"Sekali saja, aku ingin menjadi egois dengan terus menggoda kamu." Nara Lovata Edrea
***
Wajah yang putih mulus, rahang tegas dan alis yang tebal. Bulu mata yang terlihat natural dan lentik. Paras tampan Rei terlihat begitu mengagumkan. Siapa saja yang melihat parasnya pasti tidak menyangka jika pria itu adalah sosok yang nyata. Wajah luar biasa yang dimiliki hanya segelintir orang yang beruntung.
"Wah, bagaimana bisa pria dengan wajah seperti itu berada dan bekerja di warnet ini?" gumam Nara menatap wajah Rei yang menyembul dari balik meja kerjanya.
Rei mengedipkan matanya, ia tersenyum dengan lebar dan matanya membentuk bulan sabit. Bagaikan sebuah halusinasi, wajah Rei seketika bercahaya terang.
"Wah, apa-apaan ini? Sekarang dia juga bercahaya bagai neon berjalan."
Nara terkekeh akibat khayalannya. Ia tahu jika ia tengah berhalusinasi karena terpesona dengan wajah tampan Rei.
Tatapan Rei pun makin intens memandangi Nara. Hingga Rei pada akhirnya membujuk Nara untuk menemaninya berbelanja dengan segala tingkah menggemaskannya.
"Hmm... Karena kamu menggemaskan jadi. Baiklah!"
Rei cukup terkekeh geli mendengar ucapan Nara saat menerima ajakannya.
"Ayo, bersiap-siaplah!" seru Nara.
"Jangan bengong. Tadi, kamu yang mengajakku, kan," ucap Nara lagi.
Sejujurnya Rei tidak menyangka jika Nara setuju untuk mengantarnya saat itu juga. Warnet saat itu memang sepi dan hanya ada Nara dan Rei di sana. Tapi, warnet yang buka 24 jam itu akan tutup jika mereka pergi berbelanja.
"Tidak usah khawatir, sekarang memang sedang musim sepi. Ini waktu anak sekolah dan para mahasiswa libur. Lagian, 30 menit lagi Muko juga akan datang," jelas Nara yang menangkap ekspresi bingung Rei.
Tik ...
Tok ...
Tik ...
Tok ...
Sejenak keheningan tercipta di antara mereka, jam yang terus berdentang itu pun menjadi suara satu-satunya di antara mereka. Rei menatap ke arah jam tersebut dengan tatapannya yang nanar.
"Ah, benar. Sebentar lagi giliran Muko yang berjaga," tuturnya kini dengan senyumannya yang merekah.
Tak butuh waktu lama hingga mereka usai bersiap-siap untuk pergi berbelanja. Sudah jelas jika Rei siap lebih dulu dari pada Nara. Ia menunggu dengan hati yang resah.
Suara langkah kaki pun terdengar dengan samar dari lantai satu. Perlahan sosok Nara pun terlihat dari lantai dua. Nara terlihat begitu anggun dan cantik di balut dengan gaun putih selutut. Rambutnya di gerai dan dihiasi bandana berwarna biru muda.
"Cantik ..." ucap Rei terkesima.
"Terima kasih." Nara tersipu malu mendengar pujian kecil dari Rei tersebut.
Untuk pertama kalinya, Rei melihat Nara berdandan dengan cantik. Sosok Nara yang anggun dan sederhana itu terlihat sangat mempesona di mata Rei. Sosok Nara yang biasa ia lihat saja sudah begitu cantik di mata Rei. Tapi, begitu melihat Nara yang berdandan untuk menemaninya berbelanja entah mengapa serasa jika mereka akan pergi berkencan.
"Rei, lagi-lagi kamu memandangnya dengan tatapan mata yang nakal.
"Kyaaaaaa ..."
Bisikan Muko membuat Rei menjerit kaget. Ia terkejut mendengar ucapan tersebut. Wajahnya memerah dengan ekspresi yang sangat sulit untuk di jelaskan.
"A-apa?" ucapnya terbata-bata.
Muko terkekeh geli melihat reaksi menggemaskan dari Rei. Begitu pula dengan Nara.
"Haha.. Haha... Ekspresi kamu lucu sekali Rei," kekeh Muko.
Meski sedikit kesal dengan candaan Muko tersebut. Tapi, Rei tidak bisa menyangkal jika ia sering memandang Nara entah dengan tatapan yang seperti apa.
"Aku harus mengendalikan ekspresi wajahku. Bisa gawat jika aku memang memandang Nara dengan tatapan seperti ini terus. Dia akan menganggap aku pria yang seperti apa nantinya," tekad Rei antusias.
Tak ingin membuang waktu lagi, mereka akhirnya langsung berangkat menggunakan mobil Nara.
"Kamu punya mobil semewah ini?" tanya Rei saat melihat mobil Nara yang terparkir di depan basemen warnet tersebut.
