Langit biru yang cerah. Sofia meletakkan kepalanya di atas meja. Jendela di samping ia biarkan terbuka sehingga celahnya membuat udara dari luar bebas keluar masuk ke dalam ruang kelas.
Gadis itu sejak pagi tadi belum juga mengulas senyumannya. Seolah membeku, tak bisa di gerakan bibirnya untuk melengkung ke atas. Dari sorotan matanya, orang - orang tentu bisa melihat Sofia begitu kelelahan. Mungkin mereka berpikir jika Sofia habis mengerjakan pekerjaan berat sampai raganya begitu lemas. Ya, namun bukan seperti itu realitasnya. Sofia memang lelah, namun jauh lebih lelah pikirannya.
Semenjak kemarin malam, dia tidak pulang ke rumahnya. Dia masih enggan untuk menampakkan kakinya di rumah. Dia masih belum tenang saat melihat papanya. Maka dari itu, semalam dia menginap di rumah Ruby. Mengistirahatkan dirinya di sana, mencoba untuk berpikir jernih meskipun seberapa keras ia berusaha, ia tidak akan bisa.
Sofia berharap, ia bisa menghentikan pikirannya beberapa saat. Ia harap ia tidak bisa berpikir saat ini. Semua beban - beban masih terus berotasi dalam pikirannya. Membuat kepalanya semakin pening, dia juga tidak fokus untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah.
Kekuatan Magis. Jika ada, Sofia ingin bisa memiliki kekuatan untuk menghapus memorinya. Minimal, dia tidak tahu apa yang sebetulnya perjanjian papa dan mamanya dengan pria yang bertamu di rumahnya kemarin. Setidaknya, Sofia tidak merasakan beban yang teramat berat ini. Hidup diatas kematian orang lain, terlebih lagi mamanya sendiri.
Gadis itu menguap pelan ketika ia berada di posisi nyaman.Dia merasa acuh dengan materi astronomi yang sedang dijelaskan Olen Pak Asmo. Dia juga tidak mempedulikan bisikan - bisikan dari Marve yang terus memanggil namanya. Matanya mulai memberat, rupanya pemandangan langit dan alunan udara segar menghipnotis gadis itu untuk memejamkan mata.