Waiting for…

1342 Words
"Arash nelepon gue dari semalam, nomor lo enggak aktif?" tanya Beni saat tiba di kamar Ara. Ara dan Arash tinggal di perumahan elit, di mana tetangga-tetangga mereka tak pernah notice akan keberadaan mereka di sana. Buktinya, hampir 4 tahun tinggal di sini, media tak dapat mengendus perihal dirinya yang telah menikah dan tinggal dengan semua di perumahan ini. Mungkin ada yang tahu, seperti Pak RT atau lainnya, namun mereka memilih untuk bungkam. Tidak ikut campur mengurusi urusan orang. "Dia bilang apa?" "Nanyain lo apa udah nyampe rumah atau belum?" Ara terkekeh sinis. "Nelepon lo jam berapa emangnya? Lo aja pulang dari rumah gue jam setengah 11 malam. HP baru gue matiin pas lo udah pulang. Kelamaan banget mastiin keberadaan gue lewat dari jam segitu. Sedangkan gue entah dari kapan tahu keluar dari unitnya." "Lewat sedikit dari itu lah, pas gue udah di dalam taksi online." "Terus, ngomong apa lagi lagi dia?" "Nggak ada, cuma itu aja. Cuma tadi pagi nelepon gue lagi, minta gue nyampein ke elo buat aktifin HP lo. Katanya nanti mau nelepon lo kira-kita jam 11-an." Ara bergumam malas. Ara terkadang jengah menghadapi lelaki itu. Lalu, nanti akan terlena kembali akan perlakuan Arash terhadapnya. Selain Beni, Ara hanya mempunyai Arash yang tetap berada di sisinya dalam keadaan apa pun, walau dirinya sering diomeli lelaki itu. Arash itu seperti menarik ulur Ara. Dan satu hal lagi yang membuat Ara tidak bisa memutuskan hubungannya begitu saja dengan Arash selain rasa cinta yang dimilikinya terhadap lelaki itu, yaitu sang papa yang menekannya tidak boleh sampai berpisah dengan Arash. Menantunya itu dianggap sebagai anak emas oleh papanya Ara. Bahkan, Ara pernah bercerita kepada mamanya mengenai sikap buruk Arash dan keluarga lelaki itu, papanya yang mendengar langsung memarahi Ara. Beni tak mambahas Arash lagi. Dia mulai beralih pada Leo yang semalam mereka kenal. Dari semalam hingga datang lagi hari ini, Ara pusing mendengar Beni yang terus saja membicarakan sosok lelaki bernama Leo tersebut. Di dalam hatinya, Ara mengakui jika lelaki bernama Leo itu memang mempunyai paras yang tampan seperti keturunan bule. Hanya saja, seperti lawan mainnya di seri, Leo tak tampak spesial di matanya. Ara adalah perempuan bersuami. Walau banyak godaan di luar sana, dia tetap setia pada pasangannya. "Gantengnya nggak ngotak, Ra. Gue nge-fans sama dia." Ara merotasi matanya, sama sekali tak tertarik dengan lelaki mana pun kecuali sang suami. Ara adalah tipe perempuan yang setia, harusnya Arash bersyukur memiliki istri seperti Ara. Hanya saja, media tidak tahu sifat Ara sebenarnya. Yang orang-orang tahu adalah skandal buruk Ara. Ara yang penggoda, Ara yang sering mengunjungi club malam, dan banyak lagi gosip buruk lainnya tentagnya. Beni satu-satunya orang yang tahu tentang hubungan Ara dan Arash, selain keluarga intinya dan Arash. Beni ini anti Arash. Dia sering meledek Ara kenapa masih saja mau bertahan dengan lelaki yang merupakan seorang CEO itu. "Banyak yang lebih dari Arash itu, Ra. Pakai jampi-jampi apa sih, dia? Lo deserve beterr, tahu nggak?!Masih aja bertahan sama laki nggak jelas kayak gitu." Mulut Beni yang sering pedas jika membahas soal Arash. "Coba aja kalau lo belum menikah, ya? Boleh juga sama itu CEO." "Mulai." Beni sering menyarankan Ara sebuah saran sesat. Meminta Ara untuk menjalin hubungan dengan lelaki lain karena lelaki itu begitu muak melihat tingkah Arash dan keluarganya yang akhir-akhir ini selalu menekan Ara. Hal itu disebabkan oleh Ara yang tak kunjung memberikan mereka cucu. Beni greget, Ara itu subur dan tak ada masalah kesehatan apa pun. Tak tahu dengan Arash, lelaki itu katanya juga sehat. Entah lah, pasalnya Ara dan Arash melakukan tes kesehatan secara terpisah. *** Leo tahu, Ara selalu menyukai puisi yang ditulis olehnya dan ditempel di Mading. Leo selalu menuliskan puisi-puisi itu untuk Ara hampir setiap harinya. Dan hari ini dari arah perpustakaan, Leo dapat melihat Ara yang sedang berdiri di depan mading. Tak lama, tampak perempuan itu mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kepada tulisan yang ada di hadapannya. Setelah itu, Leo melihat Ara berbalik badan sambil senyum-senyum. Leo pun ikut tersenyum melihatnya. Leo yakin jika nanti di media sosial miliknya, Ara suka mengutik bait puisi ciptaan Leo. Senyum Leo terbit hanya sesaat, di kala lelaki itu menyadari seorang siswa lain yang menghampiri Ara dan merangkul bahu perempuan itu. Seorang lelaki yang cukup terkenal di sekolahnya—di mana lelaki tersebut merupakan kapten basket. Lelaki yang tampan, pintar dan juga merupakan anak donatur tetap sekolah ini. Leo merasa tidak ada apa-apanya jika dibanding lelaki itu walau dirinya berasal dari keluarga berada juga. Leo yang sering tidak percaya diri karena dia adalah seorang anak yatim yang dibesarkan oleh om dan istrinya. Kasih sayang dari papa dan mama angkatnya tentu saja tidak kekurangan bagi Leo. Hanya saja, terkadang dia merasa tidak percaya diri atau melihat temannya yang masih mempunyai kedua orang tua yang lengkap. Hingga untuk menunjukkan rasa suka pada perempuan yang disukai pun, Leo tak berani. Pernah waku SMP Leo diledeki oleh temannya, entah dari mana temannya tersebut tahu mengenai statusnya yang bukan merupaka anak kandung dari Ervan dan Anita. Padahal, Leo sudah sekolah di tempat yang elit kala itu, namun tetap saja ada orang yang memandang rendah dirinya. Leo menghela napas saat mengingat sekilas kenangan tentang masa sekolah dulu. Ara yang merupakan adik kelasnya yang baru masuk ketika dia naik ke kelas 3, perempuan itu menyita perhatiannya. Leo jatuh cinta pada pandangan pertama kepada seorang Arabella yang datang terlambat saat MOS. Perempuan itu menjadi pusat perhatian beberapa kelas, termasuk Leo di dalamnya. Hanya saja, waktu itu Leo hanya sekedar panitia biasa saja, bukan panitia inti. Dirinya yang menggunakan kacamata di saat SMA, tak begitu menarik perhatian banyak siswi. Ada banyak yang lebih tampan, lebih segalanya dari Leo di sekolah tersebut. Ara waktu sekolah dulu terkenal bukan karena parasnya yang cantik saja. Selain itu, Ara dikenal sebagai sosok yang baik hati, ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Ara tidak pernah terlibat masalah di sekolah, semua baik-baik saja seingat Leo. Siapa sangka, beberapa tahun kemudian saat Leo tahu jika Ara menjadi seorang artis, perempuan itu tampak berbeda dari yang dulu. Banyak isu miring yang menerpanya. Selama ini Leo berusaha menampik berbagai isu miring yang menimpa Ara. Dan semalam, setelah berinteraksi singkat dengan perempuan itu, Leo pikir jika Ara sama seperti dugaannya. Terlihat dari bagaimana gestur tubuh perempuan itu yang kurang nyaman di saat mengenal seorang lelaki. Leo meraih ponselnya. Minggu pagi ini setelah melakukan olahraga di ruangan gym di dalam unit apartemen miliknya, Leo tidak akan ke mana-mana. Dia akan isitirahat saja karena besok akan mulai bekerja—menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bekerja. Dengan ponsel di tangannya, Leo membuka aplikasi i********:. Llau, tangannya bergulir dan sebuah akun yang sering di stalking olehnya. Setelah menimang-nimang cukup lama, Leo mengirimkan pesan kepada akun tersebut. Akun yang tak lain adalah milik Arabella. Leo punya alasan buat menghubungi perempuan itu. Leo ingin memastikan bagaimana keadaan kakinya. Modus terselubung. Sebenarnya, dari semalam sang manajer artis itu telah memberikan nomor ponsel padanya melalui DM. Hanya saja, Leo bergidik ngeri membayangkan akan berkomunikasi dengan lelaki berparas kemayu itu. Nanti jika ada perihal kerja sama, Leo akan meminta PA di kantornya untuk menghubungi lelaki jadi-jadian bernama Beni itu. Hai, ini saya Leo Yang semalam nggak sengaja tabrakan sama kamu Gimana, apa kaki kamu udah sembuh? Leo menunggu beberapa saat, tak ada balasan pesan dari perempuan itu. Leo tersenyum kecut, memangnya dia sepenting itu untu dibalas pesannya oleh seorang Arabella? Pastinya ada banyak DM yang masuk ke akun perempuan itu. Leo meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu meraih handuk menuju kamar mandi. Pada siang hari, Leo mengecek akun instagramnya kembali. Masih sedikit berharap jika Ara membalas pesannya. Namun, tidak ada. Hanya pesan dari beberapa perempuan yang sama sekali tak pernah Leo tanggapi. Baik itu teman kuliahnya atau perempuan lain yang tidak dikenal. Ketika hendak menaruh ponselnya, seulas senyuman terbit di bibir Leo ketika melihat notifikasi pesan masuk serta akun yang mengirimkan pesan itu follow back akunnya. Hanya dengan begitu saja, Leo langsung sumringah. "Yess!!" Leo seperti seorang remaja yang sedang kasmaran ketika pesannya dibalas oleh sang gebetan. Leo segera mengetik balasan pesan kepada Ara. Pereempuan itu mengatakan jika keadaan kakinya sudah lebih baik dibandingkan semalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD