3. Apa-apaan gadis imut ini?

1297 Words
"Berkali-kali aku menangkap diriku yang tanpa sadar terus memandangmu. Aku tidak mengerti bagaimana mungkin sosokmu selalu membuatku tanpa sadar terus memperhatikan dirimu. Kamu yang sangat mempesona atau aku yang begitu tergoda olehmu!" Reiki Savian Altezza *** Kisah manis ini bermula sekitar dua tahun yang lalu. Saat Nara Lovata Edrea masih asyik dengan pekerjaannya sebagai seorang penulis n****+ online. Malam itu, sama seperti hari-hari biasanya bagi Nara. Hari yang penuh dengan perjuangan Nara sebagai seorang penulis. Layar komputer di depannya penuh dengan tulisan. Ia melihat jam berkali-kali. Tanda deadline yang semakin mendekat. "Sedikit lagi," ucap Nara sambil melihat jumlah kata yang masih kurang di layar komputernya. Tak ... Tik ... Tak ... Tuk ... Suara ketikan dari keyboard terdengar mengisi keheningan warnet tersebut. Nara terus memusatkan konsentrasinya, ia mengejar beberapa kata lagi agar memenuhi targetnya bulan ini. Beberapa hari yang lalu, Nara tidak sempat banyak menulis. Ia sibuk mengurus komputer-komputer yang ada di warnetnya. Sebab, selain menjadi seorang penulis, Nara juga menjalankan bisnis warnet di tengah pekerjaannya sebagai seorang penulis. "Kenapa juga jadwal pemeliharaan warnet bisa berdekatan dengan deadline seperti ini, sih.. Huft..," desah Nara. Tik ... Tok ... Tik ... Tok ... Jam terus berdentang. Sudah nyaris tengah malam. Nara kini masih berkutat dengan komputernya. Mempercepat jemarinya mengetik naskah yang harus segera ia serahkan. "Ayolah!" Nara terus mempercepat jemarinya untuk mengetik. Pikirannya penuh dengan kisah yang akan ia tulis. "Akhirnya!!!" teriak Nara begitu ia berhasil mencapai target naskahnya. Kini satu hal lagi yang menjadi penentu. Ia harus mengunggah naskah tersebut untuk di tayangkan dalam halaman novelnya. "Putar ... Putar ... Putar ..." Nara bergumam kecil. Ia menatap layar yang kini hanya menunjukkan lingkaran kecil yang terus berputar. Jaringan sedikit tidak bersahabat dengannya. Cliiiing ... Cleeeang ... Saat yang sama seorang pria masuk ke dalam warnet tersebut. "Selamat datang!" sambut Nara dengan senyumnya yang merekah. Warnet yang Nara jalankan buka 24 jam. Biasanya warnet tersebut cukup ramai. Namun, kali ini sangat sepi. Seharian turun hujan bisa saja menjadi penyebab orang-orang yang enggan untuk keluar dari rumah mereka. "Di warnet ini bisa memesan makanan juga?" tanya pria tersebut sambil mengibas rambutnya yang sedikit basah. "Bisa," jawab Nara pelan dengan tatapannya yang hanya tertuju pada pria tersebut. "Wah, tampan sekali," benak Nara, kagum. Nara begitu terpana melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Kemeja pria tersebut basah dan sedikit menerawang memperlihatkan otot di tubuhnya. Rambutnya yang basah dan sesekali ia kibas menambah pesona dari sosok pria tampan tersebut. Perawakan pria yang gagah itu membuat Nara sesekali menelan ludahnya. "Boleh minta tanda pengenalnya?" "Reiki," gumam Nara yang melihat nama dari pria tersebut yang tertera pada kartu tanda pengenal. "Meja nomor 3." Nara menyodorkan sebuah kertas. Kertas yang berisikan password dari komputer yang akan pria itu gunakan. Nara sengaja membiarkan pria itu berada di meja yang ada di depannya. Sebab, ia ingin memanfaatkan kesempatan itu. Nara merasa tidak akan bisa puas untuk memandang wajah dari pria tampan tersebut. Akan tetapi, saat sang pria tersebut hendak meraih kertas yang berada di tangan Nara. Cekleeeeek ... Tiba-tiba saja, listrik padam. "Kyaaaaaa .... Novelku!!" Seketika Nara berteriak. Saat itu pula, Nara terduduk di kursinya. Ia menyandarkan kepalanya dan menatap langit-langit dalam kegelapan dengan terus mendesah. "Novelku," ucap Nara berkali-kali. Sementara pria yang sedari tadi berdiri itu kebingungan. Ia belum sempat untuk mengambil kertas tersebut. Ia juga tidak mungkin langsung duduk ke meja komputer nomor 3 tersebut. Ia ragu beberapa kali saat akan mengambil kertas yang masih ada di genggaman tangan Nara. Warnet Nara memang memiliki listrik cadangan. Tapi, padamnya listrik tersebut berhasil memutus jaringan internet sejenak, yang artinya Nara sudah melewatkan target kata bulanannya. Tubuh Nara sudah lemas dan ia sedikit kesal. Nara akhirnya memeriksa komputernya dengan penuh harap. "Semoga tidak terjadi," ucapnya yang masih berharap jika, tadi naskahnya telah berhasil diunggah. Sungguh disayangkan. Hal tersebut tidak terjadi naskah tersebut memang gagal