03. Tidur Bareng

1153 Words
Benz tertawa terbahak-bahak. Kenapa istrinya ini sangat lucu, astaga!!!. "Benz! Elo sengaja ngerjain gue!" marah Maria memukul pemuda tersebut. Pasalnya Benz tiba-tiba pura-pura sakit. "Aduh Mae, sakit. Hentikan, gue beneran sakit tau." Maria menghentikan aksinya, melempar selimut untuk menutupi tubuh Benz. "Mae, gue beneran lemes. Gantiin baju gue, dong." "Nggak mau!" "Gue ngadu sama kakek nih," ancam Benz. Kebetulan hari ini kakek Benz dateng ke tempat tinggal mereka, cuma mastiin kalau hubungan mereka berdua baik-baik aja. Padahal pas awal-awal yang mau datang keluarganya Maria, eh .. malah kakek si Benz yang nongol duluan. Terpaksa mereka acting seperti suami istri pada umumnya. Maria menggerutu kesal, nih orang udah kek bocah aja. Dikit-dikit ngadu sama kakeknya. Mentang-mentang punya kakek. "Bodo amat! Ngadu sana!" Ngelempar baju sama daleman ke arah Benz dan selanjutnya pergi ninggalin anak tersebut. Benz cuma bisa terkekeh, melihat Maria marah udah jadi hiburan tersendiri bagi Benz. Maria beralih menuju ke ruang dapur. "Maria, gimana keadaan Benz?" tanya sang kakek. "Udah lebih baik Kek." sahutnya. Sang kakek ngedeketin sang cucu menantu. "Maria," ucapnya. Maria mengerjabkan bola matanya, aduh jangan sampai nih aki-aki macem-macem kek di pilem-pilem yang biasanya kakek Tsugiono mainin. Rada ngeri Maria bayangin doang, sedikit menggeser posisi berdirinya. "Ada apa Kek?" lirih Maria, ada rasa takut menyeruak dalam hatinya. Aduh, ini punya kakek gini amat si Benz. Kakek Tsugiono bingung liat wajah Maria, antara dia jijik apa geli, kakek Tsugiono nggak bisa bedain. "Kamu loh, kenapa jauh-jauh? Kakek cuma mau ngomong sama kamu. Takut Benz denger nanti." ucap sang kakek. Maria mendengus lega, bisa-bisanya dia mikir yang enggak-enggak sama si kakek. Kebanyakan nonton film itu deh keknya, jadi kebayang adegan menantu sama sang kakek. "Tentang apa Kek?" Sang kakek baru aja mau berucap, tiba-tiba aja dateng Benz. "Kakek modus lagi ya?!" teriaknya. Mengagetkan kedua sosok manusia di sana. Maria cuma bisa merolling bola matanya, selalu aja tuh anak mikir yang enggak-enggak. "Hah! Otakmu itu mikir apa Benz." seloroh sang kakek. Melenggang pergi, Benz merasa aneh. Niat dia kan cuma bercanda. Tapi Kakeknya kok kayak marah beneran. Biasanya juga dibalas candaan. "Kenapa sih Kakek? Aneh banget deh." Maria hanya menghedikan bahunya, memilih melanjutkan acara memasaknya. "Mae masak apa?" "Makanan kesukaan elo." Benz terdiam, bagaimana Maria bisa tahu makanan kesukaan dia?. "Emang bisa?" Maria tak menyahut, ingatannya kembali pada sosok gadis yang tadi siang ketemu ama si Benz di kampus. "Benz, siapa cewek tadi?" Benz mikir sejenak, oh, dia baru inget. Pasti yang dimaksud istrinya ini cewek yang tadi ada di kampus tadi. "Nggak tau." singkatnya, emang tadi Benz juga lupa nggak kenalan. Maria ngelirik sekilas, merasa nggak puas aja sama jawaban Benz. Benz ngerasa ada gelagat aneh sama Maria. "Elu cemburu, ya?" godanya. Maria mendelik tajam. "Ngada-ngada! Buat apa gue cemburu ama elu. Bodo amat, mau elu deket ama siapa aja gue kagak masalah." Benz cuma ngangguk. "Yaudah, kalau gitu besok gue janjian aja ama dia lagi. Keknya dia asik juga ceweknya." Sengaja manas-manasin Maria. Maria membanting alat penggorengan di tangan kanannya. Membuat Benz melompat kaget. "Mae apa-apaan sih? Kaget tau!" "Awas ya! Sampek kamu macem-macem, gue nggak segan buat onar di seantero kampus!" Reflek Maria marah nggak jelas. Benz tersenyum, deketin wajahnya di samping wajah Maria. "Katanya nggak cemburu." Maria bingung dengan sikapnya, mendadak ia salah tingkah gara-gara pemuda di dekatnya ini. "Gue mau ke kamar mandi dulu, selesaiin masakan gue!" Benz membelalakkan matanya. "Loh, kok ditinggalin sih Mae?!" Benz bingung sendiri, yang ada bukannya selesai ini masakan. Malahan gosong ini nanti. Malam ini pun mereka berkahir memesan makanan dari luar. Gara-gara si Benz yang hampir aja bakar seisi dapur. Maria menyikut lengan suaminya. "Benz Kakek nggak pulang, ya?" tanyanya lirih. "Kayaknya sih nginep di sini." bisik Benz. "Terus tidur di mana nanti dia?" "Di ruang tamu keknya." "Terus elo tidur di mana?" bisik Maria lagi. Kalau ketahuan tidur terpisah yang ada kakek malah curiga ama hubungan mereka nanti. "Terpaksa kita tidur sekamar nanti." Maria syok, aduh nggak kebayang gimana absurdnya kalau mereka tidur sekamar lagi. Bayangin aja si Benz kalau tidur udah kek udang. Loncat sana-sini nggak bisa anteng. Dah gitu suka ngigo, mencak-mencak nggak jelas. Jatuhnya malah kesel kalau tidur ama dia. Tanpa mereka ketahui, ternyata sang kakek bawa kunci duplikat buat buka kamar lain. Jadi nggak usah repot-repot buat tidur di ruang tamu. Maria cuma kedip-kedip, nggak bisa tidur karena si Benz ada di sampingnya. "Elu nggak merem?" "Gue nggak bisa tidur." "Mau gue kelonin biar anget?" "Ih, ogah! Mending ngelonin guling aja." Benz mencebik, milih tidur munggungin istrinya. Maria melirik ke arah punggung sang suami. Berlahan ia mengulas senyuman. Nggak nyangka aja dia bakal nikah sama ini orang asing. Tampan sih iya, tipe Maria banget sebenarnya. Tapi ... ya gitulah ya, kalian tau sendiri, absurdnya bikin geleng-geleng. Berakhir Maria milih ikut munggungin sang suami. Benz nyatanya juga nggak bisa tidur, ia takut kalau tidur nggak sadar suka mencak tubuh Maria. Terakhir kali dia tidur sama Maria, mimpi berantem tanpa sadar di nendang tubuh Maria ampek jatuh dari ranjang. Kasian banget sebenernya. Tapi namanya juga nggak sadar mau gimana lagi Pelan-pelan Benz membalik badannya, liat punggung sang istri. Tersenyum liat tuh cewek udah tidur. "Kamu itu cantik Mae, andai kamu tahu kalau aku beneran suka sama kamu. Sayangnya, kamu cuma anggap omongan aku candaan semata." Benz mengulurkan tangannya, melingkarkan ke arah perut sang istri. Mempererat rengkuhannya agar tubuh mereka semakin dekat. Maria tersenyum, ia mendengar semua apa yang suaminya katakan. Tapi sejujurnya ia belum bisa menerima kata cinta dalam kehidupannya. Masih trauma dengan apa yang dulu pernah ia alami. Yang terpenting dalam hidupnya sekarang hanyalah harta keluarganya. Yah, dia harus menyelamatkan harta ayahnya agar tak jatuh di tangan Mak lampir sama anaknya itu. Tanpa sadar mereka akhirnya terlelap dalam gelapnya malam dalam posisi yang begitu dekat. Saling melindungi satu sama lain, merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sang kakek yang merasa penasaran pengen tau cucunya udah deket sama cucu mantunya apa belum. Sejujurnya dia juga tau kalau sang cucu cuma pura-pura saling cinta. Padahal mereka nggak ada hubungan apa-apa. Tsugiono janji bakal buat mereka beneran jatuh cinta. Pelan-pelan pria tua itu membuka pintu kamar cucunya, lihat keadaan di dalam sana. Sontak ia tersenyum saat melihat sang cucu begitu dekat dengan istrinya. Dengan pelan ia menutup kembali pintu kamar tersebut. "Sudah kuduga, kalian pasti akan bisa menerima satu sama lain suatu hari nanti." gumamnya. Keesokan paginya. Maria terbangun dari tidurnya. Merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Ada sesuatu yang berat terasa menindih tubuhnya. Berlahan ia membuka selimut dan melihat benda apa yang kini menindih perutnya. Ingin ia berteriak, jika saja tak ingat kalau sang kakek sedang menginap di rumah ini. Pelan tapi pasti, Maria mendorong tubuh Benz sampai anak itu terguling dan jatuh tak elit di bawah ranjang. Maria terdiam, kok aneh sih, kenapa Benz nggak bangun, seenggaknya teriak kek. Berlahan Maria nengok ke arah bawah ranjang. Dan ternyata tuh anak masih tidur dalam posisi tengkurap. "Nih anak mati apa tidur sih?" gumam Maria tak habis pikir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD