"Akan saku jadikan ini sebagai rahasia kecilku. Saat aku yang telah menangkap basah kamu, memiliki debaran yang sama denganku." Reiki Savian Altezza.
***
Warnet Lovata dengan simbol love sebagai pengganti huruf O di papan namanya. Sebuah warnet bernuansa asri dengan banyak tumbuhan hijau sebagai penghias ruangannya. Benar-benar warnet yang sangat mencolok dan berbeda dengan warnet lainnya.
Lonceng angin di depan pintu menyambut siapa saja yang masuk dan melewati pintu tersebut. Aroma bunga yang manis tercium begitu memasuki warnet tersebut. Warnet unik yang memiliki aroma terapi sebagai pengharum ruangannya.
Beberapa hari yang lalu. Sejak Rei kabur dari rumahnya. Ia menginap di sebuah hotel tak jauh dari apartemen Melly. Tentu saja, Rei yang sulit bergaul dengan orang lain itu tidak bisa meminta tolong siapapun kecuali Melly. Namun, pikirannya yang kalut dan perusahaan yang juga dalam keadaan yang kurang baik. Membuatnya sulit untuk tidur.
"Arght ... aku tidak bisa tidur," keluh Rei.
"Aku keluar saja deh.. Cari udara segar!"
Rei yang baru sehari kabur dari rumah itu. Sudah merasa resah dengan berbagai hal yang terjadi. Meski waktu sudah mendekati tengah malam. Rei memutuskan untuk mencari angin segar sambil menenangkan pikirannya. Ia berharap jika sudah menghirup udara segar. Pikirannya akan jauh lebih tenang dan ia bisa tidur meski hanya sejenak.
"Hmm.. Tempat apa itu?"
Mata Rei tertarik dengan lampu yang menyala pada papan nama tak jauh dari tempatnya berdiri. Sebuah lampu berbentuk Love besar berwarna putih.
"Apa hati seterang itu?" gumamnya kemudian.
"Ft ... Ft ... Fttt ..." Rei tertawa kecil dengan apa yang ia pikirkan saat melihat lampu yang menyala sangat terang tersebut.
"Hmmm.. aku rasa pemiliknya memiliki hati yang putih dan terang," ucapnya lagi dan kemudian tertawa kecil.
Penasaran dengan tempat tersebut. Rei akhirnya mencoba masuk ke dalam warnet yang sangat mencolok itu.
Hanya ada seorang gadis yang menjaga warnet tersebut di waktu yang nyaris menginjak tengah malam. Gadis itu sangat menggemaskan. Ia terkejut menyambut kedatangan Rei. Tapi, kejadian konyol lainnya mulai terjadi. Tingkah dari gadis yang imut itu membuat Rei sejenak melupakan beban pikirannya. Rei pun memutuskan untuk lebih lama berada di warnet tersebut. Entah bagaimana, tanpa Rei sadari. Akhirnya ia tertidur di warnet tersebut dengan lelap.
Begitulah kisah Rei menemukan tempat ajaib berupa warnet Lovata yang terus membuatnya bisa tidur dengan tenang.
Saat ini, kebiasaan Rei yang datang setiap mendekati tengah malam. Membuat Nara tidak menyangka jika sosok yang ada di depannya pagi itu adalah Rei.
"Bagaimana ini? Aku ketahuan bersikap tidak sopan!" Nara berpikir keras dalam benaknya. Ia tidak menyangka jika Rei akan kembali ke warnet secepat itu.
Nara panik, takut jika dia ketahuan telah mengintip komputer milik orang yang berada di warnet. Terlebih kali ini terang-terangan Nara menyetel lagu tersebut dengan pengeras suara.
"Aaargh ... Sejak kapan dia ada disana? Apa tadi dia mendengar aku bernyanyi?" gumam Nara panik yang kemudian mengecilkan volume lagu tersebut.
Nara sangat gugup. Ia tertangkap basah. "Hmmm ...." Pada akhirnya ia hanya bisa berdiam dengan kikuk.
Rei yang menangkap kepanikan tersebut tersenyum dengan tenang. Ia memutuskan untuk menjadikan hal tersebut sebagai rahasia kecilnya. Ia tahu jika ia harus berpura-pura tidak tahu dengan apa yang telah Nara lakukan.
