42. Sebuah Keputusan

1185 Words

Alena tidak berhenti merutuki dirinya sendiri sejak bangun tadi. Lagi-lagi ia terlambat bangun padahal hari ini adalah hari pertama ujian. Ketika ia turun, rumahnya sudah kosong. Papanya berangkat lebih dulu karena harus meninjau ke lapangan. Meski begitu, papa sudah menyiapkan bekal berisi roti dengan selai stroberi untuk Alena sarapan. Setelah memasukkan bekal ke dalam tas, Alena segera berangkat. Namun, alangkah terkejutnya ia saat membuka pintu pagar. Riga—dengan motornya yang sepertinya baru dicuci—sudah menunggu di depan rumahnya. Alih-alih bertanya ‘sejak kapan laki-laki itu ada di sini?’ justru yang keluar dari mulut Alena adalah “Lo ngapain di sini?” “Jemput lo, ngapain lagi? Buruan naik,” perintah Riga seraya menoleh pada jok belakangnya yang kosong. “Malah diam, lo mau kita

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD