“Arseno Julian,” gumam adik laki-laki wanita yang menolong Shakila.
Sebelah alis Julian meninggi menatap pria itu sampai akhirnya ia teringat sesuatu.
“Wah, tak kusangka kita akan bertemu di sini," ucap pria itu seraya menghampiri Julian dan menepuk bahunya. “Dan siapa kira kau sudah jadi seorang ayah. Bagaimana kabarmu sekarang? Apa masih suka gonta-ganti wanita?”
Rendy namanya, pria yang merupakan teman lama Julian. Namun, daripada disebut teman, ia lebih pantas disebut mantan musuh.
“Ren, kau kenal?” tanya kakak Rendy.
“Lebih dari sekedar kenal,” jawab Rendy disertai lirikan tersirat pada Julian.
Julian menepis tangan Rendy yang masih bertengger di bahu dan mengajak Shakila masuk mobil.
Shakila yang tak tahu apapun hanya menurut. Namun, sebelum ia masuk mobil suara Rendy kembali terdengar.
“Kau harus hati-hati, suamimu itu hanya penjahat wanita. Bukan hanya penjahat, tapi juga penjajah.”
Shakila menatap Rendy penuh tanya tapi Julian segera menarik tangannya dan mendorongnya masuk mobil.
“Ada apa? Kenapa terburu-buru sekali, Julian? Kau takut istrimu tahu masa lalumu? Cih, kukira kau sudah bertaubat tapi sepertinya sifat brengsekmu pada wanita masih melekat,” ujar Rendy sekali lagi. Ia tak peduli Julian marah atau ucapannya akan membuat Shakila meradang dan curiga. Julian adalah musuhnya dan sampai saat ini kebenciannya pada Julian masih sama, tak berubah.
Julian hanya diam dan segera memasuki mobilnya. Ia pun bergegas melajukan mobilnya pergi dari sana.
Dalam perjalanan sesekali Shakila melirik Julian tanpa berani bertanya. Ia penasaran, tapi lagi-lagi sadar semua itu bukan urusannya. Bisa-bisa Julian mencekiknya jika banyak bertanya. Ia pun memilih bermain dengan Davin dengan mengajaknya bicara bahasa bayi. Sesekali Davin pun tertawa melihat tingkah konyol Shakila.
“Ciluk ba, ciluk ba, ciluk ba ciluk baba!” Diusapnya hidungnya dengan hidung mungil Davin membuat bayi laki-laki itu tertawa.
Suasana hati Julian perlahan bersinar mendengar gelak tawa Davin. Setelah beberapa hari mengajak Davin tinggal bersamanya, rasanya baru kali ini mendengar gelak tawa Davin. Dan itu membuatnya ingin ikut tertawa.
Beberapa saat kemudian mobil Julian memasuki area kediamannya. Ia segera turun meminta Davin dari gendongan Shakila dan menyuruh Shakila membawa belanjaan mereka masuk. Ia ingin mendengar kembali gelak tawa Davin. Ia pun meniru Shakila bagaimana cara Shakila membuat Davin tertawa sebelumnya. Sayangnya, kini tawa Davin tak seceria saat Shakila yang menghiburnya.
“Pft!” Shakila menahan tawa melihat kegagalan Julian. Ia merasa puas dan menang karena meski Julian mengikuti caranya, pria itu gagal membuat Davin tertawa lebar.
“Apa yang kau tertawakan?” hardik Julian saat melihat Shakila berusaha menahan tawanya.
“Ti- tidak ada,” jawab Shakila dan segera meredam tawanya. Ia tak ingin kembali disemprot Julian dengan makiannya.
Julian menatap Shakila tajam bahkan saat Shakila bergegas membawa belanjaan masuk ke dalam rumah, ia tak melepas tatapan tajamnya. Ia tahu Shakila menertawakannya.
“Kenapa kau tidak tertawa seperti di jalan tadi?” ucap Julian pada Davin dan Davin hanya menjawabnya dengan celotehan suara bayi.
Julian mengembuskan nafas kasar dan segera membawa Davin masuk ke dalam rumah.
Di luar pagar rumah Julian, sebuah mobil terparkir di tepi jalan dengan pengemudi yang tampak mengamati dari dalam mobil.
“Jadi kalian tinggal di sini?” gumam orang itu yang tak lain adalah Rendy.
***
Beberapa hari kemudian, Shakila mulai terbiasa dengan pekerjaannya meski setiap hari selalu diwarnai dengan banyak kejadian. Entah Julian yang marah hanya karena masalah kecil atau dirinya yang mendapat pengalaman baru selama mengurus Davin.
“Ouch! Dav.” Lengkingan suara Shakila terdengar memenuhi kamar mandi saat pipis Davin nyaris mengenai wajahnya. Ia tengah memandikan Davin dan karena Davin belum bisa duduk sendiri, ia memandikan Davin dengan merebahkannya di atas kedua kakinya yang ia luruskan. Namun, alih-alih marah, ia justru tertawa.
“Kenapa kau selalu pipis saat aku memandikanmu?” ucap Shakila disertai tawa. Awalnya ia malu, meski Davin masih bayi, tetap saja anak itu anak laki-laki. Awalnya Shakila juga kepayahan karena ini pengalaman pertama mengurus bayi. Tapi, semua teratasi setelah ia melihat tutorial mengurus bayi dari media sosial. Hampir semua ia pelajari dari sana juga otodidak demi uang gaji.
“Aku pergi. Saat aku kembali semua pekerjaanmu harus sudah selesai,” ucap Julian yang berdiri di ambang pintu kamar mandi. Sekarang ia sudah kembali bekerja dan meninggalkan Davin hanya dengan Shakila.
“Siap, Tuan," sahut Shakila tanpa mengalihkan kegiatannya memandikan Davin. Namun, ia segera menoleh sebelum Julian pergi.
“Tuan, tolong saat pulang belikan s**u. Susunya sudah hampir habis,” ujar Shakila melapor.
“Kau berani memerintah majikanmu?” balas Julian dengan ekspresi wajah nan suram.
Shakila mengkerut melihat tatapan horor Julian. Ia hanya memberitahu, tapi kenapa respon Julian sekejam itu?
Julian tak lagi bicara dan segera pergi bekerja. Beberapa hari yang lalu dirinya telah meninggalkan pekerjaannya karena Davin, dan hari ini ia harus mengurus semuanya, menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.
“Ish, lihat itu papamu. Aku kan bicara baik-baik. Nanti kalau tidak bilang dan susumu habis, aku juga yang disalahkan,” gerutu Shakila mengajak bicara Davin.
Davin hanya tertawa. Jika mandi menjadi kegiatan menyebalkan bagi kebanyakan bayi dan membuat mereka menangis, tidak dengan Davin. Ia tak pernah menangis saat dimandikan begitu juga saat memakai baju.
Setelah selesai mandi dan memakai baju, Shakila membuatkan Davin s**u. Biasanya Davin akan tidur pulas setelah mandi dan setelah menghabiskan satu botol s**u. Dan benar saja, bayi laki-laki itu mulai terlelap setelah botol susunya tinggal separuh.
“Ya Tuhan, aku seperti seorang ibu sungguhan,” gumam Shakila yang menatap wajah Davin yang mulai terlelap. “Jadi anak yang pintar ya, Sayang. Nanti kalau aku menikah dan punya anak perempuan, aku akan menjodohkanmu dengan anakku. Saat dewasa nanti kau pasti setampan papamu. Tapi sifatmu jangan meniru papamu itu,” ucapnya yang mulai membayangkan yang tidak-tidak. “Ish, tapi nanti kasihan anakku, kan kalau anakku nanti punya mertua jahat seperti Julian?” gumamnya.
Shakila menggeleng mengenyahkan bayangan tak bergunanya. Ia pun segera menyelimuti Davin dan melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah.
Baru saja meletakkan ember pel di ruang tamu, ketukan pintu membuatnya menoleh.
“Siapa?” gumam Shakila seraya melangkah untuk membuka pintu. Dan saat pintu terbuka, dahinya berkerut melihat siapa yang berdiri di hadapan. Seorang pria yang sepertinya pernah ia temui. Tapi, di mana?