Terlebih dari pada itu, Rei kini mulai memahami. Jika Nara juga bisa saja tertarik padanya hingga Nara mencari tahu apa yang tengah ia dengar di setiap malam ia berada di warnet tersebut.
"Kamu juga suka lagu ini?" tanya Rei.
Mata Nara bergetar. Ia sedikit terlihat linglung dan mengangguk pelan.
"Syukurlah ..." ucap Nara dalam hati dengan lega.
Sedikit pun ekspresi dari wajah Nara tidak bisa ia tutupi. Wajah lega tersebut lagi-lagi membuat Rei tersenyum. Gadis yang berada di hadapannya itu tidak bisa menutupi sedikit pun isi hatinya. Semua terlihat jelas.
"Hmm.. Dia jelas-jelas memiliki hati yang seterang lampu tersebut," benak Rei. Lagi-lagi Rei kembali tersenyum dengan lebar saat ia mengingat kesan pertama melihat papan nama warnet Lovata tersebut. Lampu yang menggantikan huruf O dengan bentuk hati itu benar-benar sangat terang dan mencolok.
"Se-selamat datang ..." ucap Nara tiba-tiba dengan suaranya yang terbata-bata.
Nara sangat gugup sejak tertangkap basah tersebut. Meski terlambat ia kini menyambut Rei dengan senyumnya yang lembut.
Mata Rei terbelalak sejenak. Ia tidak menyangka jika Nara akan mengatakan hal tersebut. Terlebih ucapan Nara lebih terdengar seperti seorang istri yang menyambut suaminya sepulang kerja.
Hening, tanpa menjawab sambutan dari Nara. Rei hanya menatap lurus Nara. Tubuh mereka yang saling bertatapan itu terlihat bergetar.
"Ha-Ha.."
Tawa pun pecah di antara keduanya.
Dimulai dengan kejadian canggung tersebut. Kini Rei dan Nara terlihat lebih leluasa berbincang.
Nara biasanya sedikit malu-malu dan kerap menghindari pandangan mata Rei. Rei yang dulu mengira jika hal tersebut disebabkan oleh dirinya yang sebagai salah satu orang yang sering datang ke warnet yang Nara jalankan tersebut. Saat ini, mulai menyadari jika ternyata hal tersebut bisa saja karena Nara merasakan debaran yang sama dengannya.
"Untuk pertama kalinya aku bersyukur telah kabur dari rumah. Aku kini bisa merasakan debaran cinta dan beruntungnya aku jika kamu merasakan debaran yang sama." Rei bergumam kecil di mejanya. Ia kembali menyalakan komputer tersebut dengan suasana hati yang benar-benar tidak bisa ia jabarkan.
Sesaat Rei merasa perasaan hatinya sangat tidak sesuai dengan situasinya saat ini.
"Aku harusnya berpikir bagaimana bisa bertahan hidup. Huft ..."
Sesekali lagi, Rei di tampar oleh kenyataan jika ia tengah dalam pelarian kecilnya. Jika ia berada pada pemberontakan pertamanya. Ia harus bisa bertahan demi egonya tersebut.
"Yups... waktunya cari kerja!" teriak Rei yang tanpa sengaja begitu keras.
Suara Rei yang tegas dan lantang tersebut. Menarik perhatian Nara, begitu pula dengan Muko yang baru saja tiba di warnet tersebut.
Kali ini, giliran Rei yang malu bukan main. Ia sangat ingin untuk menggali lubang. Ia kini memahami perasaan Nara saat ia tiba-tiba datang dan mendengarkan Nara bernyanyi.
"Ah!" ucap Rei dengan wajahnya yang memerah.
"Karma itu nyata," pikir Rei yang kemudian membenamkan wajahnya di balik layar komputer.
"Ha-Ha-Ha ...."
Lagi-lagi, tawa Nara pecah saat melihat Rei yang salah tingkah dan membenamkan wajahnya. Kali ini tak ada lagi kecanggungan diantara mereka berdua.
"Kamu sedang mencari pekerjaan?" tanya Muko.
Rei mengiyakan pertanyaan tersebut. Muko pun menatap Nara dengan lekat. Tatapan yang seolah tengah saling membaca isi pikiran masing-masing tersebut.
"Bagaimana jika bekerja di sini saja?" tanya Nara dengan santai.
"Hmm.. Tapi, jika kamu tidak keberatan bekerja di warnet," imbuh Nara lagi.
Jelas terlihat jika Rei ragu menjawab hal tersebut. Bukan karena ia menolak tawaran tersebut. Hanya saja. Ia tidak menyangka jika ia mendapatkan tawaran tersebut.
"Benarkah? Aku benar-benar bisa bekerja di sini?" tanya Rei lagi.
Anggukan dari Nara dan Muko sekali lagi membuat Rei tidak menyangka akan tawaran tersebut.
"Kalian tidak masalah?" tanya Rei lagi.
"Tentu saja, kami juga punya kamar untuk karyawan jika kamu membutuhkannya," ucap Nara.
"Kamu tidak punya tempat untuk bermalam, kan?" Muko kembali menambahkan.
"Tapi, aku orang asing.. Kalian juga baru mengenalku. Apa benar tidak apa-apa aku bekerja di sini?" tanya Rei serius.
"Ftt ... ftt ..."
Nara dan Muko menahan tawanya.
"Yang jelas kamu itu orang baik, kan? Kami tidak keberatan, kok. Kita bisa kenal dekat mulai sekarang."
"Tapi ...."
"Rei ..." Muko menepuk pundak Rei dengan pelan.
"Mana ada orang jahat yang meragukan kebaikan dirinya begini. Kami yakin kamu bukan orang jahat. Lagian, jika sesuatu terjadi kamu juga tidak bisa melawan Nara. Biar terlihat lemah lembut begitu. Dia itu sabuk hitam loh.." Muko mengisyaratkan kematian dengan menarik ibu jarinya di leher.
Sempat ragu, tapi akhirnya Rei menyetujui tawaran tersebut. Tentu saja setelah Nara dan Muko menjelaskan berbagai halnya.
Sebelumnya ada tiga orang lagi yang bekerja di warnet tersebut. Namun, dua dari mereka kini kembali ke kampung halaman mereka untuk liburan. Akan tetapi, setelah lewat dari waktu libur mereka. Mereka tidak kunjung kembali.
Menyadari kekurangan karyawan, Nara juga sudah mencari karyawan baru. Akan tetapi, mereka hanya karyawan paruh waktu yang tidak bisa terus membantu Nara. Hal yang wajar mengingat jika pekerjaan yang tersedia adalah penjaga warnet.
"Ini kamar yang bisa kamu pakai."
Nara menunjukkan kamar yang terletak tepat di bawah tangga.
"Kamar mandi dan dapur di pakai bersama. Taman dan ruang makan juga. Jika ada karyawan lain. Aku harap kalian bisa berbagi kamar," lanjut Nara lagi.
Kamar yang memiliki tempat dua tidur yang terlihat begitu rapih. Dua buah lemari kecil menghiasi sudut kamar tersebut. Sebuah meja dan juga jendela yang mungil. Kamar yang terlihat sederhana namun terasa nyaman.
"Terima kasih ..." ucap Rei dengan senyuman hangatnya.
Senyuman Rei lagi-lagi membuat Nara terdiam. Ia terkesima dengan senyuman yang begitu sempurna tersebut. Begitu lembut dan terlihat indah menghiasi wajah yang terlihat luar biasa tersebut.
Nara mulai merasa gugup di dalam kamar berdua dengan Rei. Ia terlihat panik dan mulai gelagapan salah tingkah. Rei menyadari kecanggungan tersebut. Ia juga terlihat salah tingkah.
Masing-masing dari mereka mencoba untuk keluar dari kamar tersebut. Rei yang canggung sedikit berputar dan kemudian bergegas menuju pintu keluar. Begitu juga dengan Nara yang terburu-buru keluar dari kamar tersebut..
"Eeeeh ..."
Tanpa sengaja, mereka berdua justru terjebak di pintu kamar tersebut. Nara yang memaksa keluar, justru tanpa sengaja menabrak pundak Rei. Begitu pula dengan Rei yang melangkah tanpa melihat arah. Ia tidak sengaja menyilang kan kakinya ke paha Nara. Posisi mereka yang jauh lebih tidak nyaman lagi adalah saat ini, keduanya saling bertatapan dengan tumpuan kaki yang bisa kapan saja rubuh.
"Ya Tuhan ... Apa lagi ini?" benak Rei yang tidak habis pikir dengan kejadian kali ini.