Dari penutup mobilnya saja sudah bisa di tebak jika mobil yang ada di dalamnya adalah sebuah mobil mewah. Rei cukup tercengang mengingat sosok Nara yang sederhana. Ia sangat tidak menyangka jika Nara memiliki mobil mewah seperti itu.
"Iya, aku jarang mengendarainya." Tanpa pikir panjang, Nara langsung menarik penutup mobil tersebut.
Uhuuuuks ...
Butiran debu yang mengepul dan berterbangan membuat keduanya terbatuk-batuk.
"Wah, ini benar-benar mobil kamu?" tanya Rei lagi tidak menyangka.
"Iya, ini mobilku. Kenapa? Tidak menyangka jika aku punya mobil mewah begini?" tanya Nara tanpa basa-basi yang di sambut anggukan oleh Rei.
"Hihi ... Ini mobil pemberian. Tentu saja aku tidak bisa menolak barang sebagus ini, kan."
Rei kembali tercengang. "Pemberian, seseorang memberikan mobil semewah ini padanya?" benak Rei kesal.
Entah mengapa, gejolak di hatinya begitu membuncah. Dalam benak Rei, seandainya ia kembali kerumahnya dan mendapatkan segala haknya. Ia bisa memberikan mobil jauh lebih bagus dari ini. Ia cukup cemburu dengan sosok yang telah memberikan barang mewah itu pada Nara.
"Biasanya orang menolaknya. Tapi, kamu bilang tidak bisa menolaknya!" ketus Rei kesal.
"Hi-Hi.. Iya, mana bisa di tolak. Aku kan cewek matre," ucapnya percaya diri.
Entah mengapa Rei semakin kesal mendengar ucapan Nara tersebut. Rasanya ia juga ingin memamerkan segala kekayaannya jika memang benar Nara adalah cewek matre seperti yang ia katakan. "Jika ia tahu latar belakangku. Apakah dia akan menjadi milikku?" benak Rei dengan segala pikiran liarnya.
"Fttt ... Ft ..." Nara menahan tawanya sekuat tenaga begitu melihat ekspresi kesal yang terus terpancar dari Rei.
Seharian ini, ia sudah mengerjai Rei berkali-kali. Entah mengapa, ia masih tidak puas dengan hal tersebut. Ia ingin terus menangkap basah celah Rei secara terus-menerus.
"Ya sudah, ayo.." Nara melempar kunci mobil tersebut pada Rei.
"Kamu bisa mengendarai mobil sport, kan?" tanya Nara yang kemudian disambut anggukan dari Rei.
Mobil mereka pun akhirnya melaju cukup kencang menuju ke pasar terdekat.
"Kamu serius kita ke pasar dengan mobil ini?" tanya Rei heran.
"Ffft... Ft ... Iya!"
"Mobil semewah ini kamu bawa untuk pergi ke pasar?" Rei kembali bertanya heran.
"Kalau kita ke pasar, kenapa tidak naik bis saja? Mau parkir mobil mewah ini di mana Nara?"
"Ha-ha-ha .... Ha-ha-ha ..."
Tawa Nara pun pecah. Ia benar-benar tidak puas untuk mengerjai Rei. Air mata bahkan sedikit menetes di ujung matanya akibat tertawa.
"Aduh, perutku.."
Nara akhirnya menyerah. Ia tidak sanggup lagi jika harus terus menggoda Rei lebih dari ini. Sosok Rei jauh lebih polos dari apa yang ia bayangkan.
"Kita ke mall saja, ucap Nara lagi. Maaf, aku bercanda terus. Habisnya kamu menggemaskan sih.."
Rei bersungut-sungut saat ia menyadari telah di kerjain oleh Nara. Mobil itupun kini melaju dengan baik menuju mall. Hingga mereka akhirnya tiba di mall tersebut dengan suasana hati Rei yang campur aduk.
"Maaf Rei, kamu masih marah?"
"Hmm.. Nanti aku traktir makan deh."
"Habisnya kamu menggemaskan sekali. Aku jadi tidak bisa berhenti menggoda kamu," bujuk Nara pada Rei. Saat mobil mereka baru saja tiba di parkiran mall tersebut.
Rei melepas sabuk pengamannya itu kini cemberut dengan jelas. Pipinya mengembung dengan bibirnya yang mengkerut kecil dan keningnya yang kusut.
Kali ini Nara yang balik membujuk Rei. Meski sebenarnya ia masih tidak tahan melihat wajah cemberut Rei yang jauh lebih menggemaskan.
"Jangan cemberut gitu dong.. Aku, kan, jadi ingin men-ciu .... ...."
Ucapan Nara terpotong, selain karena ia terkejut akan ucapannya. Kali ini, Rei yang tiba-tiba membukakan sabuk pengaman dari kursi Nara itu tepat berada di depannya.
Jarak pandangan mereka begitu dekat. 1 mm saja hingga hidung mereka bersentuhan.
Deg ....