02 - Sakit hatinya.

1061 Words
Anton menarik dalam nafasnya, lalu menghembuskannya secara perlahan. Anton tidak pernah berpikir kalau penyebab sang putri kembali menangis dengan hebat seperti tadi adalah Juan. Anton memang tidak melihat atau mendengar Anna menangis, tapi Anton tahu kalau tadi Anna menangis hebat dari matanya yang terlihat sekali sangat membengkak. Anton semakin mengeratkan pelukannya, begitu pun dengan Sein yang semakin membalas pelukan erat sang suami. Anton berkali-kali melabuhkan kecupan di ubun-ubun kepala sang istri, tak lupa juga untuk memberi sentuhan yang ia harap bisa membuat perasaan Sein jauh lebih tenang. "Tenanglah, Sayang, semuanya akan baik-baik saja," bisiknya tepat di telinga kanan Sein. Sebenarnya Anton tidak yakin kalau semuanya akan baik-baik saja, tapi ia mencoba untuk berpikir positif. Anton mencoba meyakinkan dirinya sendiri kalau semuanya pasti akan kembali lagi seperti sebelum-sebelumnya. Sein melepas pelukannya, lalu memundurkan tubuhnya. Sein mendongak, menatap sang suami dengan air mata yang masih mengalir deras membasahi wajahnya. Kedua tangan Anton terulur, menyeka air mata yang membasahi wajah istrinya. Tapi wajah Sein kembali basah oleh air mata yang seolah tidak mau berhenti mengalir. "Dad, Mommy sama sekali tidak yakin kalau semuanya akan baik-baik saja setelah melihat Anna menangis," lirih Sein sendu. "Anna tidak baik-baik saja, Dad. Putri kita memang terlihat baik-baik saja, tapi sebenarnya dia tidak baik-baik saja. Dia sa-sakit," lirihnya terbata. Tangis Sein kembali pecah menjadi begitu bayangan Anna yang tadi menangis tersedu-sedu terlintas dalam benaknya. Sein pernah berada posisi yang sama dengan Anna, karena itulah ia tahu bagaimana perasaan Anna saat ini. "Dad, apa yang harus kita lakukan untuk Anna, putri kita? Bukankah kita harus melakukan sesuatu untuk Anna? Iya, kan?" Sein mengguncang tubuh sang suami, terus melakukannya dengan tangis yang semakin lama semakin menjadi. "Apa yang bisa kita lakukan? Tidak ada, Mom. Tidak ada yang bisa kita lakukan," lirih Anton sendu sambil menggeleng. "Rasa sakit yang Anna rasakan bukan jenis rasa sakit yang bisa diobati oleh seorang Dokter ataupun obat yang harus diminum 2 atau 3 kali dalam 1 hari. Hanya waktu yang bisa membuat rasa sakit yang saat ini putri kita rasakan hilang, hanya waktu yang bisa menyembuhkannya, dan hanya Anna sendiri yang bisa melakukannya." Dari awal, Sein juga tahu kalau rasa sakit yang saat ini Anna rasakan tidak akan bisa disembuhkan dengan mudah. Sein juga tahu kalau dirinya dan sang suami tidak bisa banyak membantu Anna, tapi tetap saja, sebagai seorang Ibu, ia ingin sekali membantu sang putri. Anton kembali memeluk sang istri, bahunya kembali basah oleh air mata Sein yang sepertinya sama sekali tidak berniat berhenti untuk mengalir. "Anna, Dad. Anna, putri kita." Sein terus meracau, menyebut nama Anna dalam tangisnya. Sein akhirnya tertidur setelah menangis cukup lama. Sein tertidur dalam pelukan Anton, karena itulah Anton segera membaringkan istrinya di tempat tidur. Anton menunduk, mengecup dalam-dalam kening sang istri sesaat setelah menyelimuti sebagian tubuhnya dengan selimut. Anton duduk di samping Sein, menyeka sisa air mata yang masih ada di wajah Sein. Anton menoleh ke samping kanan tat kala ia mendengar pintu kamar yang terbuka secara perlahan. Ternyata yang membuka pintu kamar adalah Crisstian, dan sang adik berdiri tepat di balik punggung sang Kakak. Dengan isyarat tangan, Anton meminta agar Crisstian dan Crisstina tidak memasuki kamar. Anton tidak mau Sein yang baru saja tertidur, terbangun. Kedua anak kembar tersebut mematuhi perintah sang Daddy, memilih untuk tetap berdiri di ambang pintu. Fokus mata Crisstian dan Crisstina tertuju pada Mommy mereka yang saat ini sedang tertidur. Anton menghampiri Crisstian dan Crisstina, berjongkok di hadapan keduanya dengan kedua tangan terbuka lebar. Crisstian dan Crisstina segera merangsek masuk dalam pelukan sang Daddy. "Dad, apa Mommy sedang sakit?" Crisstian bertanya sambil menunjuk Sein. Tidak biasanya sang Mommy tertidur, karena itulah ia berpikir kalau Mommynya itu sedang sakit, karena memang jika sedang sakit, sang Mommy pasti akan tertidur. "Iya, Sayang. Kepala Mommy pusing, karena itulah Mommy tidur." Anton tentu saja tidak akan memberi tahu kedua anak kembarnya kalau Sein baru saja menangis. "Mommy dan Kak Anna tidak pergi ke Dokter?" Kali ini Crisstinalah yang bertanya. Sebelum pergi ke kamar kedua orang tuanya, ia dan sang Kakak terlebih dahulu mengunjungi kamar Anna. Saat membuka pintu kamar Anna, mereka melihat Anna yang sedang tertidur. Anton menggeleng. "Enggak, Sayang. Mommy sama Kak Anna sudah minum obat, jadi sebentar lagi juga sembuh. Kita doakan ya agar Mommy dan Kak Anna cepat sembuh." Crisstina dan Crisstina dengan kompak mengangguk, sama-sama berdoa, semoga Mommy dan Kakak mereka cepat sembuh, agar bisa bermain lagi bersama dengan mereka. "Karena Mommy sedang sakit, kita main di luar ya." Lagi-lagi Crisstian dan Crisstina dengan kompak mengangguk. Mereka tidak mau menganggu Mommy mereka yang saat ini sedang beristirahat, karena itulah mereka setuju untuk bermain di luar kamar. Begitu mendapat jawaban dari kedua anak kembarnya, Anton segera menggendong keduanya, membawa keduanya pergi ke ruang bermain. Anton berharap, ketika nanti Sein dan Anna terbangun, kondisi keduanya sudah jauh lebih baik lagi. Anton juga akan menghubungi Sean, memberi tahu Sean tentang kondisi Mommy dan juga adiknya. Sean tentu saja harus tahu apa yang terjadi pada Anna, karena mungkin saja Sean bisa membantu Anna. Setelah menikah dengan Elsa, Sean dan Elsa memutuskan untuk tinggal terpisah dari kedua orang tua mereka. Saat ini, Sean dan Elsa tinggal di apartemen. Apartemen tersebut adalah hadiah pernikahan yang Lucas dan Victoria berikan. Terkadang, jika sedang bosan, keduanya akan tinggal di rumah mereka sendiri. Saat keluar dari lift, Crisstian dan Crisstina dengan sangat kompak meminta turun dari gendongan sang Daddy. Anton menurunkan keduanya, dan keduanya langsung berlari menuju ruang bermain. Anton berteriak, meminta agar keduanya tidak berlari, tapi kedua anak kembarnya itu mengabaikan larangan sang Daddy, karena bukannya berhenti berlari, keduanya malah semakin mempercepat larinya. Anton menghela nafas panjang, lalu segera menyusul keduanya. Anton takut kalau salah satu dari keduanya akan jatuh. Anton akhirnya bisa bernafas dengan lega begitu melihat kedua anaknya sampai di ruang bermain dengan selamat, tidak ada yang jatuh. Saat sudah sampai di ruang bermain, Crisstian dan Crisstina langsung bermain dengan mainan masing-masing. Crisstian memilih untuk merancang LEGO, sementara Crisstina memilih untuk bermain masak-masakan dengan Anton yang berperan sebagai pembelinya. Saat sedang berbincang dengan Crisstina, Anton mendengar ponselnya yang tadi ia simpan di meja bergetar. Anton segera meminta izin pada kedua anak kembarnya, memberi tahu mereka berdua kalau ia akan menerima telepon terlebih dulu. Setelah mendapat izin dari Crisstian dan Crisstina, Anton segera meraih ponselnya. Ternyata Seanlah yang menghubungi Anton. Anton tidak mungkin berbicara dengan Sean di hadapan kedua anak kembarnya, karena itulah ia segera pamit keluar dari ruang bermain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD