CASE II : MAN-EATER

1761 Words
Kau tahu? Makanan favoritku adalah yang mengandung lemak tinggi, contohnya otak manusia -Ed Zimu- *** "Selamat pagi, Sir." Mater dan Mortis memberikan penghormatan kepada sosok pria yang ada di depan mereka saat ini. Dia adalah Baron Prudens, Jenderal Besar Kepolisian Pusat yang sekaligus merupakan atasan dari Mater. "Mater, Mortis." Suaranya yang sangat dalam sanggup membuat Mater yang dianggap sebagai sebagai Shinigami oleh para kriminal sedikit menegang. Baron yang sedari tadi berdiri membelakangi mereka berdua, kini berbalik dan berjalan mendekati Mater yang berdiri tegap dengan tangan dilipat ke belakang. Pria itu berhenti tepat di hadapan Mater dan memberikan tatapan tajam yang sangat mengintimidasi. Ia mendekat ke arah Mater dan mencengkeram kerah bajunya hingga tubuh Mater sedikit terangkat ke atas. Bugh! Satu pukulan berhasil melayang dengan mulus tepat menuju abdomen milik Mater. Mortis yang melihat itu hanya melirik sekilas ke arah Mater yang sedang memegangi perutnya. Ia tidak ingin bertindak banyak mengingat wajah tak mengenakkan ditunjukkan oleh Baron ketikan mereka berdua saling berhadapan. "Ugh!" erangan tertahan keluar dari mulut Mater. "Jangan jadi pria lemah, Mater! Itu hanya satu pukulan kecil yang bahkan seorang preman pun tidak akan merasakan efeknya sama sekali!" ucap Baron dengan nada tinggi dan suara beratnya. Ia melepas cengkeramannya kembali ke tempat duduknya sembari mengamati Mater yang masih memegangi perutnya. "Sudah kukatakan jangan jadi pria lemah!" bentaknya. "Itu adalah hukuman karena kau bahkan tidak mendapatkan informasi yang berguna dan malah membunuhnya. Kau seharusnya tahu, untuk menangkap b******n licin seperti dia kita harus mengeluarkan banyak tenaga, dan kau berhasil menyianyiakan usaha itu dengan sekali tembakan tepat menuju batang otaknya," lanjutnya sembari memijat pelipisnya. Baron merasa kesal dengan tindakan Mater beberapa waktu lalu yang tanpa pikir panjang mematikan salah satu sumber informasi yang bisa digunakan untuk mengungkap kejahatan gembong kriminal terbesar, Criminal City. "Maaf, Sir. Saya merasa geram dengan tingkahnya dan saya memang berpikir tidak ada gunanya membiarkan dia hidup karena informasi yang dia berikan tidak lebih hanya bualan." Mater membungkukkan badannya sebagai bentuk permintaan maaf dan memberikan penjelasan mengenai alasannya membunuh Vascow saat itu. Baron hanya menggelengkan kepalanya sebagai bentuk tanggapan atas pernyataan Mater. Ia sedikit menyetujui pernyataan Mater bahwa sangat tidak pantas membiarkan orang gila itu tetap menikmati kehidupan walaupun harus di penjara. Kematian adalah yang paling tepat untuk orang gila seperti dia. "Baiklah, baiklah. Tidak ada gunanya mempermasalahkan kejadian yang sudah berlalu. Sekarang, coba kau baca berkas kasus ini dan selesaikan seperti biasanya," ucapnya sembari melemparkan sebuah berkas kasus ke tubuh Mater. Mater menangkap berkas tersebut dan memberikan kode untuk Mortis mendekat ke arahnya. Mereka berdua melihat dan membaca berkas yang diterimanya. "Sepertinya kita lagi-lagi harus berurusan dengan psikopat gila, Sir," gumam Mortis di samping Mater. Mater terkejut dengan kalimat yang diucapkan okeh wakilnya itu. Sangat jarang wakilnya menyebutnya Sir bahkan dalam misi sekalipun. "Mort, apakah kepalamu terbentur? Atau kau belum lama ini bertemu dengan penciptamu? Jarang sekali mendengarmu menghormatiku dan itu membuatku sedikit khawatir kalau kau terkena masalah," ucapnya dengan nada khawatir yang dibuat-buat dan tangannya ia tempelkan di dahi milik Mortis. Ia bermaksud untuk mengecek apakah ada kelainan di kepala Mortis yang membuat makhluk yang tidak tahu sopan santun kepada dirinya ini tiba-tiba berubah kepribadian. Seolah, ada alter ego baik yang mendekam di dalam tubuh Mortis. Merasa risih, dengan segera ia menampik tangan atasannya itu seraya mengatakan sebuah kalimat dengan tegas, "Berhentilah! Aku bukan anak kecil. Ini kulakukan hanya ketika ada Sir Baron, Old Man!" Mater kembali menunjukkan eskpresi tidak sukanya dengan perubahan sikap Mortis. Baron hanya membiarkan kelakuan mereka berdua itu. Ia tidak ingin ambil peran di tengah-tengah pertengkaran dingin mereka. "Mater, Mortis. Datangi alamat yang ada pada berkas itu. Dapatkan informasi sebanyak mungkin darinya dan setelah itu kalian bebas bermain-main dengannya," perintah Baron kepada mereka berdua. "Jangan pernah membawanya ke markas jika kalian hanya ingin mengeksekusinya. Aku tidak ingin ruangan interogasi menjadi kotor karena darah busuk para kriminal," lanjutnya sebelum akhirnya membiarkan mereka segera menjalankan misinya. Mater dan Mortis memberikan penghormatannya kemudian melangkahkan kaki keluar dari ruangan dan segera menuju ke lokasi yang disebuatkan pada berkas. *** "Apakah semua psikopat tinggal di tempat yang horor seperti ini?" tanya Mortis ketika melihat sebuah rumah tua yang dipenuhi ilalang dan tanaman merambat pada dinding temboknya. "Lebih baik simpan pertanyaanmu itu untuk orang yang ada di dalam sana, jangan tanyakan padaku," balas Mater. Saat ini mereka berada di lokasi yang ditunjuk pada pada alamat yang tertera dalam berkas. Alamat itu merujuk pada sebuah rumah tua dengan kesan horor yang tampak ketika pertama kali melihat kondisi dari bangunan itu. Mereka berjalan menuju bangunan tersebut dan mencoba berkeliling disekitarnya. Entah apa yang mereka cari namun mereka berharap bahwa ada sesuatu seperti sebuah petunjuk yang mengarahkan mereka pada sebuah informasi tentang keterlibatan Criminal City. "Berhentilah bertingkah seperti anjing pelacak dan langsung masuk saja ke bangunan ini," ucap Mortis tak kala melihat atasannya itu berusaha mengendus beberapa jejak darah yang ada di sekitar bangunan itu. "Kau benar. Tidak ada gunanya kita mencari di sekitar sini." Mater kemudian berjalan menuju pintu depan dari rumah tersebut dan meninggalkan Mortis yang masih memperhatikan jejak darah yang sempat membuat atasannya itu penasaran. Mereka berdua membuka pintu itu yang ternyata tidak di kunci dan berjalan perlahan memasukinya. Suasana di dalamnya sedikit gelap karena hanya ada beberapa cahaya matahari yang berhasil masuk melalui lubang-lubang ventilasi. "Baiklah, Mort. Temukan segala hal yang menurutmu bisa memberikan kita informasi dan jangan lupakan juga tujuan utama kita yaitu menangkap b******n yang meninggali rumah hantu ini," perintah Mater pada Mortis. Mortis mengangguk dan segera mereka berdua berpencar untuk mencari informasi serta keberadaan target mereka. Mereka berdua mengamati–lebih tepatnya mengobrak-abrik–benda-benda yang ada pada rumah tersebut. Hingga akhirnya Mortis menemukan sebuah topeng dengan simbol tercetak pada permukaannya. "Hei, orang tua. Kemarilah," titah Mortis pada atasannya itu. "Lihatlah, aku menemukannya terjatuh di dekat meja." Mortis memberikan barang yang ia temukan pada Mater. Mater memperhatikan topeng yang diberikan oleh wakilnya itu. Terdapat sebuah lambang mata persis seperti lambang One Eye miliknya namun memiliki warna merah darah dan juga huruf R merah besar yang tercetak pada topeng berwarna hitam tersebut. Mortis kembali melakukan pencariannya meninggalkan Mater yang masih mencoba mencari petunjuk yang mungkin ada pada topeng tersebut. Ia menemukan sebuah lemari kayu usang yang terselimuti oleh sebuah kain putih berdebu. Ia mencoba membuka lemari tersebut untuk melihat isi yang ada di dalamnya. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat yang menjadi isi dari lemari tersebut adalah beberapa tengkorak kepala manusia dengan label nama yang tertempel pada masing-masing tatakan tempat tengkorak itu diletakkan. "Mater, b******n ini sepertinya memiliki fetish yang serupa dengan b******n Vascow. Namun kali ini dia mengoleksi beberapa makanan anjing," ucapnya seraya mengangkat salah satu tengkorak dengan tangannya. Mater melihat ke arah Mortis dan terkejut dengan kelakuan wakilnya itu. Ia segera menyuruh Mortis untuk meletakkan kembali tengkorak yang ia angkat, "Hoi, astaga b******n kecil ini! Kembalikan itu ke tempatnya sebelum roh dari pemilik tengkorak itu marah dan menghantui kita!" Mortis keheranan dengan perkataan Mater barusan. "Kau percaya itu?" "Tentu saja! Setidaknya kita harus menghormati arwahnya supaya dia bisa istirahat dengan tenang!" Mortis menuruti perkataan Mater dan mengembalikan tengkorak yang ia pegang. Ia kembali menutup lemari tersebut dan berjalan menuju tempat Mater berada. Beberapa langkah kaki ia gerakkan sebelum akhirnya Mortis dan Mater mendengar suara entah dari mana asalnya. Dak! Dak! Dak! Mereka berdua terdiam dan mencoba mendengarkan suara itu lagi untuk mencari sumbernya. Dak! Dak! Dak! Suara itu terdengar lagi dan segera mereka berdua berjalan mendekati sumber suaranya. Mereka berdua berhenti di depan sebuah pintu ruangan yang mereka yakini itu adalah tempat sumber suara aneh tadi. Tanpa permisi dan menghiraukan etikanya, Mater menendang pintu tersebut dengan keras hingga merusak engsel pintunya dan pintu itu terjatuh, menampakkan ruangan yang berwarna merah. Dak! Dak! Dak! Mereka berjalan masuk ke ruangan tersebut dan melihat banyak sekali mayat manusia dengan kondisi tanpa busana dan sudah tak memiliki organ utuh. Mayat-mayat itu digantung di langit-langit ruangan dengan posisi terbalik dan terikat mulai dari tangan hingga kaki. Mereka juga menemukan biang dari suara yang mereka dengar, yaitu berasal dari suara hantaman pisau daging yang sedang mencincang sebuah kaki manusia menjadi beberapa potongan daging kecil. Tentu saja pisau itu digerakkan oleh seorang pria yang merupakan target misi mereka kali ini, seorang pembunuh sekaligus kanibal yang gemar mengoleksi tengkorak para korbannya. Itu yang tertulis pada berkas yang mereka baca. "Permisi, Tuan," sapa Mater santun pada sosok Man-Eater di hadapannya. Kira-kira, saat ini Mater dan Mortis berjarak sekitar 5 meter dari monster itu. Merasa ada orang yang menyapanya, pria itu hanya melirik sekilas ke arah mereka berdua dan selanjutnya kembali melanjutkan adegan mencincangnya. Mater kembali berbicara sembari mengeluarkan sebuah surat perintah penangkapan dan menunjukkannya, "Baiklah, aku akan menjalankannya sesuai prosedur. Ed Zimu, Anda akan ditahan atas tindakan kriminal tingkat tinggi yaitu menghilangkan beberapa nyawa manusia terlepas dari motif yang Anda miliki. Mohon kerja samanya dan jangan—" Belum sempat Mater menyelesaikan kalimatnya, Mortis dengan tanpa dosa melemparkan sebuah pisau militernya ke arah Ed namun pisau itu mengarah tepat di samping kepalanya dan menancap pada dinding dibelakangnya. Melihat itu, Mater memarahi Mortis atas tindakannya, "Hei, Mortis! Kali ini saja tolong tunjukkan sopan santunmu pada dua orang yang lebih tua darimu ini!" "Cukup omong kosongmu tentang sopan santun ketika tindakanmu tadi dengan masuk ke rumah ini tanpa permisi, dan menendang pintu ruangan ini bukan mengetuknya sangat bertentangan dengan ideologimu tentang sopan santun!" bentaknya kembali pada atasannya itu. Mereka saling beradu tatapan hingga mereka berdua tidak sadar bahwa pisau yang tadi digunakan Mortis kembali melayang ke arah mereka berdua. Untung saja mereka berdua memiliki reflek yang bagus sehingga pisau itu hanya mengenai surat perintah yang dipegang oleh Mater yang saat ini menancap pada dinding di belakangnya. Mortis segera bersiap dan mengeluarkan sebuah pistol yang ia arahkan pada Ed yang tetap melakukan kegiatannya. "Wow! Sepertinya kau marah karena surat penangkapan tadi berisi pernyataan yang salah. Seharusnya bukan tindakan pembunuhan, tapi tindakan pembunuhan dan juga seorang kanibal," ucap Mater sambil berjalan ke arah Ed. Mater berhenti tepat dihadapan Ed diikuti Mortis dibelakangnya yang sudah sigap dengan pistol ditangannya. Mater menatap pria itu kemudian mencekal tangan kanan pria itu yang memegang sebuah pisau daging dan menancapkan sebuah pisau di tangan satunya dari si pria hingga menancap pada meja di depannya. "Sepertinya, kita akan sedikit berolahraga hingga mengeluarkan sedikit darah, Ed," ucapnya. Kali ini nada penuh penekanan keluar dari mulut Mater diikuti senyuman mengerikan dan tatapan bengis seperti singa yang siap bertarung dengan singa lainnya. Menahan rasa sakit yang ia rasakan di tangan kirinya, Ed meringis dan menunjukkan senyum yang tak kalah mengerikan dari Mater. Benar-benar mencirikan seorang psikopat sakit yang bahkan tidak mempedulikan keadaannya sendiri. "Ah, sepertinya aku akan mendapatkan dua buah otak segar dengan penuh lemak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD