tertawa. Aku jadi tertawa. “Astaga!!” desisku karena melihat suamiku mendadak balik badan dan abang kembar masih perang sapu. Kak Non langsung berdiri dan aku ikutan takut anak anak dapat hukuman lagi, tapi lalu kami tertawa waktu melihat suamiku malah ikutan perang sapu melawan jagoan kembar. “See?” kata kak Non. Aku tertawa lagi lalu duduk lagi mengawasi, gimana suamiku menangkap tubuh dua anaknya dan menciumi mereka lalu menyuruh mereka menyapu lagi. Lebih riang lagi jagoan kembar menyapu, mungkin mereka berceloteh konyol sampai suamiku terlihat tertawa. Setelah itu pindah tempat dan suamiku lebih dulu teriak pada PRT untuk memberikan anak anak minum sebelum mereka lanjut menyapu. Aku dan kak Non jadi santai menonton sambil ngobrol lewat video call dengan emak emak teman teman kami, soal rencana shopping bulanan. “Happy amat!!” Aku dan kak Non menoleh dan menemukan bang Nino yang pulang mengantar Tata sekolah. “Apa tuh Yang?” tanya kak Non melihat bungkusan yang di bawa bang Nino. “Milkshake dan burger!!, kalo mau makan aja, aku beli sekalian buat kembar jagoan, yang coklat untuk mereka” jawab bang Nino lalu beranjak menyusul suami dan anak anakku setelah mencium kepala kak Non dan mengusap kepalaku. Aku tersenyum melihat perhatian ayah sultan lalu sibuk minum milkshake strawberry seperti kak Non. Kami tidak makan burgernya, punya anak anakku. Kami lalu melanjutkan gibah sampai kedua papa dan jagoan kembar yang mereka gendong di punggung bergabung. “Mc DONAL!!!” jerit abang kembar girang meluncur turun dari punggung ayah dan papanya. Kedua papa tertawa. “Tunggu!!, cuci tangan dulu baru makan sama istirahat sepuluh menit trus pindah rumah papa” kata bang Nino. Kembar jagoan sudah sibuk minum milkshake yang aku dan kakak Non buka bungkusnya. “Gantian No!, gue mesti tele sama orang Dubai. Nanti gue yang jemput si kiting” pamit suamiku setelah mengambil satu burger dan dia makan sambil beranjak setelah bang Nino mengangguk. Aku dan kak Non lalu sibuk lagi memijat punggung abang kembar yang keringetan karena bang Nino sudah teriak pada PRT supaya suster membawakan tissue basah, hand sanitizer, talk dan baju ganti. Dia dan kakak Non mana betah melihat anak anak lengket oleh keringet. Setelah suster kembali baru aku dan kak Non gantikan baju mereka berdua di mandori ayah sultan yang tidak berhenti ngomel. “Yang benar elap badannya, jadi emak gimana sih?, itu ketek sama lehernya gak di lap” omelnya memulai. “Mukanya dululah, keringetan gitu” balas kak Non ngomel. Suaminya berdecak. “Takut lupa Non, nanti biang keringet,.anak anakku keceh keceh, masa badannya gusrak” balas bang Nino lagi. Aku sudah abaikan, males banget. “Neng….talknya yang banyak, nanti biang keringat” omelnya padaku yang memakaikan talk tapi sambil aku usap pakai tangan di tubuh Barra. “Emang mau di goreng” balasku. Dia berdecak lagi, lalu merebut talk dari tanganku dan menuang banyak banyak talk di tubuh Barra. “Ayah!, kena burger aku” protes Barra. Kak Non dan aku tertawa. “Gant!, jangan makan yang kena bedak” bang Nino ganti merebut burger yang di makan Barra. Barra menurut memakan burger baru dan burger sisa dia makan, sudah di buang PRT atas perintah ayah sultan. “Nah begitu, jadi gak biang keringet. Talk doang, gak seharga Ferrari, pelit amat” omel dan pujinya. Aku dan kak Non ngakak. Baru anak anakku anteng makan dan aku menyisir rambut mereka. “Mau nyapu aja kaya mau kondangan” komenku setelah selesai menyisir rambut Barra. Kak Non yang mengurus Erdo, terbahak. “Pea lagi si Neneng” komen bang Nino. “Kalo ga Pea bukan mama aku” kata Barra lalu mencium pipiku. “Kalo gak Bule bukan bunda aku” kata Erdo lalu mencium pipi kak Non. Baru bang Nino terbahak. Aku dan kak Non sudah berebut mencium pipi abang kembar yang akhirnya kami pangku sambil makan. Terjeda dengan ayahnya yang menerima telpon, dan abang kembar jadi santai makan. Jangan pusing dengan baju kotor, sampah bekas makan, perabotan lenong anak anak, sudah ada dayang dayang yang urus dan sekejab semua beres tepat bang Nino rapi telpon. “Ayo, waktu istirahat habis!!” ajak bang Nino. Anak anakku menurut, minum habis milkshake coklat mereka lalu menggenggam tangan ayahnya kanan kiri untuk pindah lokasi menyapu. Aku dan kak Non menghela nafas. “Aman kayanya Kez, gue gawe ah, nanti kalo anak anak rapi nyapu, jadi bisa urus mereka lagi” ajak kak Non. “Gue juga mau masak” kataku. Berpisahlah kami dengan urusan kami masing masing. Aku hanya menoleh sebentar ke arah abang kembar yang sudah terlihat menyapu dan ayah mereka sibuk tunjuk tunjuk bagian mana yang ada sampah daun atau entah teriak apa lagi, terlalu jauh posisi mereka. Aku masuk rumah. Mengintip suamiku sebentar yang tampak sibuk di depan televise layar datar dan tampak orang orang yang jadi anak buahnya. Pak President mode kerja dan jadi big boss, jadi aku tinggalkan dan mengecek koki sekaligus PRT yang sedang masak makan siang. Beda dengan keluarga ayah sultan yang jarang masak sepertiku, karena mereka makan selalu by request kakak kembar, atau masak dadakan bersama untuk makan siang. Anak anakku masih kecil, harus ada makanan trus di rumah. “Ayam goreng lengkuas bu, den Barra yang minta, dan minta goreng banyak banyak” lapor si koki. Aku tersenyum waktu melongok isi wajan. “Jagung buat apa bi?” tanyaku pada mba satu lagi yang sedang mengeluarkan jagung yang sudah bentuk bulir dari kulkas. “Itu bu, mba Karti dari sebelah bilang, Non Kimmy minta di buatin jagung keju sama s**u buat den kembar jagoan” katanya. Aku tersenyum. “Okey, nanti buatin sore aja selesai mereka bobo, nanti makannya sedikit” kataku. “Inggih bu” katanya lalu memasukan jagung beku itu ke kulkas lagi. Aku ikut kesibukan PRT masak, memotong sayuran sambil terus mengawasi mereka berdua masak. Banyak orang cuma buat masak bikin ribet doang, yang di masak juga cuma sedikit. Menunya ya di d******i ayam. Suamiku soto ayam, bisa dua tiga hari sekali harus ada itu. Tata telur ayam, dan ayam goreng juga. Mau tuh telur di kecap, di dadar atau di ceplok, pasti Tata makan, segitu sukanya pada telor. Jagoan kembar apa lagi kalo bukan ayam goreng seperti upin ipin. Harus d**a atau paha, yang dagingnya banyak. Gak ribet menu masakannya, malah bosen harus masak itu trus. Kalo daging mereka hanya suka di semur . Rendang juga suka, tapi lama masaknya, dan Tata pasti mewek kalo berasa pedas walau dikit. Gara gara gak di kenalkan sambal, saos sambal atau apa pun yang sifatnya pedas oleh ayah sultan dan bunda ratunya. Jadi lidah Tata sensitif, walaupun cuma pakai satu cabe besar untuk masak. Ratu Rania kalo gak buat repot, bukan ratu Rania namanya. Jadi makanan Tata harus di pisahkan kalo kami masak pedas. “Aku jemput Tata dulu!!” pamit suamiku menjeda aku mengawasi PRT yang sedang membereskan masakan. “Okey” jawabku dan menyambut ciumannya di pipiku setelah mencomot ayam goreng hangat pakai tissue. Kebiasaan bapak president comot makanan trus. Jarang serius makan, kalo makan bareng aja, lebih sibuk menyuapi Tata makan. Porsi makan dia juga sedikit, dan lebih suka comot makanan atau cemilan anak anak. Bilangnya jaga badan biar gak gendut, gendut darimana kalo badan dia tetap atletis karena rajin renang dengan bang Nino, juga ngegym di waktu mereka tidak sibuk dan anak anak anteng denganku atau yang lain. “SUSTER!!!” Suara sultan kampret terdengar lagi dengan anak anakku yang dia tuntun ke meja makan. Suster terlihat tergopoh gopoh. Ada dua suster anak anak, satu ikut Tata kemana pun, satu untuk abang kembar. Sekarang malah satu PRT ikut kawal Tata sekolah gara gara kasus kemarin. “Antar anak anak mandi!!, yang wangi!!” perintahnya pada suster. Suster mengangguk. “Mandi, terus susul ayah di mussola, ayah mandi dulu” kata bang Nino. “Ayah makan di mana?” tanya Barra. Bang Nino melongok meja makan yang sudah di siapkan PRT untuk makan siang. “Ayam goreng yah…makyuss” kata Erdo. Bang Nino tertawa. “Di sini kalo gitu, udah mandi dulu, absen sambil tunggu papa pulang jemput dede” perintah bang Nino lagi sebelum beranjak ke arah rumahnya. Berlalulah abang kembar di ikuti suster ke kamar. Aku bertahan mengawasi PRT menyiapkan makan siang kami, lalu menyuruh supir mengantar makan siang untuk ayahku di kantor. Masih jam 11 siang. Mungkin sudah panas di luar jadi bang Nino menghentikan hukuman menyapu halaman. Setelah urusan di dapur selesai baru aku menyusul anak anakku ke kamar. Mereka sedang tiduran dan masih pakai handuk. “Loh bukan pakai baju” tegurku. “Bentar mah, cape!!” kata mereka kompak. Aku menghela nafas. “Pakai dulu baju kokonya, nanti papa pulang marah lagi, kalo dengar azan kalian belum rapi” kataku. Baru mereka bangkit dengan enggan. Pakai baju kokolah mereka setelah aku memakaikan kayu putih dan talk. “Udah ganteng, udah wudhu belum?” tanyaku setelah mencium kepala mereka. “Belum, kita susul ayah dulu” pamit mereka berlarian keluar kamar sambil memakai kopiah putih serasi dengan setelan koko yang mereka pakai. Aku tersenyum. Semoga jadi anak soleh nak, doaku dalam hati. “MAMA!!!” tepat aku keluar kamar abang kembar. Aku tertawa mendapati Tata berlarian ke arahku. “Cantik mama pulang!!, asalamuaikum” sapanya mencium tanganku. “Walaikumsalam cantik” jawabku. Girang dong ratu Rania, suamiku tersenyum lalu beranjak, bersiap absen juga karena suara azan terdengar dari speaker yang ada di beberapa bagian rumah kami. Biasa itu, dari arah mussola rumah bang Nino atau mussola rumahku. Suara Barra atau Erdo biasanya kalo Zuhur seperti ini, kalo waktu absen lain siapa aja yang sempat duluan ada di mussola rumahku atau bang Nino. Kalo azan magrib malah bisa bersautan dari kedua musssola di rumah. Maklum rumah kami jauh dari masjid atau mussola. Bang Nino dan suamiku jadi merasa perlu begitu, untuk menjeda kegiatan kami untuk mengingat Tuhan. Orang kaya yang ngerti gimana memanfaatkan uang mereka bukan?. “Mah buruan, k****t dede basah, trus ketek dede lengket, gerah mah…” rengek Tata. Aku tertawa bersama suster lalu masuk kamar. Ribet dong urus mandi ratu Rania. Lalu kami menyusul yang lain ke mussola untuk absen. Setelah semua siap baru absen jamaah di imami bang Nino. Setelah berdoa baru kami duduk di meja makan untuk makan siang. “AYAM GORENG!!” seru Barra senang. Erdo sudah sibuk makan dengan lahap. Kami orang tua tertawa. “Kakak Immy sama Ara mana?” tanya Tata lucu. “Masih kuliah de” jawab kak Non yang ikut bergabung makan siang. “Ayah bilang ngambek” lanjut Tata lalu menerima suapan papanya. Kami tertawa. “Dede aja yang tukang ngambek, kakak kembar jangan” ledek Erdo. Tata cemberut. “Abang Dodo juga tukang ngambek” balas Tata. Bang Nino ngakak. “Bukan lagi di embargo?” ejeknya. Gantian suamiku ngakak. “Abang gak pernah ngambek de” bela Barra. “Dusta bang Babay, itu kalo minta beli diamond sama papa?, trus ngambek minta ke Alfa” balas Tata. Jagoan kembar tertawa. “Harus itu, biar skin sama senjata FF abang keren” jawab Erdo bersuara. “Tau, dede aja beli voucher juga buat kasih makan babi, ayam sama sapi. Kalo gak mewek, piaraan dede gak makan, mending kasih makan anak Dodo sama Zia biar embul kaya dede” tambah Barra. Kami tertawa mengikuti Tata yang tertawa. “Gak apa ya pah?, biar gak meninggoy” katanya pada papanya yang masih tertawa. Suamiku mengangguk. “Biar aja, di banding kalian, ayah suruh cari kuburan virtual buat kubur piaraan dede” kata bang Nino. Baru abang kembar ngakak. Aku dan kakak Non hanya menggeleng mendengar obrolan mereka. Yang mereka bicarakan game online. Abang kembar keranjingan game Free Fire, Mobile Legend atau PUBG, karena di kenalkan Noah, Aiden, keponakan rasa anakku yang lain, kalo Tata keranjingan game bangun pertanian dari kakak kembar. Dan mana mungkin mereka bersedia menunggu dapat bonus koin, point atau apa pun sebutannya untuk naik level game, jadi secara berkala pasti merengek minta di belikan voucher game itu. Mau larang juga susah. Hiburan mereka setelah harus nurut diam diri di rumah ya cuma game. Tapi di buat jadwal, yang hanya boleh main sore hari setelah asar sampai menjelang magrib. Kalo hari libur, ayah dan papanya, lebih sering mengajak mereka renang atau jalan jalan keluar. Memang susah menghindari gadget, ya cara bijaknya di perbolehkan tapi pakai aturan. Setelah makan siang semua beranjak tidur siang. Aku menemani Tata, suamiku pamit kerja, bang Nino dan kak Non pamit juga, entah mereka ngapain. Sore baru bangun dan makan cemilan jagung yang kakak Kimmy minta, girang dong abang kembar lalu semangat menyelesaikan tulisan kata maaf yang sebuku itu. Aku menemani Tata main boneka karena papanya masih kerja. Kakak kembar yang tidak juga kelihatan, juga ayah dan bundanya. Saat absen magrib baru kami ketemu dan pasukan komplit termasuk kakak kembar. Kami lalu makan malam di rumah masing masing, baru kakak kembar muncul di rumahku saat keluargaku tiduran di karpet depan TV. “Abang masih ada gak tugas nulisnya?” tanya Kimmy. Serentak abang kembar bangkit terduduk. “Udah rapi dong!!” jawab Erdo bangga. Kakak kembar tertawa. “Ke kamar yuk, kakak pijitin!!, bunda bilang kalian cape abis kerja rodi” ajak Maura sambil melirik suamiku yang santai nonton TV sambil memeluk Tata. “Masih ngambek aja” komennya. Kakak kembar melengos. “Kaya ada yang ngomong ya mah?” sindir Kimmy jutek. Aku ngakak berdua suamiku. “Ayo bang!!, pindah kamar!!” ajak Maura tak sabar. Abang kembar menurut bangkit. “Langsung suruh gosok gigi sama ganti piama” perintah suamiku. “TAU!!” jawab Maura jutek. “Kita tau urus abang kembar, gak usah di infoin” jawab Kimmy tak kalah jutek. Suamiku tertawa lagi. “Malam pah, mah” kata abang kembar sebelum menerima uluran kedua kakak kembar. Aku dan suamiku mengangguk. “Hei kalo main game jangan malam malam” jeda suamiku. Kakak kembar kompak terbelak saat mereka menoleh, dan suamiku terbahak. “Jangan ngadalin buaya, gak bisa kak” jawab suamiku. Cemberut dong kakak kembar lalu menghentakkan kaki mereka sebelum menarik tangan abang kembar menuju kamar mereka. Aku ikutan tertawa dengan suamiku. “Kamu tau dan kamu diamkan?” tanyaku. Suamiku menghela nafas. “Bahasa kasih sayang kakak sama adiknya, untuk apa menjeda, anak anak perawanku tau kapan mereka harus mendisplinkan adiknya” jawabnya santai. Aku tersenyum lalu menciumi wajahnya. Dia tertawa lagi. “Kode si Dodo bebas embargo bukan sih?” ledeknya. Aku langsung cemberut. “OGAH!!, KEBUDAKAN!!” jawabku jadi sewot. Dia ngakak parah. “Papa berisik….” rengek Tata menutup mulut papanya dengan tangannya yang mungil. “Sayang papa Eno, omelin mama tuh” katanya meledek. Tata menoleh padaku. “Jangan berisik mah” pintanya padaku lalu menyusup memeluk papanya dan menonton lagi. Aku dan suamiku kompak diam. Aku yang lelah jadi terlelap di depan TV dan bangun saat sudah di tempat tidur. “Aku cuma ganti bajumu, bukan ajak tempur” katanya sudah siap membuka kaosku. Aku tertawa dengan mata setengah terpejam dan menurut dia mengganti bajuku dengan daster kesukaanku. “Nenenmu jadi ciut gini gak tempur sama si Dodo” ledeknya. Aku tertawa dan mengabaikan gurauannya. Aku ngantuk banget, jadi rebahan lagi dan terlelap, tapi masih aku rasakan ciumannya di keningku. Aku aja di urus, apa lagi anak anak, jadi aku melanjutkan tidur. Besok paginya gantian bang Nino yang jaga abang kembar nyapu halaman. Suamiku yang mengantar Tata sekolah. Aku abaikan, paling seperti kemarin yang pasti berhenti kalo abang kembar mulai cape. Lagian bang Nino yang menemani pasti lebih aware pada jagoan kembar. Aku dengan kesibukanku masak. Kak Non aja ikutan nongkrong di dapur denganku di banding mengawasi abang kembar menyapu  halaman rumah. “Hari terakhir Neng, besok udah berhanti nyapu halaman, dan besok abang kembar sekolah, masih hari jumat dan skorsing mereka cuma tiga harikan?” kata kak Non sebelum mengekorku ke dapur. Kami sedang mengobrol soal bosannya makan ayam goreng di meja makan dan memikirkan menu masakan ayam lain sampai papa Prass dan mama Inge datang. Mereka orang tua bang Nino, mertua kak Non, dan om tante suamiku, tepatnya adik almarhum papa mertuaku. Karena di keluarga kami tidak ada panggilan om dan tante, jadi memanggil papa dan mama pada om Prass dan tante Inge. “Mana cucu papa?” tanya papa Prass tepat aku dan kak Non mencium tangannya dan tangan mama Inge. “Mana Kez?, Non?” tanya mama Inge. Aku dan kak Non saling menatap. “Mereka masih nyapu?” tanya mama Inge. Aku dan kak Non kompak memgangguk. “Di halaman belakang rumah aku mah” lapor kak Non. “Ayo Schazt…” rengek mama Inge. Aku dan kak Non mengekor dengan wajah bingung, ada apa sih papa sama mama datang dan terlihat terburu buru mencari abang kembar. “GUNDUL!!!” lolong papa Prass menjeda bang Nino dan jagoan kembar. “EYANG!!!” seru anak anakku berlarian mendekat dan berebut mencium tangan kedua eyangnya yang langsung jongkok menyambut pelukan keduanya lalu tertawa. Bang Nino mendekat juga. “Pah mah?, tumben gak bilang mau ke rumah” komen bang Nino. Baru kedua orang tua kami bangkit berdiri dan menatap galak pada bang Nino. Aku dan kak Non saling menatap lagi. “Mana Begundal?, papa udah telpon begundal!!” jawab papa Prass setengah membentak. Aku dan kak Non kompak meringis. Galaknya yang di pertuan agung raja di raja, yang kuasanya pasti di atas sultan dan president. “Apa Pah?, aku di sini” Kami serentak menoleh dan suamiku mendekat setelah mengantar Tata sekolah. Langsung kompak tolak pinggang dong raja di raja dan ibu suri. “Ada apa sih?” tanya bang Nino tepat suamiku berdiri di sebelahnya. “Tau?” jawab suamiku. “EH EYANG!!!,AKHIRNYA DATANG JUGA!!” Kami menoleh dan menemukan Maura yang setengah berlari di ikuti Kimmy. Kedua orang tua itu tertawa menyambut kakak kembar yang memeluk dan mencium pipi mereka. “Yuk bang, ikut kakak!!” ajak Maura. Suamiku dan bang Nino kompak melotot. “GAK!!” cetus ayah dan papa kompak. “GAK APA??” bereaksi dong raja di raja. Suamiku dan bang Nino kompak diam. “Selamat sidang istimewa, ayah dan papa …” ejek Kimmy. “Hadapin tuh Yang di pertuan agung!!! eyang kakung sama eyang uti!!” kata Maura galak. “HADEH!!” cetus kompak papa dan ayah. Aku dan kak Non kompak terbahak melihat kakak kembar mengangkat dagu mereka dengan jutek dan memeluk lengan eyang kakung mereka kanan kiri. Kelar ayah sultan dan papa president.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD