When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Di kediaman Dewangga seperti biasa laki-laki paruh baya yang merupakan ayah dari Artha itu sedang melakukan aktivitas makan malam bersama istrinya di meja makan besar mereka sepulang dari bekerja. Namun entah kenapa laki-laki itu tampak pendiam sekali sedari kemarin malam hingga malam ini. Suasana makan yang biasanya di isi oleh bincang-bincang kecilnya, candaannya atau menceritakan hari-hari mereka kali ini tidak terdengar. Hanya suara Delin yang berisik disana menawarkan makanan kepada Ristra yang tampak murung kurang sehat itu. “Kamu maunya makan apa, nak? Mama khawatir dari kemarin makan kamu sedikit sekali.” Kata Delin mengusap punggung Ristra. Sungguh Dewangga muak mendengar itu, dia belum punya kesempatan untuk membuka semua yang akhirnya dia ketahui dari orang yang paling dek