Lalu hari hari selanjutnya, seperti hari hari kemarin, aku dengan aktifitasku sebagai emak emak anak tiga dan seorang ibu negara. Urus anak anak sudah pasti, urus suamiku yang semakin tua semakin hot, sudah pasti juga. Yang tidak pasti ya urus pekerjaanku. Untung pekerjaanku cuma mencari design baju baru untuk di jual setelah di buat di garmen milik Sinta, istri teman suamiku. Kalo aku harus kerja aktif dalam urusan pekerjaan, sudah pasti perusahaanku bakalan nyungsep.
Habis gimana?, aku terlalu sibuk mengurus tiga anakku yang masih butuh banyak perhatian. Jam tidak sibukku ya saat mereka sekolah dan suamiku kerja. Kalo anak sekolah, tapi suamiku tidak kerja, sama aja aku sibuk. Suamiku manja sekali kalo anak anak tidak ada. Kalo suamiku kerja, dan anak anakku libur sekolah, gantian anak perempuanku yang manja. Untungnya kedua abang kembar tidak manja. Mereka cenderung sibuk main sendiri. Paling ganggu kalo laper, selebihnya mereka anteng dengan handphone atau main dengan keluarga tetangga sebelah.
Lalu tiba juga waktunya anak anak kembarku buat masalah di sekolah. Aku sampai panik waktu gurunya menelponku.
“Berantem bu?” tanyaku.
“Iya mama kembar” jawab gurunya.
“Trus?” tanyaku.
“Lebih baik mama kembar ke sekolah dulu deh, si kembar menolak bicara, padahal 5 temannya babak belur. Saya jadi bingung” jawab gurunya.
Itu yang membuatku panik. Anak anakku berbuat apa sampai bisa hajar anak orang.
“Anak anak saya di mana?” tanyaku.
“Di ruang kepala sekolah mama kembar. Saya tunggu ya, soalnya wali murid yang anaknya babak belur tidak terima” jawab bu guru.
“Okey bu, saya segera ke sana” jawabku menutup telepon gurunya.
Aku bergegas ganti baju, dan berusaha menghubungi suamiku setelahnya.
“Tenang Neng, minta Nino antar kamu ke sekolah anak anak, aku juga OTW dari sini” kata suamiku.
Aku menurut lalu ke rumah tetangga sebelah.
“Neng ada apa?” tanya bang Nino melihatku muncul di ruang makan rumah mereka.
Aku meringis, gak enak minta tolong, apalagi mereka sedang sarapan. Jam sarapan mereka memang agak siang, karena menunggu putri kembar mereka bangun dan berangkat kuliah.
“Ada apa Kez?” tanya kak Non.
“Hm…gue di suruh ke sekolah anak anak” jawabku.
“Anak anak sakit?” tanya bang Nino langsung bangkit.
Aku langsung menggeleng.
“Trus?” tanya kak Non ikutan bangkit dan mengabaikan sarapannya.
“Gurunya telepon katanya Barra sama Erdo hajar 5 temannya sampai babak belur” jawabku.
Bang Nino dan kak Non kompak terbelalak.
“Aku ganti baju dulu” pamit kak Non lalu setengah berlari masuk kamar.
“Reno?” tanya bang Nino.
“OTW sekolah, gue disuruh minta tolong abang buat antar gue ke sekolah juga” kataku.
Bang Nino mengangguk lalu sibuk menghubungi suamiku, padahal mending ganti baju, masa pakai celana traning dan kaos doang. Aku hanya diam mengawasi sampai bang Nino selesai telpon dan menyuruh suamiku buru buru ke sekolah.
“Ayo Ino!!” ajak kak Non yang selesai ganti baju dan tumben bang Nino mengabaikan pakaian yang kak Non pakai.
Biasa ribet kalo lihat kak Non pakai jeans dan blus yang cutting lehernya lebar.
“Ayo Neng!!” ajak bang Nino benar benar pakai baju seadanya.
Aku dan kak Non mengekor bang Nino masuk mobil. Aku jadi ikutan tegang saat berkali kali bang Nino mengumpat kemacetan.
“Sabar Ino…bukan anak anakmu yang di hajar, tapi mereka yang hajar temannya” kata kak Non.
“Awas aja, sedikit aja anak anakku gompal, aku tuntun sekolahan” jawab bang Nino.
Aku langsung menciut, raja kalo ngamuk bikin jiper. Suamiku kalo ngamuk paling cemburu trus aku di ajak tempur habis habisan. Lah bang Nino terlihat sekali tidak sabar begitu.
“Lama lama aku beli juga nih jalanan ke arah sekolah anak anakku” ancamnya setelah kemacetan terurai.
Aku dan kak Non tertawa.
“Iya dong, kalo aku jemput anak anak pulang, Tata ribut gerah trus gara gara macet, kalo jagoan kembar, ribut terus kelaperan, jalan doang bikin susah anak anakku” lanjutnya lagi.
Kesannya beneran anak anak bang Nino, kadang kadang baper banget nih raja kampret. Ups!!, untung aku ngomongnya dalam hati. Begitu sampai sekolah anak anak, dia sudah tidak sabar untuk buru buru masuk.
“Tunggu!!, wali sebenarnya Reno, kita tunggu Reno” cegah kak Non yang sepertinya tau sifat suaminya yang tidak sabaran.
Untung tak lama suamiku datang. Setengah berlari dia mendekat lalu mencium pipiku.
“Lambat lo Ren!!” bentaknya.
Suamiku hanya tertawa pelan lalu ikutan bergerak tak sabar waktu bertanya ruang kepala sekolah pada satpam jaga.
“Awas aja anak gue lecet” ancam suamiku juga.
Waduh!!, aku jadi tegang lagi waktu pintu ruang kepala sekolah di buka wali kelas anak anakku.
“Selamat siang!!” sapanya.
“Siang!!” jawab suamiku dan bang Nino kompak.
Aku dan kak Non hanya tersenyum tegang lalu mengekor guru ke sofa ruangan.
“Astaga…” desisku berbisik melihat penampakan teman teman anakku yang wajahnya bonyok.
Tapi aku tidak menemukan anak anakku.
“Mana anak saya?” tanya suamiku mewakiliku dan kak Non yang juga meringis.
“Jadi ini orang tua si kembar brandalan?” tegur emak emak berdandanan menor yang menenangkan anaknya yang babak belur.
Guru wali kelas meringis, kepala sekolah yang bangkit dan menyalami kami. Asli tegang sekali.
“Silahkan duduk dulu pak!!, bu!!” ajak kepala sekolah setelah guru anak anakku menyeret beberapa kursi di pojong ruangan.
“Anak anak saya dulu!!” jawab bang Nino.
Suamiku mengangguk dan menolak duduk. Aku sudah merangkul lengan kak Non karena tegang.
“Pantes brandalan, emak bapaknya banyak” celetuk ibu ibu lain.
Aku sudah melotot berdua kak Non, tapi bang Nino menoleh dan menggeleng. Kami jadi diam.
“Udah pak, mumpung orang tuanya ada, panggil dong tuh bocah kembar brandalan, biar orang tuanya lihat, gimana nakalnya anak mereka” sahut yang lain.
Kepala sekolah menghela nafas. Bapak bocah lain hanya ikut dua orang dari 5 anak yang di buat babak belur anak anakku. Sisanya hanya 3 ibu ibu. Dan dua bapak bapak itu trus menatap tajam ke arah suamiku dan bang Nino yang sudah tak sabar menunggu.
“Saya jemput Barra sama Erdogan dulu” pamit bu guru setelah anggukan kepala sekolah.
Kami menunggu lagi sampai wali kelas anakku membawa masuk kedua anakku.
“Mama, bunda!!” seru Barra.
“Papa, ayah!!” seru Erdo berlarian ke arah kami.
Aku dan kak Non langsung memeluk dan menciumi mereka. Suami dan bang Nino juga mendekat.
“Gak apa apa kalian?” tanya suamiku sambil mengamati anak anak kami.
Bang Nino sampai jongkok memeriksa tangan dan wajah anak anakku.
“Ya gak apalah, yang kenapa kenapa anak kita. Mereka yang salah” seru emak emak menor tadi.
Bang Nino dan suamiku serentak berbalik menatap tajam ke arahnya.
“Tenang dulu bapak dan ibu, biar si kembar menjelaskan dulu, kita gak bisa mendengar penjelasan dari satu pihak” jeda kepala sekolah.
“Pak anak kami sudah bonyok, masa iya salah anak kami” jawab ibu yang lain.
“Harus di hajarlah kalo salah!!” seru Erdo menerobos ayah dan papanya yang berdiri menjulang.
Kami jadi menatap Erdo.
“Iya pah, masa kalo kurang ajar gak di hajar” Barra ikutan dan berdiri sejajar dengan Erdo menghadap emak emak temannya.
“Maksud kalian?” tanya bang Nino bersuara.
Si kembar jagoan kompak berbalik menghadap ayah dan papanya yang kompak tolak pinggang.
“Aku tau kok aku sama Barra salah” kata Erdo.
“Bang Timmy bilang, jangan karena kita jago berantem trus bisa seenaknya hajar orang yang belum tentu jago berantem” lanjut Barra.
“Trus?” tanya suamiku penuh penekanan.
Si kembar beralih menatap teman temannya.
“Mereka kurang ajar pah, masa intip cewek cewek ganti baju di toilet” tuding Erdo menunjuk teman temannya yang babak belur.
Seketika orang tua mereka terbelalak.
“Itu bukan sikap gentleman, masa intip cewek cewek ganti baju. Aku sama abang udah bilang baik baik, tapi mereka gak suka trus dorong aku sama abang sampe jatuh” lapor Barra di angguki Erdo.
Kami orang tua kompak menatap belakang celana olahraga anak anakku yang kotor.
“Kenapa gak cerita dari tadi?” jeda bu guru mereka.
Erdo berdecak.
“Percuma kalo kita ngomong tapi semua tante malah ngomelin kita, padahal anaknya gak ada akhlak” jawab Erdo sewot.
Aku sudah menahan tawaku.
“Susah kalo lawan mulut emak emak, mamaku aja kalo ngomel susah berhenti, mesti ada papaku baru berhenti, makanya kita minta papa datang” lanjut Barra berbalik lagi menatap suamiku.
Aku sudah tak sanggup menahan tawaku. Aku lalu diam saat suamiku melotot.
“Tetap aja bukan berarti kalian benar dengan nonjok anak tante” jawab si emak emak menor.
Barra menggeleng berdua Erdo.
“Salah tante lah, masa gak bisa didik anak tante dengan baik, sampai anak tante gak bisa bedain mana perbuatan baik dan gak. Pasti gak rajin absen” jawab Barra.
“Iya!!, kalo rajin absen pasti tau, kalo Allah gak suka perbuatan gak baik. Harusnya kalo anak tante gak suka absen, tante yang ajarin, kalo intip cewek cewek pakai baju itu, namanya kurang ajar, lagian kalo kita gak di keroyok, kita gak akan keluarin jurus taekwondo kita, kita cuma bela diri” tambah Erdo.
Suamiku dan bang Nino kompak tersenyum.
“Kalian….” geram si emak emak menor sampai bangkit berdiri.
Baru suamiku dan bang Nino maju dan menarik mundur anak anak kami.
“Berani tangan elo sentuh anak anak gue, gue bikin panjang ini urusan” ancam suamiku geram.
Suami si emak emak menor bangkit mendukung istrinya. Aku dan kak Non langsung memegang si kembar.
“Kami yang bakalan buat panjang urusan” jawab suami si ibu menor.
Suamiku dan bang Nino saling menatap lalu balas menatap mereka, setelah bang Nino mengangguk samar.
“Sok aja!!, gue gak takut, mau sampe mana!!” tantang bang Nino.
Kepala sekolah terlihat menghela nafas lalu bangkit berdiri di antara mereka.
“Tenang pak, bu, kita duduk dulu” lerai kepala sekolah.
“Diam pak!!, ini masalah harga diri” seru si emak menor di angguki suaminya.
Kepala sekolah meringis. Aku dan kak Non diam saja, mau ngomong juga percuma.
“Oh harga diri, harga diri elo berapa?” tanya bang Nino di angguki suamiku.
Lalu mereka kompak tertawa mengejek. Si emak langsung terbelalak.
“Mas!!, buruan telepon papiku biar ke sini, biar mereka tau kalo yang di hajar cucu Jendral” seru di emak emak menor.
Suamiku dan bang Nino tertawa lagi.
“Oh cucu jendral bro!!” komen bang Nino mengejek.
Aku meringis lagi, kak Non yang tenang dan justru mengajak Barra duduk. Erdo jadi ikutan menarikku duduk. Mereka santai menonton papa dan ayahnya. Aku yang tegang sendirian.
“Yang lain cucu jendral juga?, kumpulin tuh jendral jendral!!. GUE GAK TAKUT!!!” bentak suamiku sambil tolak pinggang.
Orang tua anak lain hanya diam dan memeluk anak mereka, karena ada yang menangis karena suara keras suamiku.
“Wah nantangin!!, telepon papiku pah!!” balas si emak emak menor ikutan tolak pinggang.
Kali suamiku dan bang Nino mundur, santai aja mereka menunggu sambil cengar cengir mengejek saat tuh suami emak emak menor menelpon papinya.
“Oh mertua elo Bridjen Suryono?” tanya bang Nino dengan nada mengejek setelah si suami selesai telpon.
“IYA!!!, TAKUTKAN LO!!” bentak istrinya.
Bang Nino dan suamiku tertawa.
“B aja, mau datang papi lo?, biar gue telpon juga eyang anak kembar gue” jawab suamiku.
Bang Nino terbahak.
“Buruan!!, Edward Tanjung gak suka nunggu” lanjut suamiku.
Pasangan suami istri itu saling menatap.
“Oh gak kenal Edward Tanjung?, mungkin karena bokap gue udah pensiun. Telepon bokap elo deh Bro?, suruh ajak ngopi tuh Brijen Suryono. Apa mau perang bintang?” lanjut suamiku lagi.
Aku menoleh ke arah kak Non yang tertawa pelan mengikuti bang Nino yang sudah tertawa.
“Mau begitu, mau lo perang bintang?, bokap gue Virgiwan Lukito. JENDRAL BINTANG PENUH!!, bokap elo mah paling anak buah bokap gue” jawab bang Nino santai sekali.
Suami istri itu saling tatap lagi lalu menatap suamiku dan bang Nino yang santai menunggu. Aku mengerutkan dahiku tidak mengerti.
“Gak percaya dia bro!!. Telpon dah bokap” kata suamiku lalu mengeluarkan handphonenya.
Bang Nino tertawa.
“Paling sama bokap elo, sekali kick habis tuh Bridjen, gila Edward Tanjung, teroris di bekuk, president aja nurut, kalo bokap elo udah angkat telepon buat minta tolong, apalagi cuma Bridjen, receh” ejek bang Nino.
Suami istri itu gelagapan saat suamiku mulai mendekatkan handphone ke telingannya.
“STOP!!!” cegah si emak emak menor.
Bang Nino ngakak begitu juga suamiku, baru kak Non mendekat lalu berdiri di hadapan suamiku dan bang Nino.
“Jangan nantangin kita!!, jangan juga karena elo punya bokap jendral trus bisa sewenang wenang, trus ngabaikan musyawah untuk mufakat. Ingat sista, di atas langit ada langit. Jangan jumawa jadi manusia” omel kak Non.
Aku tidak mau kalah, aku juga maju dan berdiri di samping kak Non.
“Tau!!, baru jendral, kita di rumah punya kongjen santai aja!!, jangan belagu jadi orang” gantian aku ngomel.
“Kongjen?” desis bang Nino.
Aku menoleh.
“Iya bang, engkong Jendral, papa Edward kan udah tua, ya engkong engkong jendrallah” jawabku tak mau merusak kebohongan suamiku dan bang Nino.
Aku kenal Edward Tanjung, beliau teman papa Prass dan mama Inge, juga mertua dokter anak anakku, dr. Rey, dan ayah dari Kalila, ibu dari anak anak avengers teman latihan menembak jagoan kembar. Bang Nino tertawa pelan berdua suamiku dan aku abaikan. Aku beralih menatap pasangan suami istri di hadapanku.
“Saya sadar perbuatan anak salah, dan tidak bisa di benerkan sepenuhnya, karena kalo anak anak saya di kondisi seperti anak bapak dan ibu sekalian, pasti saya marah juga. Jadi sebagai orang tua si kembar, saya minta maaf untuk itu” kataku mengatupkan kedua tanganku di d**a dan aku merasakan remasan tangan suamiku di bahuku.
Aku menghela nafas.
“Dan untuk kondisi yang sudah terlanjur seperti ini, izinkan saya dan suami, bertanggung jawab untuk biaya pengobatan anak anak bapak dan ibu. Bukan saya membela anak anak saya, saya tetap memberikan wewenang pada sekolah untuk memberikan hukuman pada anak anak saya. Atau ibu dan bapak ada masukan untuk menyelesaikan masalah ini?” lanjutku.
Mereka diam saling menatap.
“Satu hal lagi, anak kembar saya, tidak punya banyak ayah dan ibu. Mereka anak kandung saya dan suami, Reno Saddam Isman” kataku menunjuk suamiku yang tersenyum lembut.
“Mereka yang anak kembar saya sebut ayah dan bunda, adalah om dan tante mereka, Gerenino Sumarin adalah sepupu suami saya, dan ini istrinya Queensha Sumarin” jelasku ke arah bang Nino dan kak Non yang tersenyum.
“Maafkan saya harus menjelaskan ini, karena dalam keluarga kami tidak ada yang memanggil om dan tante, semua menganggap anak yang lain juga anak mereka, jadi saling memanggil ayah, papa, papi lalu pada ibu, bisa memanggil mama, bunda atau mami. Dan yang terpenting, anak kembar saya bukan berandalan, kesalahan anak anak, sepenuhnya salah kami sebagai orang tua, jadi biar kami yang mengajarkan mereka lagi, supaya nantinya jadi anak anak baik dan soleh” lanjutku lagi karena semua masih diam.
Terdengar helaan nafas kepala sekolah.
“Suami saya punya rumah sakit, TWINS HOSPITAL, kalo ibu dan bapak tau, jadi silahkan bawa anak anak bapak dan ibu ke Twin Hospital, sampai anak anak bapak dan ibu sembuh, dan tanpa perlu membayar apa pun. Begitukan Yang?” tanya kak Non pada bang Nino yang mengangguk.
“Gimana kalo sekarang kita duduk dan bicara dengan kepala dingin, dan biarkan anak anak menunggu di luar?. Kasihan kalo anak anak mesti melihat perdebatan kita, gak bagus juga untuk perkembangan psikis mereka” suara suamiku.
Bapak dan ibu wali murid itu serentak mengangguk.
“Gimana kalo kembar sama teman teman baikan dulu!!” seru guru wali kelas anakku.
Baru kedua anakku maju ke depan sampai aku dan kak Non mundur memberikan ruang untuk kedua anakku berdiri.
“Ayo bang Erdo!!, minta maaf” kata kak Non.
“Ayo bang Barra juga!!” kataku ikutan.
Kedua anakku menatap kami lalu mengangguk sebelum menatap ke depan lagi.
“Maafkan kita om, tante!!, teman teman juga” kata Erdo di angguki Barra.
Para orang tua menghela nafas, dan anak anak berdiri juga.
“Tapi jangan gitu lagi ya?, ayah sama papaku bilang, anak perempuan itu mesti di jagain bukan di jahatin” kata Barra.
“Iya, benar Barra, kita punya mama perempuan, punya ade dan saudara perempuan juga. Kalo di jahatin orang pasti kesalkan?” kata Erdo.
Teman temannya mengangguk.
“Maafin kita juga kembar” cetus salah satunya yang tadi menangis karena suara keras suamiku.
Kembar jagoan menganggguk saat menatap uluran tangan temannya.
“TOS AJA!!, kita cowok!!” ajak Erdo tertawa.
“Tau!!, masa salaman, kaya lebaran aja” seru Barra.
Semua jadi tertawa saat anak anak tos lalu anak anak mencium tangan kami, meniru anak kembarku yang lebih dulu mencium tangan orang tua wali murid teman temannya.
“Gitu dong!!, gimana kalo bunda traktir minum di kantin?” ajak kak Non riang.
Anak anak bersorak.
“Kamu urus ya!!, aku sama Kezia bawa anak anak jajan di kantin” perintah kak Non.
Bang Nino pasti nurut kalo perintah ibu Ratu, jadilah aku dan kak Non mengajak anak anak nongkrong di kantin untuk minum dan makan mie ayam. Namanya anak anak udah baik dan bercanda gurau lagi. Tinggal orang tua masih kesal kesalan.
Selesai anak anak makan, baru suamiku dan bang Nino menyusul ke kantin di ikuti orang tua murid yang tadi untuk menjemput anak anak mereka pulang, karena seperti suamiku dan bang Nino yang sudah membawa tas anak anak kami.
“Papaku keren!!” cetus Barra begitu semua berlalu setelah menyalami kami.
“Ayahku juga keren!!” cetus Erdo girang.
Suamiku dan bang Nino kompak tolak pinggang.
“Kalian berdua muji sekalipun, tidak akan membuat kalian bebas dari hukuman!!” jawab bang Nino.
“Dan selama masa skorsing kalian selama 3 hari, kalian harus terima hukuman dari papa dan ayah” kata suamiku.
Dua anakku justru tertawa.
“Aku sih terima aja hukuman ayah sama papa, asal gak mengurangi ketampananku” jawab Barra sambil memperbaiki jambul rambutnya.
“Astaga…” desisku berdua kak Non dan kedua hot papa memijat keningnya.
“Aku sih santai, aku keceh badai paripurna tanpa penyaringan, mau di hukum kaya apa pun, pasti tetap ganteng. Ayolah kita pulang, gak sabar nerima hukuman ayah sama papa” ajak Erdo santai seperti di pantai.
Aku dan kak Non tertawa, waktu anak anakku melenggang santai membawa tas mereka mendahului kami.
“Anak si Neneng begini amat ya?” keluh bang Nino mengekor aku dan kak Non.
Aku tertawa.
“Anak si Noni juga Yang!!, jangan lupa” kata kak Non merangkul lenganku.
Gantian suamiku tertawa. Kami berjalan beriringan menuju parkiran di pimpin jagoan kembar.
“PAH!!, dede Tata!!, cuma berdua suster, nanti kalo di intip juga gimana?” seru Erdo sebelum masuk mobil.
Suamiku dan bang Nino saling menatap.
“Gak ada kita yang jagain kalo dede mau pipis, jemput yah!!, bahaya!!” seru Barra ikutan.
“LUPA!!” cetus suamiku dan bang Nino kompak berbalik masuk sekolah lagi.
“Cape deh….” desisku dan kak Non kompak.
Suamiku jadi ikutan sakit jiwa seperti bang Nino kalo hubungannya dengan ratu Rania alias Tata.