diunggah. Kini Nara menarik rambutnya. Ia gagal memenuhi target bulanannya. "Haaaaaah ...." Sementara Nara yang terus mendesah. Pria yang kini berada di hadapannya itu ikut bingung. "Hmm... permisi!" ucap Rei yang sedari tadi kejar-kejaran dengan kertas yang Nara pegang. "I-iya ..." Mendengar suara dari pria tersebut Nara kembali pada kenyataannya. Ia kembali menatap dan terpana akan ketampanan pria tersebut. Senyumnya pun merekah. "Memang, wajah tampan adalah obat segala kesedihan," benak Nara lagi yang terpana akan ketampanan Rei. "Itu, tangan ..." Rei menjulurkan tangannya. Ia bersiap menerima keras yang masih ada di genggaman tangan Nara. Dengan polosnya, Nara menyambut uluran tangan tersebut. Ia menyentuh ujung jari pria tersebut. Memegangnya dengan lembut. sementara ia masih menatap wajah tampan dari pria tersebut. "Na ... Ra ...," ucap Nara dengan polos memperkenalkan dirinya. "Ft ... Ft ..." Rei tertawa kecil. Ia pun memegang erat tangan Nara yang mungil tersebut. "Apa-apaan gadis imut ini," pikirnya. Nara yang heran dengan reaksi pria tersebut. Akhirnya memandang ke arah tangannya yang terasa dingin. Tangan pria tersebut benar-benar terasa sangat dingin. "Eh ..." "Eeeeeeeeh ...." Lagi-lagi Nara berteriak. Begitu mendapati tangannya yang tengah menggenggam tangan dari pria asing tersebut. "Ha-ha ... Ha-ha ..." Tawa pria tersebut akhirnya pecah. "Maaf ... Maaf ..." Nara bergegas menarik tangannya. Ia pun menyadari akan kertas yang telah kusut akibat sedari tadi ia genggam. Nara pun menyodorkan kembali kertas tersebut. Sambil menahan rasa malu yang luar biasa. "Malu," ucap Nara pelan. Belum lagi tawa kecil dari beberapa orang lain yang ada di warnet tersebut. Sudah jelas membuat Nara semakin tersipu malu. Meskipun hanya beberapa orang, tapi itu sudah cukup membuat Nara malu. Sebagai rasa bersalah, Muko yang kala itu ikut bertugas menjaga warnet tersebut memberikan segelas teh hangat sebagai ungkapan maaf akan kejadian memalukan tersebut. Setelah malam yang memalukan itu, Pria tersebut masih sering datang ke warnet Nara. Ia selalu datang sekitar tengah malam. Ini adalah hari kesekian Rei kembali ke warnet tersebut. Ia lagi-lagi menginap di sana. "Hai, Nara! Seperti biasa, ya." Rei selalu duduk di kursi nomor 3 yang paling dekat dengan jarak pandang Nara. Bisa di bilang tempat tersebut menjadi tempat yang sengaja disediakan oleh Nara untuk Rei. Sedikit demi sedikit, kini mereka bisa saling menyapa. Meski sesekali kenangan konyol saat pertama kali mereka bertemu masih membuat Nara malu. "Apa dia tidak pulang ke rumah? Kenapa setiap malam dia malah tidur di sini?" Warnet yang buka 24 jam itu memang sering dijadikan tempat menginap. Tapi, Rei yang setiap hari menginap di warnet ini, justru memancing rasa penasaran dari Muko. Terlebih, Rei hanya memutar musik di komputernya dan duduk dalam posisi yang nyaman lalu tertidur. "Ssstt ... jangan begitu ke pelanggan." Nara menyikut Muko. Malam itu, lagi-lagi Rei memutar musik di komputernya. Mengenakan headphone dan duduk dalam posisi yang nyaman untuknya. Dari jauh, ia memandang Nara yang asik dengan komputernya. Rambutnya yang terurai dan headphone yang juga ia kenakan. Sesekali Nara terlihat menggoyangkan kepalanya mengikuti irama dari musik yang ia dengarkan. Rei tersenyum melihat tingkah Nara yang menggemaskan tersebut. "Apa sih, yang sedang ia dengar?" Rei bertanya-tanya dalam benaknya. Sementara Nara, sebenarnya sering mengecek komputer dari meja Rei. Ia kerap penasaran dengan lagu yang Rei dengarkan hingga tertidur. Entah sejak kapan. Nara akhirnya sering ikut memutar lagu tersebut. Ia ikut menikmati lagu yang juga tengah didengar oleh Rei. "Hmmm.. dia suka lagu yang lembut begini," benak Nara yang kini ikut mengintip ke arah meja Rei. "Eh ...." Pandangan mata mereka bertemu. Rei saat itu juga tengah memerhatikan Nara. Keduanya kini saling terkejut. Menatap dengan tatapan yang terbelalak dan kemudian saling tersipu, lalu bergegas menghindari pandangan satu dan lainnya. Deg ... "Dia tadi melihatku, kan?" Jantung Nara kini benar-benar tidak bisa dikontrol lagi. Ia berdetak sangat kencang. Setengah malu karena kedapatan tengah mencuri pandang pada Rei. Sedangkan Rei. Jantungnya juga ikut berdetak. Ia juga malu akibat kedapatan memandangi Nara dengan dalam. Ia takut, jika Nara malah menganggapnya pria yang aneh. "Aku ketahuan!" Detak jantung Nara kini berdetak semakin tidak karuan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD