13. Emotional

445 Words
Bugh! Tanpa aba - aba, Marve menonjol pipi James dengan sekuat tenaga. Harapannya, dis bisa membalas apa yang telah James perbuat dengan Sofia. Dia tidak terima sahabatnya terus menerus disakiti oleh James baik jiwa dan raganya. James meloloskan tatapan terkejutnya. Dalam beberapa detik ia tidak merespon. Bola matanya ia putar, ia heran dengan sosok di depannya yang terus tersulut emosi. “Mending nanti waktu Sofia bangun, lo tanya aja sama dia. Gue gak nyakitin dia, gue gak bikin dia celaka kayak gitu!” “Banyak omong lo!  Marve sudah siap akan menghantam kembali wajah James. Dia begitu enggan untuk mencoba mempercayai James. Dia sudah muak dengan semua perlakuan James pada Sofia. Ia tidak bisa diam begitu saja melihat sahabatnya terkujur lemah hanya karena James.  “Marve, stop!” teriakan dari Ruby membuat kepalan tangan Marve yang kuat hendak menghampiri wajah James seketika terhenti. “Hentikan, Marve. Kita gak boleh asal ambil kesimpulan. Hentikan sifat kekanak - kanakan ini,” lanjut gadis bercardigan lilac itu. Ruby lantas mendekati Marve dan James, agar Marve tidak lagi menyerang James.  “Jadi, lo cuma nolongin Sofia? Lo tahu apa yang sebenarnya terjadi? Kok bisa dia udah pulang dari Starry duluan tapi dia masih pake seragam dan bawa tas seakan - akan dia belum sampe rumah?” tanya Ruby dengan perspektifnya yang begitu teliti. James membuang tatapannya ke sembarang arah. Pikirannya mendadak terfokuskan pada Sofia yang tadi akan melompat dari jembatan. Pikirannya langsung tertuju dengan permasalahan keluarganya. Namun, sepertinya hal buruk itu lebih baik tidak perlu James jelaskan kepada Marve dan Ruby, meskipun mereka berdua adalah sahabat Sofia. “Dia tadi ada di samping lapangan, terus kayak melamun gitu, eh kena bola deh kepalanya, dan pingsan, “ jelas James.  “Pasti lo yang lempar bola itu, kan? Karena lo mau bantuin Jenny bikin Sofia celaka?” tuduh Marve yang tidak kunjung bisa mendinginkan kepalanya.  James menyercitkan dahinya. Rasa kesalnya bak sumbu yang tengah coba dinyalakan. “Kok Jenny? Dia gak ada hubungannya sama kejadian ini. Jangan asal tuduh!” tandasnya. “Gue mau cabut aja, Males jelasin ke orang yang gak punya otak!” sambungnya menyindir James lalu bergegas pergi dari rumah warna putih itu.  Marve melotot tajam karena sindiran dari James tadi. “Kurang aj--” “Udah, lagian lo gak bisa pake kepala dingin saat ini. Mending kita nunggu Sofia bangun aja biar semuanya jelas.” Ruby lantas masuk kembali ke rumahnya untuk mengecek keadaan Sofia. Ia harap, sahabatnya itu bisa cepat bangun dan memberikan penjelasan yang jelas terkait apa yang sebetulnya terjadi.  Marve hanya mengacak - acak rambutnya dan memilih untuk tetap di teras rumah Ruby. Dia membutuhkan udara segar rupanya. Udara yang bisa membuat emosinya menurun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD