2 tahun kemudian
Tanpa terasa waktu terus berlalu, musim telah berganti, hari ini adalah hari kebebasan yang telah di nantikan Valencia. Setelah 19 bulan ia mendekam di dalam penjara dan tidak lagi melihat dunia di balik tembok penjara. Mei teman satu sel tahanan di penjara Silverwater Correctional Complex menyambut dengan suka cita akhirnya Valencia bebas.
"Valen, kamu harus sukses. Kamu jangan pernah kembali lagi ke dalam penjara, jalani hidupmu dengan baik." Mei memberikan nasehat pada Valencia.
"Iya Mei. Terima kasih banget selalu menemaiku, menjagaku di penjara ini," ujar Valencia.
"Tidak usah berterima kasih, memang sudah tugasku."
"Tugasmu? Apa maksudmu Mei?"
"I–itu tu–gasku sebagai temanmu selama di penjara. Sesama napi kan kita harus saling menjaga dan melindungi."
"Eh iya kamu benar. Kita harus saling menjaga," ujar Valencia dengan sangat bersyukur.
"Setelah ini kamu mau ngapain?" tanya Mei.
"Aku mau ke rumah Liam, Mama ku bersama Liam. Ia selama ini merawat Mama."
"Benarkah? Syukurlah kalau Mamamu di rawat oleh orang tepat."
"Iya Mei. Ternyata masih ada orang yang baik pada keluargaku walau Papaku sudah meninggal dan bangkrut."
"Jangam bersedih. Kamu setelah keluar dari penjara harus kuat dalam menghadapi semua masalah. Aku yakin kamu pasti bisa," ujar Mei memberi semangat.
Maafkan aku Valen, kamu gadis baik. Aku sudah menjalankan tugasku menjagamu selama ini di penjara. Tuan Alaskar membayarku untuk melakukan ini semua entah apa alasannya melindungi pembunuh anaknya. Semoga nasibmu beruntung Valen. Mei berkata dalam batinnya.
Valencia bersiap - siap menunggu sipir membawanya keluar sel. Ia sangat bahagia akhirnya masa hukumannya sudah selesai, walau selama di penjara tidak ada satu pun keluarga yang menjenguknya, tapi ia tak putus asa. Ia mengerti dengan keadaannya sendiri.
Sementara itu Kenneth dengan tatapan mata yang penuh dendam sangat menantikan kebebasan Valencia. Ia sudah menantikan selama 1 tahun 7 bulan kebebasan gadis itu, menyiapkan dan menyusun rencana sebagaimana rapinya untuk membalaskan dendamnya yang sudah mendarah daging.
Kenneth memajang semua foto Valencia di ruang kerjanya. Ia sangat marah saat melihat foto gadis itu, jika merasakan rindu dan terpuruk atas meninggalnya Angela ia melihat foto Valencia. Hanya dengan melihat foto gadis itu hidupnya menjadi bersemangat. Valencia berhasil membuatnya menjalani hidup dengan penuh dendam.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, ia melihat dengan kesal ke arah pintu. Ia yakin itu Hans yang ingin melaporkan tentang Valencia.
"Masuk," ujar Kenneth dingin.
"Maaf Pak. Nanti siang Nona Jesslyn keluar dari penjara."
"Sudah kamu siapkan semuanya?"
"Sudah Pak."
"Bagus. Jalankan semuanya sesuai rencana dan buat yang rapi. Aku tidak ingin pihak kepolisian mengetahui semua ini. Aku tidak mau keluargaku dan media mengetahuinya."
"Baik Pak."
Kenneth menyunggingkan bibirnya, ia yakin rencana yang sudah direncanakan ini berjalan sesuai dengan yang ia perintahkan. Sekarang saatnya gadis itu merasakan neraka dunia.
Hari semakin siang, Valencia sudah berada di pintu gerbang penjara. Ia akhirnya benar - benar bebas, ia menghirup udara di luar penjara dengan wajah bahagia. Senyuman terus mengembang di wajahnya, tapi ia juga merasa sedih. Tak ada satupun keluarga yang menjemputnya, bahkan Liam pun tak ada di sana.
"Aku harus bagaimana ya? Uang aku hanya punya 500 dollar hasil aku bekerja selama di penjara," ujarnya gusar.
"Apa aku mencari taksi lalu ke rumah Liam ya, mungkin Liam tidak dapat menjemputku karena ngurus Mama."
"Aku harus berpikiran positif. Aku harus bisa menjalani semuanya. Aku tidal boleh menyerah, semangat untuk diriku sendiri," ujar Valencia berbicara dan memberi semangat pada dirinya sendiri.
Valencia berjalan dengan santai menjauhi penjara sambil matanya mencari taksi. Ia sudah berjalan selama 30 menit, tapi belum menemukan satupun taksi yang lewat.
"Kemana sih ini taksi. Biasanya di pilem - pilem yang biasa aku tonton banyak taksi yang lewat dekat penjara atau minimal ojek lah, tapi ini kok ga ada sih! Pilem - pilem itu membodohi aku! Aku kesaaaal," teriaknya sendirian di pinggir jalan.
"Lanjut lagi, jangan menyerah Valen! Kamu pasti bisa."
Baru beberapa langkah, ia melihat sebuah taksi lewat di hadapannya. Ia segera mengejar taksi itu.
"Taksi... taksi berhenti," teriaknya sambil berlari mengejar taksi. Ia terus mengejar taksi secepat mungkin mumpu ada yang lewat.
Tiba - tiba taksi berhenti dan mundur kearahnya. Valencia merasa sangat senang, akhirnya setelah berjalan cukup jauh akhirnya ada taksi yang lewat. Taksi membuka jendela mobil.
"Mau kemana Bu?" tanya supir taksi.
"Aku... aku mau ke Sydney," ujar Valencia dengan napas terengah - engah.
"Naik saja, saya juga mau ke Sydney."
Valencia duduk dengan tenang di kursi belakang taksi. Ia mengatur napasnya berulang kali, ia sangat kelelahan.
"Capek Bu?" tanya supir taksi.
"Iya Pak. Bagaimana saya tidak capek, saya berlari mengejar taksi Anda sampai ngos - ngosan," keluhnya.
"Itung - itung olah raga Bu."
"Iya Pak. Saya itu rajin olah raga, tapi bukan olah raga ngejar taksi Pak."
"Sesekali Bu. Biar beda gitu, Bu di jog belakang saya ada air mineral kalau Ibu haus minum saja."
"Wah benarkah Pak? Anda baik sekali Pak, tahu saja saya butuh air."
Valencia tanpa ragu membuka air mineral, walau air tersebut terasa sedikit pahit, tapi ia mengindahkannya. Rasa haus harus terlebih dahulu ia hilangkan, ia sangat kehausan dan langsung meneguk air itu sampai habis separuh.
"Udah enak Bu?" tanya supir taksi lagi.
"Udah Pak. Terima kasih banyak yaa Pak."
"Sama - sama Bu."
"Oh iya Pak berapa lama kita sampai di Sydney?"
"Kurang lebih dua jam Bu."
"Apa! 2 jam, Serius Pak?"
"Serius Bu."
"Berapa ongkos taksi yang harus saya bayar ini, Pak?" tanya Valencia dengan gusar.
"Nanti tarif flat aja Bu, bisa di atur itu. Saya juga sekalian balik kok Bu abis antar penumpang, hanya untung - untungan saja saya dapat penumpang kembali ke Sydney."
"Terima kasih Pak."
Tiba - tiba kepala Valencia terasa pusing, beberapa kali ia mengkerjapkan matanya. Matanya terasa berat, pandangannya mengabur, ia berusaha untuk membuka matanya. Mengambil air dari botol air mineral di tangan lalu membasuh mukanya.
"Bu, Anda kenapa kok jadi aneh?" tanya supir taksi.
"Sa–saya kenapa tiba - tiba jadi mengantuk ya," keluh Valencia.
"Tidur saja dulu Bu, masih lama juga kita sampai ke Sydney."
Mata Valencia terasa semakin berat, berkali - kali ia mencoba untuk tetap dalam keadaam sadar, tapi matanya semakin lama semakin menutup, tubuhnya seakan melemah. Tak lama ia menutup matanya, tubuhnya terjatuh di kursi belakang taksi, air dari botol mineral yang belum sempat ia tutup jadi terjatuh membasahi lantai taksi. Valencia tertidur di kursi belakang
Supir taksi menyunggingkan bibirnya, rencananya berhasil membuat Valencia tak sadarkan diri lalu menghubungi Hans.
"Bagaimana?" tanya Hans tanpa basa - basi.
"Sesuai perintah Anda. Gadis ini sekarang tidur nyenyak di kursi belakang."
"Bagus. Bawa ia segera ke Villa Violet."
"Baik Pak Hans."
Supir taksi itu ternyata bukan supir taksi biasa, tapi salah satu bodyguard Kenneth. Ia memberhentikan taksi di salah satu rumah makan sederhana yang tidak ada cctvnya. Sudah ada mobil sedan mewah berwarna hitam menunggu di sana. Valencia dipindahkan ke dalam mobil sedan tersebut dan membawanya ke Villa Violet.