Chapter 22

981 Words
Happy reading. Jangan lupa taps love nya ya... Kuy.... semoga suka... ___ "Arkan." "Iya Ma. Mama butuh sesuatu?" Wanita paruh baya di atas brankar menggeleng pelan. Ia menoleh kearah jendela dimana hari sudah makin gelap. Kini ia hanya berdua saja dengan Arkan Pramudya Angkasa putranya. Josh dan Nayla sudah pulang. Anak laki-lakinya akan menginap mengantikn Josh suaminya. "Mama ingin pulang Arkan." Celetuk beliau tiba-tiba. Hah. "Mama ngomong apa tadi." "Mama mau pulang Nak. Mama tidak mau terapi. Mama ingin pulang." Dahi Arkan mengerenyit dalam, "Ma. Tapi Mama masih harus melakukan test lainnya." "Test. Test apa lagi. Mama ini lumpuh. Mama lumpuh Arkan." Deg. Mata Arkan terbelalak lebar, "Mama--". "Mama sudah tahu. Mama lumpuh Nak. Mama hanya ingin pulang. Mama mohon." Potong Anita mengiba. Wajah tegang dan kaget tampak jelas terlihat kepada laki-laki berusia hampir 23 tahunan tersebut. Ia tampaknya benar-benar sangat terkejut. Mama sudah tahu. Pikirnya dalam hati. Kini Anita ibu tirinya itu sudah mengetahui apa yang ia bicarakan dengan ayahnya beberapa jam lalu. Dan Arkan justru di buat ragu sekarang untuk mengambil keputusan. "Ma." Arkan menggenggam telapak tangan Anita lembut, menatap lamat wajah ibunya dari atas motor. "Mama pasti sembuh. Arkan akan lakuin apapun untuk kesembuhan Mama." "Tidak Nak." Tolak beliau menggelenh mmg tegas. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Ma." "Arkan Mama benar-benar hanya ingin pulang. Mama tidak mau lagi di rumah sakit. Mama... Mama merasa sesak disini." "Ma. Jangan seperti ini." Ucap Arkan lembut mencoba memberi pengertian. "Kaki Mama sudah cacat Arkan. Mama lumpuh. Mama lumpuh. Apa kamu tidak dengar." Histeris Anita membuat Arkan seketika memeluk tubuh ibunya yang terlihat terguncang dengan raut nanar. "Mama." "Mama lumpuh Nak. Maafkan Mama Arkan." "Arkan sayang Mama. Mama pasti sembuh. Arkan janji." Ujar lelaki itu tegas. Mama pasti sembuh. Batinnya bertekad. ___ Silau Matahari masuk di sela-sela gorden kamar tersebut, berhasil mengusik sosok yang ada di atas tempat tidur. Tubuh itu menggeliat terusik, pergerakannya membuat sosok bertelanjang d**a di sampingnya ikut terusik tidak suka. Sosok itu akhirnya membalikkan badannya membelakangi tubuh lain di atas tempat tidur berukuran king size tersebut. Suara lenguhan kecil terdengar setelahnya, kelopak mata yang tadi tertutup rapat mulai terbuka mengerjap dan seketika terbelalak lebar melihat punggung polos seseorang di depan mata. "GIOOOOOO." Sosok itu menolehkan kepalanya kaget, mengorek telinganya yang berdengung. Ia mendelik tidak suka sosok cantik dengan muka bantal yang sedang melotot kearahnya dengan wajah merah padam. Entah karena malu atau kesal. Sosok itu tidak peduli yang ia tahu, wanita itu sudah mengganggu waktu istirahatnya. Lalu tatapannya beralih pada tubuh bagian atas wanita itu yang terekspos jelas, ia mengulas senyum miring memandang bercak kissmark di tubuh menggiurkan di depannya. Lalu kembali membuang wajahnya acuh membuat wanita itu kembali meradang. "GIO. DASAR b******n. KENAPA KITA TIDUR BERDUA. GIOOO." "Ck, berisik Sherin." Sherin Anatasha menganga di atas tempat tidurnya, menatap tidak percaya balasan Gio padanya. Pemuda yang sudah menjadi mantan kekasihnya, kini ada di hadapannya lagi. Dan mereka kembali tidur berdua. Melakukannya lagi. Di saat hubungan mereka sudah berakhir. "Gio kamu." Sherin kehilangan kata-kata. "Kenapa. Kamu mau menyalahkan aku. Bukannya kamu sendiri yang datang. Kamu sendiri yang datang kesini Sherin. Ingat itu. Jangan salahkan aku atas apa yang sudah terjadi semalam." Deg. Jantung Sherin berdetak kencang, ia menatap Gio tajam tidak peduli dengan tubuh polosnya yang terlihat jelas di hadapan pemuda di depannya. Keduanya sudah duduk berhadapan, Gio sudah bangun dengan raut sama kesalnya. Kepalanya masih berdenyut pusing, karena terlalu banyak minum semalam. Dan pagi-pagi dia sudah di ganggu dengan teriakan wanita yang kembali datang padanya. Wajah cantik itu masih sama seperti terakhir mereka bertemu, dan kini sedang menatap tajam kearahnya. Seakan-akan semua salahnya. Gio mencibir dalam hati. Sherin yang datang padanya semalam. Tapi, ekspresi wanita itu seakan-akan ia baru saja memperkosanya. Dasar b***h. Dengusnya dalam hati. "Kamu jahat Gio. Aku benci kamu. Kamu buang aku dan anak kamu. Tapi aku justru kembali lagi kesisi kamu. Aku bodoh hanya karna tahu kamu terluka. Salah aku apa Gio. Apa." Jerit Sherin. Pemuda di hadapannya memandang Sherin diam. Dia tidak merespon, pandangannya lurus dan turun pada perut wanita itu yang tampak mulai terlihat membentuk. "Kenapa. Hiks. Kenapa kamu buat aku seperti ini. Hiks. Aku sudah ingin melupakan kamu Gio. Hiks. Kenapa terjadi lagi." "...." Gio masih diam tidak bersuara. Membiarkan wanita itu menangis di depannya. "Kami butuh kamu. Hiks tapi kamu..." "Sudah selesai." Wajah Sherin mendongak, menatap Gio tidak mengerti. "Bukankah kita sudah selesai. Kamu yang memilih keluar apartement ini waktu kti. Dan membawa kehamilan kamu dan itu artinya kamu akan menanggung semuanya sendiri. Aku sudah mempringatkan kamu. Pilih aku atau anak itu." "Tapi dia darah daging kamu Gio." Isak Sherin kembali terluka. "Aku tidak menginginkannya." Jleb. "Kamu jahat Gio. Apa perasaan kamu selama ini hanya pura-pura. Aku mencintai kamu tulus Gio. Tapi kamu menyakitiku. Aku--." "Ya." "Apa?" "Aku tidak mencintaimu. Perasaan itu sudah hilang sejak ayahmu menghina keluargaku yang miskin. Dasar brengsek." "Kamu bilang apa?" "AYAHMU. AYAHMU YANG SIALAN ITU SUDAH MENGHINA AKU ASAL KAMU TAHU. DIA MENGHINA KELUARGAKU. MEMBUAT AYAH DAN IBU MALU." Deg. "Bohong." "Cih, bohong? Untuk apa?" "Ayahmu yang selalu kamu agung-agungkan itu. Pria b******k. Dia menghina harga diriku dan juga keluargaku. Apa ayahmu ada ucapkan maaf. " "Ck, TIDAK. Tidak sama sekali Sherin. Dan kamu adalah cara aku balas dendam rasa sakit hatiku dengan ayahmu." "Sekarang aku tanya. Apa ayahmu syok saat tahu kamu hamil dan itu anak aku. Hahaha aku seharusnya melihat reaksi beliau. Biar bisa aku rekam. Dan tunjukkan pada orang-orang siapa itu Johan Vernando. Hanya pengusaha brengsek." "..." Sherin syok di tempatnya. Ia memandang Gio dengan tatapan tidak percaya. Tidak. Papa tidak mungkin seperti itu. Geleng Sherin. "Jangan hina Papa aku Gio." "Hina. Kamu tanya sendiri saja. Apa yang sudah pria b******k itu lakukan hah. Biar kamu sadar siapa dan seperti apa ayah kamu. Yang selalu kamu bangga-banggakan itu. Dia tidak menyukaiku Sherin asal kamu tahu. Dia merestuk hubungan kita dulu hanya pura-pura saja di hadapan kamu. Kamu saja bisa di bodohi ayahmu. Ck ck ck." "Tidak mungkin. Papa nggak mungkin." Sherin mengerenyit pusing. Kepalanya berkunang-kunang, matanya mengabur, nyeri kram di bawah perutnya adalah hal terakhir Sherin ingat sebelum kegelapan mengambil jiwanya. "Ck, sial nyusahin aja." Umpat sosok di depannya kesal. ____ Tbc>>> Wtf Sherin tidur lagi nih sama Gio kok bisa???? Woiiii Sherin b**o tambah b**o ckckck.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD