4- Antar Angga dan Nadia

1480 Words
Usai sudah Nadia dan Angga memadu kasih. Sebelumnya saat mereka bertemu di kantor, sorenya sepulang kerja mereka bertemu kembali. Angga mengantarkan Nadia pulang ke rumahnya, yang di sambut antusias oleh keluarga Nadia. "Angga, akhirnya kamu datang juga nak. Nadia tak mau menikah dengan siapapun, dia hanya mau dengan kamu," ujar ibu Nadia dengan senangnya. "Ehem, maaf saya sibuk bekerja jadi belum bisa menemui kalian." Angga berkata dengan salah tingkah. Sebenarnya, Nadia tak mau membuka hati karena takut. Takut dirinya dan keluarganya malu, dirinya sudah menyerahkan keperawanannya dulu pada Angga. Jika suatu saat nanti suaminya tahu dirinya bukan perawan, bukankah akan marah dan hanya membuat malu keluarganya. Oleh karena itu, Nadia memilih menunggu Angga. Kini mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya, saya minta maaf pak. Saya tidak bisa menikah dengan Nadia, karena saya sudah menikah. Tadinya, saya pikir Nadia pun sudah menikah," ujar Angga dengan berusaha bicara sehati-hati mungkin. "Apa!" Orang tua Nadia terkejut. Mereka terdiam sejenak dan saling pandang. Nadia menatap orang tua nya lekat. "Aku rela jadi isteri kedua," ujar Nadia pelan. Jemarinya saling meremas. "Tapi Nadia hal itu hanya akan membuat hatimu sakit, juga membuat hati isterinya sakit." Ibunya tak mau anaknya jadi perusak rumah tangga orang. "Tapi, aku sudah gak perawan Bu. Dulu aku sudah menyerahkannya kepada mas Angga!" akhirnya Nadia jujur, dia terisak. Orangtuanya terkejut mendengar pengakuan Nadia. "Angga! Kamu sudah merusak anak kami, kamu harus bertanggung jawab! Nikahi dia, ayah tak perduli jika kamu sudah punya isteri!" Ayah Nadia berteriak marah. Angga hanya menundukkan kepalanya, bingung. Akhirnya setelah cukup lama berbincang, mereka pun menemukan solusinya. Yaitu menikahkan mereka. Angga dan Nadia pun akhirnya menikah. *** Pagi hari di akhir pekan. Dan kini mereka ada di sini, di kamar Nadia. Di rumah orang tua Nadia. Mereka sudah selesai mandi dan berpakaian rapi. "Nad, mas mau pulang dulu ke kota A." Angga berkata lembut. "Untuk apa?" tanyanya tidak suka. "Tentu saja menemui isteri mas, Zara sedang hamil muda. Dan mas sudah lama tidak pulang." Angga menatap isteri ke dua-nya itu. "Mas bukannya gak boleh pulang. Tapi, aku takut kamu gak pulang lagi kesini. Nadia memeluk Angga. "Mas pasti pulang sayang, kan kerjaan mas ada di sini." Angga meyakinkan. "Baiklah, tapi jangan lama-lama ya. Satu hari saja." menggenggam erat tangan Angga, dengan mata berembun. "Heheh, iya cuma satu hari. Minggu malam mas sudah pulang. Kan mas gak ngambil cuti." Angga terkekeh. Hari ini adalah sabtu pagi sekitar jam lima. Angga segera pamit kepada mertuanya. Mereka tak melarang Angga, mereka sadar diri Angga punya tanggung jawab pada isteri lainnya. Setelah perjalanan cukup panjang, yang memakan waktu kurang lebih empat jam, Angga pun tiba di halaman rumahnya. Saat itu kebetulan Zara sedang memasak semur ayam kesukaan Angga. Tok Tok Tok Terdengar suara pintu di ketuk. Dengan cepat Zara membuka pintu. Tampak sosok yang ia rindukan berdiri di depan pintu. "Mas! Mas Angga kamu pulang mas!" Zara langsung memeluk suaminya sambil terisak." "Maafkan mas sayang." Angga memeluk Zara dan mengecupi puncak kepalanya penuh sayang. Angga merasa bersalah, meninggalkan isterinya dan menikah lagi di kota B. Angga pun masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintunya. Sementara itu, dari atas balkon Arya menatap Zara da Angga yang berpelukkan melepas rindu. Setelah Zara dan Angga masuk, Arya pun masuk kembali ke kamarnya. "Arya, kamu belum move on rupanya! Ck cK." Ibunya tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya. Ibunya memang sengaja menginap untuk merawat Arya, yang sedang kurang sehat. "Apaan sih Bu!" Arya berkata sebal, lalu berbaring di atas tempat tidurnya. "Ibu tahu, kamu suka dia. Tapi, dia kan gak milih kamu. Jadi lebih baik kamu move on dan cari calon ibu baru untuk Eva." Ibu nya duduk di samping Arya. Arya membalikkan tubuh, memunggungi ibunya. Tanpa berkata-kata dia memejamkan matanya pura-pura tidur. "Kamu ini sudah tua juga, dan sudah punya anak remaja tapi masih saja manja dan suka merajuk." Ibunya geleng-geleng kepala. Lalu pergi, keluar dari kamar Arya. Tadi dia hanya mengantarkan s**u jahe hangat untuk Arya. *** Rumah Zara "Mas makan dulu yuk, aku baru saja selesai buat semur ayam dan sambal goreng ati kesukaan mu." ujar Zara, tangannya memeluk Angga dengan sayang. "Iya boleh, mas juga kangen masakan kamu sayang." Angga mengecup puncak kepalanya dengan lembut. Zara berdiri, lalu segera menyiapkan makanan untuk Angga dan dirinya. Mereka pun makan bersama. Zara sesekali memperhatikan wajah suaminya itu. Dia merasa terkejut saat melihat beberapa kismark di beberapa bagian leher suaminya. Pikiran buruknya kembali mendera. "Apa kamu tak bisa menahan dirimu di sana mas! Lalu kamu berkhianat dariku!" rasanya ingin menangis, tapi dia coba menahan diri. Zara menjerit dalam hati. Tapi, dia diam. Tak mau merusak selera makan suaminya yang terlihat begitu lahap makan. Usai makan, mereka pun duduk bersama di ruang tengah sambil nonton TV. "Kenapa diam saja?" tanya Angga sambil membawa Zara kedalam pelukannya. Tapi, Angga bisa merasakan tubuh Zara yang menegang saat ia peluk. Dia merasa heran, istrinya kenapa. "Kenapa? Sepertinya kamu tidak nyaman dalam pelukanku? Seharusnya kamu merindukanku bukan?" Angga merasa heran dengan sikap Zara. Tiba-tiba rasa sedih merasuki hatinya. Padahal, dia tadi tidak seperti itu pada saat dirinya baru datang. Zara membalikkan badannya memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Angga. "Mas tatap mata ku dan jujurlah padaku sekarang!" Zara memasang wajah seriusnya. Sekarang giliran wajah Angga yang tampak menegang. "Hemm, ada apa Ra? Sepertinya ada yang ingin kamu tanyakan?" heran, namun dalam hatinya sedikit deg-degan. Ada rasa cemas dan takut di hatinya, kalau saja Zara mencurigainya sudah mendua. "Kenapa mas? Ada apa denganmu? Kenapa sepertinya kamu gelisah? Atau jangan-jangan kamu punya salah padaku mas?" berondong Zara, dia terdengar memojokkan Angga. "Apa-apaan sih kamu ini Ra? Kenapa seolah aku melakukan sesuatu yang salah! Aku ini baru pulang loh, tapi kamu sudah mencecarku dengan berbagai pertanyaan yang memojokkanku!" Suara Angga terdengar kesal. Zara mengesah dalam, berusaha menetralkan perasaannya yang sakit saat ini. "Tunggu sebentar mas!" Zara masih berkata dengan datar, berusaha agar tidak sampai berteriak kepada suaminya itu. Angga semakin gelisah melihat tingkah istrinya yang seolah marah kepadanya saat ini. Beberapa saat kemudian, Zara datang kembali dengan membawa sebuah cermin yang biasa ia gunakan untuk merias diri. Cermin berukuran dua puluh Senti kali tiga puluh Senti. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Angga heran, untuk apa Zara susah-susah membawa cermin segala. * * Sementara itu, di tempat lainnya. Nadia sedang bekerja dengan senyuman yang lebarnya. "Hei pengantin baru senyam-senyum terus! Ingat kikuk-kikuk bareng suami yaaa!" goda temannya. "Iya dong, apalagi suamiku itu sangat baik dan perhatian padaku membuatku makin sayang sama dia," jawab Nadia dengan senyuman yang lebar. "Nad setahuku pak Angga suamimu itu kan sudah punya isteri, artinya kamu jadi pelakor dong!" sahut salah satu rekan kerjanya yang cukup akrab dengan Angga dulu, sebelum Angga menikah dengan Nadia. Sehingga, dia tahu kalau Angga sudah menikah dan istrnya itu sedang hamil muda saat itu. Wajah Nadia langsung berubah masam, tak suka dengan apa yang di katakan oleh temannya itu. "Tolong jaga mulutmu itu! Aku tidak suka dengan perkataan mu! Jangan sampai kamu menyebarkan gosip!" Nadia menatap temannya yang bernama Nina itu dengan tajam dan nada suara yang ketus. "Hah, itu kan kenyataannya Nad! Gak usah kamu menekanku! Sebaik apapun kamu menutupinya, suatu hari nanti pasti akan terbongkar juga!" Nina tersenyum sinis. "Dan saat hal itu terjadi, maka kamu akan menangis histeris! Tapi, itu sudah resikomu sebagai perebut suami orang!" Lanjut Nina dengan tatapan sinisnya. Nina langsung melenggang pergi meninggalkan Nadia yang sedang menahan amarahnya. Dia sebal pada wanita yang suka melakor! "Awas kamu Nina!" pekik Nadia geram. Beberapa orang yang menyaksikan keributan itu, saling berbisik. Dan mereka pun mulai menggosipkan Nadia dan Angga. * * Rumah Arya Arya sudah baikan, setelah ibunya keluar dari kamarnya. Arya segera bangkit, dia berjalan menghampiri nakas. Dan mengambil sebuah foto. Foto seorang wanita muda berwajah manis dan cantik yang sudah merebut hatinya. Merebut hatinya pasca pernikahannya dengan mantan istrinya, ibu dari Eva kandas. Menatap lekat foto itu, mengusap dengan telunjuknya dengan lembut. Bahkan beberapa kali dia menciumi foto itu. "Papaaa! Papa lagi liatin photo siapa?" tiba-tiba saja Eva datang. Arya dengan cepat menyembunyikan foto itu kembali ke dalam nakas dan menguncinya rapat-rapat. Lalu memasukan kuncinya ke dalam saku celana panjangnya. "Pah, kenapa di sembunyikan aku mau lihat! Itu foto siapa?" Eva mencebik, merasa kesal pada papanya. "Itu fotomu masa kecil, sudahlah bukankah kamu juga sudah sering melihatnya di album foto!" jawab Arya dengan sedikit gugup. "Aku gak yakin itu foto ku! Pasti itu foto pujaan hati papa Kan?" goda Eva sambil tersenyum. "Aah, kamu tahu. apa tentang cinta!" Arya mendengus. "Tahu dong, kan usiaku sudah sebelas tahun. hehehe." goda Eva dengan tawanya yang renyah. Arya hanya memasang raut wajah yang datar, untuk menyembunyikan kegelisahannya. Takut, Eva melihat foto wanita dalam photo itu. "Sudah sana pergi, papa mau mandi dulu!" usirnya, dengan cepat Arya mendorong tubuh Eva keluar dari dalam kamarnya. "Pah tega! Kok ngusir anaknya sendiri!" Goda Eva, dengan nada merajuk. Arya hanya tersenyum kecut, lalu masuk kembali ke dalam kamarnya. "Hampir saja!" gumam Arya pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD