Chapter 24

917 Words
Clarissa keluar dari dalam kamar bersama Raka yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Melihat sosok lelaki dewasa yang bocah itu panggil Om-Papa membuat Raka berhenti melangkah. Bayangan beberapa hari yang lalu saat lelaki di depannya memukul ayahnya membuat Raka bocah itu merunduk dalam. Ia masih takut dan tidak suka. Meski sudah memaafkan Raka tetap tetap tidak mau ada yang menyakiti ayahnya. Clarissa yang merasakan putranya berhenti melangkah menoleh menatap anak laki-lakinya yang diam saja di tempatnya sekarang. "Raka. Ada apa?" Yang di tanya hanya menggeleng pelan, Clarissa memandang dengan kerutan di dahinya. Bingung. "Pagi Raka." Sapa Andre lelaki di dekat keduanya bernada ragu dan kaku. Lagi lagi Raka merunduk dan hanya membalas dengan suara pelan. "Pagi Om-Papa." Clarissa menghela napas pelan mendengarnya, ia mengusap pucuk kepala anak laki-laki satu-satunya lembut. Clarissa mengajak Raka dan Andre untuk sarapan bersama. "Mama Tiara kemana Cla?" Tanya Andre ketika baru saja duduk berlesehan di lantai beralas tikar bergambar. "Mama pergi ke pasar kak." Jawab Clarissa membuka tutup saji makanan dan mengambil nasi goreng serta ceker friend chiken untuk Raka. "Ayo sayang sarapan dulu." Ujar Clarissa dan langsung di lakukan oleh anak kecil itu. Andre menatap Raka sedih, ia bisa merasakan jika bocah di depannya ini masih takut kepadanya. Andre mendesah pelan, ia menyuapkan sarapan pelan dengan tidak nafsu. "Kakak kenapa?" Andre mendongak mengulas senyum paksa, dan mengusap pipi wanitanya lembut. "Aku nggak apa-apa yuk makan lagi." Mereka kembali melanjutkan sarapan, Clarissa melirik Andre dan Raka bergantian. Melihat sikap putranya yang tiba-tiba menjadi pendiam membuatnya penasaran. Apa sudah terjadi sesuatu. Pikirnya. Hening menyelimuti. Diam-diam wanita berparas cantik itu memandang paras Andre kekasihnya dengan lamat. Tanpa Clarissa sadari rupanya sudah tumbuh bulu-bulu halus di sekitar jambang, dagu serta kumis laki-laki itu wajahnya pun tampak sedikit kurusan. Clarissa menghela napas berat, ia merasa egois karena mengabaikan dan melupakan Andre. Padahal sudah jelas-jelas lelaki di sampingnya kini adalah kekasihnya sedangkan Ark--. Tidak. Clarissa menggeleng tegas. Untuk apa ia membandingkan Andre dengan laki-laki lain. Mereka dua sosok berbeda dan seharusnya ia tidak melakukan itu. Meski sudah mengetahui perasaan sosok itu tidak boleh. Tidak boleh. Jangan banding-bandingkan mereka Cla.  Batinnya. "Kakak mau tambah?" Andre menoleh lalu menggeleng cepat. "Tidak usah Love." Tolaknya. "Bunda. Ayah mana?" Deg. "Ra-ka." Panggil Clarissa bernada terkejut. Andre tergelak di tempatnya, pegangan di sendoknya mengetat erat. "Bunda." "Hari ini Ayah nggak antar Raka. Tidak apa-apa ya sayang. Kata Ayah nanti Ayah yang jemput Raka. Mau kan?" Jelas Clarissa di sisa keterkejutan canggungnya. Ia melirik Andre yang hanya diam melihat mereka. "Bunda Laka mau pipis." "Ah iya sayang. Mau bunda bantu." "Nggak Bunda." Clarissa mengangguk mengerti. Hening. Suasana berubah semakin canggung. "Kak." "Apa kalian sering menghabiskan waktu bersama?" Napas Clarissa tercekat, lidahnya kelu untuk menjawab. Helaan napas kasar terdengar dari lelaki di sampingnya membuat Clarissa sontak merunduk dalam. "Maaf kak." "Love. Apa perasaan kamu sudah berubah." "APA." "Apa rasa cintamu sudah berubah untukku. Aku-aku merasa hubungan kita seperti renggang. Salahkah kalau aku merasakan kesepian belakangan ini." "Kak." Mata Clarissa berkaca bersalah menatap binar terluka Andre. Ia memejamkan matanya menubrukkan tubuhnya ke lelaki di sampingnya cepat. Clarissa memeluk Andre, dengan gejolak nyeri di dadanya. "Maafin Cla kak. Sudah buat kakak kesepian. Maaf." "Aku rindu kamu Love. Aku rindu kebersamaan kita. Jujur aku merasa sendiri akhir-akhir ini. Maaf jika aku mengharapkan aku bisa lebih menjadi lelaki egois. Egois demi mempertahankan kamu. Tapi semua tidak pernah kulakukan. Aku ingin kebahagian Raka. Aku juga ingin kamu bahagia. Maaf kalau aku ingin menjadi egois. Maafkan lelaki ini." Jleb. Clarissa tertegun, ia mengeratkan pelukan dan menenggelamkan kepalanya di d**a bidang kekasihnya. Perasaan bersalah menghantam Clarissa semakin nyata. Ia menghirup aroma lelaki yang selalu ada untuknya dalam-dalam. Dadanya semakin sesak, mengingat apa yang Andre rasakan. "Cla minta maaf Kak." Lirihnya pelan. Andre diam dan balas memeluk tubuh wanitanya erat. Ia tahu jika menjadi egois itu sama saja ia akan menyakiti Raka, melihat tatapan takut apalagi sampai tatapan benci itu kembali ia lihat Andre tidak tahu harus bagaimana menghadapi Raka. Bocah itu membutuhkan ayahnya. Lelaki yang bisa mengancam posisinya di hati Clarissa. Walau wanita ini adalah kekasihnya. Berpaling hati adalah hal lainnya yang ia takutkan terjadi. Kamu tidak menjawab pertanyaan aku love. Apa benar hatimu sudah berubah. ____ Di lain tempat decakan kesal sosok di balik kaca pembatas terdengar keras. Wanita cantik di depannya rupanya  sama sekali tidak mempedulikan ancaman dan larangannya waktu itu. Menyebalkan. "Kenapa datang lagi. Pulanglah." Usirnya sadis. "Mas kenapa sih hobi banget suruh aku pulang. Aku datang karena ingin jenguk Mas. Aku bawa--" "BUANG. BUANG SEMUA YANG KAMU BAWA. AKU NGGAK BUTUH. AISSSHHHH SIAL SIAL." Jleb. Wanita berambut sebahu itu merunduk  malu ketika polisi penjaga menoleh kearah mereka dengan nata tajam. "Pulanglah Bella. Berapa kali saya bilang. Kehadiran kamu sangat menganggu. Aku tidak mau melihatmu." "Apa Mas tidak mencintaiku?" Deg. Rahang lelaki di depannya mengeras, tanganya mengepal kuat. Ia memajukan wajahnya, mengulas senyum miring. "Sudahku bilang. Jangan pernah membicarakan cinta. Dasar perempuan bodoh." Bella tergelak. Keduanya bersitatap dengan jarak yang sangat dekat, kaca pembatas hanyalah satu-satunya penghalang keduanya saat ini. "Mas benar aku perempuan bodoh. Saking bodohnya aku ingin terus melihat Mas, mendengar suara Mas, dan membawa sesuatu untuk Mas. Pagi-pagi buta rela menunggu. Bodoh bukan. Lalu apa Mas sama sekali tidak peduli dengan si bodoh ini." "Tidak." Balas Bramantyo Hans kejam. Bella menghela napas berat. Ia tersenyum kecut. Lelaki ini benar-benar keras kepala. "Kenapa kamu masih ingin disini. Pergilah Bella. Pulang dan jalani hidupmu sendiri. Jangan pernah kembali. Aku muak. Paham." Hati Bella mencelos mendengar ucapan lelaki yang dicintainya barusan. "Apa Mas akan bahagia kalau aku pergi. Apa Mas tidak akan akan kesepian disini." Bram tertawa terbahak-bahak, ia menyandarkan punggungnya kembali sambil bersidekap angkuh. "Amat. Amat sangat. Jadi pergilah. Pergilah yang jauh." Aku tidak akan menjauh Mas. Seberapun Mas mengusirku. Aku tidak akan menjauh. ___ Tbc>>> Andre mulai cemburu karna merasa kesepian.  Bella gigih banget...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD