14. Gelud

2121 Words
Selepas kejadian drama percintaan yang Benz dan Maria alami tempo hari belakangan, kini kehidupan mereka sudah kembali ke sedia kala. ''Benz, gue ggak mau kalau kejadian itu kembali terulang. gue nggak mau ngemis cinta ama elo lagi.'' gerutu Maria, sembari mempoutka bibirnya. Benz tersenyum, mendekatkan wajahnya kehadapan wajah sang istri, sembari berseringai. ''Jadi, elu kemarin ngemis cinta gue? Uhhh ... seneng banget gue!'' ''Ngeselin sekali lagi, gue gade'in lu!'' Sungguh Maria geram dengan sifat suaminya ini. nyesel kemarin udah nekat mau bunuh diri, gegara mau balikin ingatan tuh cowok sinting. Ngerti kek gini, Maria ogah nolongin. ''Nggak ganggu deh, kalau gitu.'' Tumben banget itu anak anteng. Maria jadi sebel, lirik kearah suami yang lagi mainin ponselnya. Sebenarnya tuh anak lagi chatingan ama siapa sih? Maria bertanya-tanya dalam hati. Sedikit kepo dengan apa yang dilakukan sang suami, Maria dengan berani merebut ponsel pemuda itu. ''Apaan sih, bisa nggak sih? Nggak usah urusin urusan gue. Ini tentang urusan kampus Mae!'' tekannya, yang mana hal itu membuat Maria kesel. ''Elo bohong sama gue!'' Maria nggak percaya ama ucapan Benz, pemuda itu terlalu sulit untuk dipercaya. Benz meluruhkan tubuhnya. ''Ok, gue jujur sama elo. Gue lagi chatingan sama temn gue yang ada di Jepang .'' Maria terdiam sejenak, merasa nggak suka pas suaminya sendiri nggak jujur sama dia. ''Dia cewek apa cowok?'' ''Cewek.'' Satu kata yang mampu membuat hati Maria sakit. ''Ya udah, lamjutin aja. Gue ngantuk mau tidur.'' Putus Maria pada akhirnya. gadis itu pergi meninggalkan suaminya seorang diri. Benz menatap kepergian sang istri, meremat erat ponsel yang ada digenggamannya. Ada sesuatu yang ia sembunyikan dari sang istri, mengenai siapa sosok gadis yang ia maksud sebagai teman itu. ''Maafin gue, Mae.'' lirihnya. Maria menubrukkan tubuhnya di atas kasurnya, entah mengapa hatinya begitu terasa teriris ketika menatap netra Benz, Maria tahu jika pemuda itu berbohong kepadanya. Hingga pada akhirnya gadis itu terlelap dalam lautan mimpi. Benz berlahan mmasuki kamarnya, melihat atensi sang istri apakah gadis itu sudah tidur ataukah masih terjaga. Dengan pelan Benz mendekati tubuh sang istri. melihat bekas lelehan air mata yang membekas di area pipi gaadis tersebut. ''Apa elo nangis karena gue?'' Benz mengelus pipi gembil istrinya. Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali kakek Tsugiono udah dateng ngericuh di kediaman Benz. TING ... TONG ... TING ... TONG ... ''Astaga! Siapa sih, pagi-pagi udah ngericuh rumah orang?'' gerutu Benz, mengerjabkan kedua matanya, enggan untuk terbuka. ''Benz, buka pintunya gih!'' parau Maria, yang enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya. ''Elu aja yang buka, gue males.'' ''Gue juga males, Benz.'' Dengan terpaksa Benz menuruni ranjangnya, pergi ke lantai bawah membukakan pintu buat sang tamu yang nggak tau diri minta di slepet itu. ''Bentar, wooii!!'' teriak Benz, dengan malas membuka pintu buat tamunya. ''Lama amat bukanya, apa kamu nggak kasihan sama Kakek? Liat! Kulit Kakek ampek keriput gara-gara lama nungguin kamu buka pintu.'' geram sang kakek. ''Salah sendiri namu nggak tau diri, pagi-pagi masih enaknya orang pada kelon!'' Bangsat itu bocah, nggak tau apa kalau si kakek lagi jomblo, gegara ditinggal si Miya pergi. ''Benz, punya cewek nganggur nggak? Kasih ke Kakek dong! Udah lama nggak main nih,'' keluhnya. ''Ih, nih Kakek gatel amat sih?'' geli Benz. "Kakek ngapin pagi-pagi dateng ke sini?'' ''Oiya sampek lupa, hari ini keluarga teman kamu yang ada di Jepang bakal datang ke sini." Benz tersentak. "Siapa Kek?!" serunya. "Jein Takkeru, putrinya Tuan Takkeru.'' Seketika kedua mata Benz berbinar saat mendengar nama sosok yang sangat dia rindukan akan datang berkunjung. Baru saja mereka tadi malam bertukar cerita dan pagi ini gadis itu akan berkunjung ke kediamannya. "Kok Jein nggak bilang ke aku kalau dia bakal dateng?'' "Mungkin dia mau kasih kejutan sama kamu." ucap sang kakek. "Benz," panggil pria tua itu kemudian. "Iya," Benz rada bingung dengan tatapan sang kakek yang tiba-tiba aja berubah serius. "Inget! Kamu udah punya istri, lupain perasaan kamu di masa lalu. Maria udah berkorban banyak buat hidup kamu, kamu jangan pernah nyakitin perasaan dia." tutur sang kakek. Benz cuma diam, ada perasaan gelisah yang tiba-tiba aja mendera hatinya. Ia takut kalau sampai nggak bisa ngendaliin hatinya nanti. . . Maria terbangun seutuhnya, menunggu kembalinya sang suami. Yang sayangnya tak kunjung datang. "Kemana sih, Benz?" Maria memutuskan buat keluar dari kamarnya, takut semisal suaminya di colong jamet. "Benz!! panggilnya, seraya menelisik ke arah ruang bawah. Kedua mata Maria terbelalak saat mendapati atensi suaminya bersama sang kakek tengah asik bercengkrama di bawah sana. Buru-buru Maria lari kembali ke kamarnya buat mandi. Selesai membersihkan badan, Maria langsung menuruni lantai bawah dan menemui kakeknya. "Kakek!'' Kakek Tsugiono membalikkan badannya dan tersenyum menyambut cucu menantu kesayngannya ini. "Kamu baru bangun? Apa Benz bermain kasar tadi malam? Hingga membuatmu sangat kelelahan?'' Maria dibuat tersipu oleh ucapan kakeknya ini. Bagaimana bisa bermain kasar jika bersentuhan saja mereka belum pernah. Maria beranjak menuju ke arah dapur, sebelum tiba-tiba Benz menghentikan langkahnya. "Mae!'' Maria lantas menghentikan langkahnya. "Nggak usah masak hari ini. Kita delivery aja." Maria sedikit bingung dengan tingkah suaminya. Apa pemuda itu tak ingin membuatnya lelah? Batin Maria percaya diri. Sedikit bahagia karena paagi-pagi udah di manjaiin suami. Sebelum ucapan Benz menggoyahkan kepercayaan dirinya. ''Temen gue bakalan dateng, jadi gue udah pesen makanan spesial. Karena gue yakin kalau elo nggak bakal bisa masak enak. Palingan cuma ceplok telor doang." kekeh Benz, bermaksud ingin bercanda. Namun saat itu Maria sedang tak ingin bercanda. Entah mengapa hatinya ngilu mendengar ucapan Benz. Sang kakek yang menyadari perubahan raut wajah sang menantu sontak menyikut lengan cucunya. Benz terkesiap menatap bingung kearah wajah sang kakek. Seolah bertanya 'ada apa?'' Maria memilih berlalu ke kamarnya lagi. Ia ingin pergi menjenguk ayahnya di rumah. Di rumah ini mungkin saja ia tak akan dibutuhkan. Maria kembali menuruni tangga rumahnya, seraya menenteng tas kecil di pundaknya. "Mae mau kemana?" tanya Benz. "Jenguk papa." Maria berharap jika Benz akan menemani kepergiannya, namun sayang, pemuda itu hanya mengangguk membiarkan Maria pergi seorang diri. Dengan hati terluka Maria meninggalkan rumah tersebut. Benz bimbang antara ingin menemani istrinya ataukah menunggu temannya? Hingga pada akhirnya ia memilih untuk menunggu temannya saja, mengingat jika Maria sudah terbiasa pergi sendirian. Jadi tak perlu ditemani lagi. Sesuai dengan keinginan sang kakek, Benz mulai menggeluti dunia bisnis keluarganya. Dia mulai datang ke kantor yang kakeknya kelola. “Nyonya Maria.” Sapa sosok pegawai di sana. Mendengar nama sang istri disebut, Benz yang sedang sibuk belajar mengenai pekrjaan kantor sontak berlari menuju ke ruangan dimana sosok itu berada, jujur aja Benz sempat terkejut dengan kedatangannya, sebenarnya ada apa dengan Maria? kenapa gadis itu sangat aneh sekali? Batinnya. "Mae? Kok tiba-tiba aja dateng? Nggak kuliah?" bingung Benz. Maria masih diam, ia juga bingung dengan tingkahnya yang aneh seperti ini. Duh, jadi malu masa iya Maria bilang kalau cemburu ama tuh cowok, takut kalau tuh cowok di ambil cewek lain, siapa lagi yang dimaksud Maria jika bukan si Jain, tapi rasanya gengsi banget. "Pengen aja, gue cuma pengen liat tempat kerja elo aja. Oh, sama mau kasih map ini ke elo, tadi bu Fera yang nitipin." Denger nama Fera disebut, seketika kedua bola mata Benz membola lebar. "Jangan bilang , selama gue nggak masuk, elu deket-deket sama tuh guru ganjen, dia nggak macem-macem kan?!" tukas Benz dengan menatap nyalang istrinya. Maria cuma cuek aja, masa bodoh ama ucapan suaminya. "Namanya juga satu kampus, dia dosen dan gue mahasiswi, udah jelas deketlah." BRAKK!! Eh, Maria terkejut melompat dari tempat duduknya. "Apaan sih, Benz? Kaget gue!" "Pokoknya aku nggak suka kalau elu deket sama guru sok cantik itu." "Terus gue harus gimana Benz, gue satu tempat sama dia, dia dosen gue. Lagipula, elo nggak usah terlalu posesif ama gue, kita cuma sebatas partner." Maria menekankan. Benz cuma bisa mendengus sebal, tak berapa lama telpon di atas meja pemuda itu berbunyi. Dengan cepat Benz menganggkat panggilan itu. " ... " "Baiklah, suruh dia masuk." " ... " Benz menutup sambungan panggilan tersebut. Tak beberapa lama suara pintu terbuka, sontak mengalihkan atensi kedua sosok itu , menatap siapa orang yang baru aja masuk kedalam ruangan itu. Seketika senyuman Benz terpancar, berbeda dengan Maria yang justru menatap sosok nitudengan tatapan aneh. 'siapa sih tuh cewek?' batinnya. "Benz! Aku kangen kamu ...." Langsung aja tuh cewek nubruk tubuh si Benz. Maria nyaris berubah jadi iblis saat itu juga. Bagaimana tidak? Jika tiba-tiba aja ada cewek aneh yang dateng-dateng langsung meluk suaminya di depan mata pula, pen nampol kan? Jadinya. Btw, Maria belum liat kek apa bentukannya si Jain itu. "Jain, gimana kabar kamu?" tanya Benz, njirr lembut banget nada bicaranya dah kek p****t bayi. Giliran ngomong sama istrinya dah kek mau ngajak gelud. Maria mengetukkan bolpoin Benz ke atas meja, biar mereka sadar kalau ada dia di sana. Enak aja Maria nggak dianggep, ogah dibilang obat nyamuk. sontak kedua sosok itu menoleh ke arah Maria. Benz meneguk ludahnya kasar, sial! Sampek lupa kalau ada Maria di sana. "Em. Jain, kenalin, dia istri aku, Maria." Gadis itu tak menyahut, menatap nanar ke arah pemuda dihadapannya. "Kamu udah nikah? Kenapa nggak bilang aku?" lirihnya. Benz menundukan wajahnya, tak sanggup menatap sosok gadis di hadapannya. Yah! Jain, merupakan cinta pertama sewaktu Benz masih tinggal di Jepang. Mereka berpisah lantaran Benz pindah tempat tinggal. Bodohnya Benz yang justru menyimpan janji pada gadis itu untuk selalu setia dan menikah suatu hari nanti. Namun apa nyatanya sekarang Benz justru menikah dengan orang lain. Maria muak melihat adegan derama picisan di hadapannya, memilih untuk pulang dan meminta penjelasan pada suaminya nanti saja. Maria menunggu kedatangan Benz, udah malem banget tapi tuh cowok belum juga nongol, apa mungkin dia lagi asik jalan-jalan ama cewek tadi? Nah, loh. Maria mulai curigaan. Tak berapa lama terdengar suara deru mesin mobil memasuki garasi rumah yang Maria tempati. Buru-buru wanita itu berlari ke lantai atas, pura-pura tidur. Malu kalau sampai ketahuan Benz. Maria menajamkan pendengarannya. Kok aneh? Kek denger suara cewek, sontak Maria meloncat dari tempat tidurnya. Lari menuruni tangga, melihat sosok itu. Maria tertegun saat mendapati Benz tengah mabuk, bukan perkara soal pemuda itu tengah mabuk melainkan sosok gadis lain yang kini sedang memapah tubuh suaminya tersebut. b*****t! Maria emosi dibuatnya. Dengan mengambil langkah lebar, Maria melangkah menghampiri mereka berdua. Ini kali pertama Benz mabuk-mabukan seperti ini. Pasti ini ulah tuh cewek genit, udah wajahnya ngeselin makin bikin Maria naik darah dibuatnya. "Biar gue yang bantuin Benz!" Maria ingin mengambil alih tubuh Benz. "Biar aku aja, lagian ... aku mau menginap di sini." Nih cewek bener-bener minta di slepet ama sendal jepit bibirnya. Ngomong seenak udel. "Siapa yang ijinin elo buat tinggal di rumah gue, hah?" "Ini rumah Benz, bukan rumah elo!" "Gue istrinya Benz, jadi otomatis ini rumah milik gue." Maria nggak mau kalah dong, siapa dia datang nggak diundang kek jelangkung, tiba-tiba aja seenak jidat mau berkuasa. Mau ngajak Maria gelud? Lha hayok!! Maria elo maju sono! Gue bantiun doa. "Benz cuma cinta sama gue!" Tuh cewek nggak mau kalah njirr, beneran ngajak gelud. Maria narik lengan Benz, Jain nggak bisa tinggal diem, dia juga narik lengan Benz yang satunya. Benz yang emang udah sempoyongan tambah buat tarik-tarikan, mereka pikir lengan Benz tali tambang buat acara lomba tujuh belasan kali, ah. "Benz suami gue! Elo pergi dari sini, dasar kunti!" "Nggak! Aku mau tinggal di sini!' Benz udah teler, mata kunang-kunang. "Lepasin gue!" paraunya. "Nggak Benz! Elo harus usir ini cewek." emosi Maria. "Benz, aku mau tinggal di sini, aku cewek kamu loh." "Sialan ya, elo!" Maria lempar tubuh Benz, begitu juga Jain yang ikutan dorong tubuh Benz. Naas tubuh tuh cowok nyungsep nyipok lantai njirr, jontor udah itu bibir sexy. "Sini lo!" Maria raih rambut pirang tuh cewek. " AAAAA!!! Sakit! Benz, tolongin aku!" "Rasain, berani-beraninya elo deketin suami gue. Gue cabut pala elo biar jadi kuyang." gerutu Maria tetep dalam posisinya jambak rambut tuh cewek. "Lepasin aku!!" tangis tuh cewek. Benz yang rada-rada sadar bangkit dari acara nyungsep mesranya, jalan sempoyongan buat misahin mereka berdua. Namun tak semudah yang pemuda itu bayangin, nyatanya Maria yang emang jago silat, mencak tubuh Benz ampek ngejengkang lagi. Nyaris jungkir balik njirr. "Mae, lepasin dia." pinta Benz. Maria sedikit sadar kalau sampai ia terusin bakal fatal jadinya, ini cewek manjanya minta ampun, baru di jambak dikit aja udah teriak-teriak kek orang kesetanan minta di rukiyah. Terpaksa Maria lepas tuh rambut, banyak yang rontok, astaga!. Jain lari meluk tubuh Benz, minta perlindungan itu ceritanya. "Benz, dia jahat banget sama aku. Kamu harus bales dia." nunjuk ke arah Maria. Maria berjalan santai menghampiri mereka berdua, wajah angkuh nan sombong ia pasang baik-baik. "Benz, elo usir tuh cewek sinting sekarang juga!" Benz menyunggingkan sebelah bibirnya. "Elo mau barter keuntungan apa ama gue?" Brengsek, nih cowok makin mabok makin sialan sifatnya. "Malem ini kita maen kuda-kudaan." Enteng banget Maria ngomongnya. Iyalah enteng, kalau Benz berani macem-macem tinggal slepet aja beres. Seketika wajah Benz berbinar, dengan segera dia ngusir tuh cewek. Pen cepet main kuda-kudaan sama Maria.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD